Panti Asuhan Markisa

2 1 6
                                    

Happy Reading🍒
.
.
.
.
.

Setelah menempuh perjalanan dengan tragedi aku terjatuh dari sepeda, akhirnya aku dan Rambu sampai di Coffe Shop Logan. Kami pun memarkirkan sepeda di parkiran sepeda. Tidak hanya ada pakiran sepeda, ada pula motor dan mobil di halaman depan yang luas.

Ketika kami melangkah masuk, suara bel pun berbunyi. Di Coffe Shop Logan memang ada bel dan menurutku itu unik. Kemudian, mataku mengitari setiap sudut ruangan ini, dindingnya terbuat dari bata yang menambah keestetikan Coffe Shop. Terlihat pula beberapa pengunjung yang sedang menikmati berbagai minuman.

Aku kagum pada pemilik Coffe Shop yang tak lain adalah salah satu sahabatku dari 4L. Di usia tiga belas tahun, dia sudah bisa berwirausaha. Memang, sahabatku yang satu ini dikenal bucin sekali pada uang.

Logan Emran Emphraim adalah nama lengkapnya. Sedikit sulit memang untuk melafalkan nama belakangnya, tetapi di balik namanya memiliki arti yang begitu bagus. Aku lebih suka memanggilnya dengan panggilan 'Logam'.

"Rambutan, kita samperin Logam, yuk! Kebetulan banget, kita ke sini pas ada dia," kataku.

Rambu hanya mengangguk, lalu kami menghampiri Logan yang sedang berbicara dengan salah satu karyawannya.

"Hi, Logam!" sapaku.

Seketika laki-laki dengan rambut hitam gelombang dan poni sealis belah tengah juga pemilik tahi lalat di bawah bibir kanan menoleh.

"Eh, Leci! Tumben ke sini," ujarnya.

"Emang gak boleh?"

"Bolehlah. Boleh banget malah, biar nambah penghasilan aku," kekehnya.

"Dasar, mata duitan!" cibirku.

"Realistis, Ci," sahutnya.

"Anak kecil, gak boleh pacaran, ya!"

Logan tiba-tiba saja mengatakan hal itu ketika menatap Rambu yang berdiri di sampingku. Sontak aku dan Rambu mengernyitkan dahi.

"Maksud kamu apa? Siapa yang pacaran?" tanyaku.

"Kalian," jawabnya.

"Apaan sih? Kita tuh cuma temenan. Iya, kan?" Aku menoleh pada Rambu.

"Iya, kita gak pacaran kok Kak Logan," balas Rambu.

"Kamu kok bisa tiba-tiba bilang kalau aku sama Rambu pacaran?" tanyaku heran.

"Kan bisa aja. Zaman sekarang tuh anak SD aja udah ada yang pacaran," jelas Logan.

"Tapi kita enggak," kataku penuh penekanan.

"Iya, iya. Kalian ke sini mau pesen apa?" tanya Logan yang sepertinya tidak mau berdebat, berbeda jika ia dengan Lais.

"Ada apa aja?" tanyaku.

"Nih, pilih sendiri!" Logan memberikan buku menu. Aku pun dengan senang hati nerimanya.

Setelah itu, aku dan Rambu melihat-lihat menu yang ada. Di sana terdapat minuman cappucino, latte, kopi hitam, ice cream, boba, dan lain-lain. Aku jadi bingung memesan yang mana karena terlihat menggoda semua. Namun, tidak mungkin aku membeli semua, uangku tidak cukup.

"Bingung Logam, bikinin yang spesial aja deh buat kita!" pintaku.

"Oke."

"Gratis 'kan?" tanyaku yang berniat bercanda.

Sontak wajahnya berubah seperti orang yang hendak dipinjam uang."Enak aja. Di sini tuh aku lagi cari rezeki, bukan bagi-bagi rezeki!"

"Iya deh, iya. Kalau gak boleh gratis, boleh dong kamu yang bikinin pesenan kita!" pintaku.

Leci Miss Ceri[Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang