Happy Reading🍒
.
.
.
.
.Bendara merah putih sudah dibentangkan, pemimpin upacara memberikan instruksi untuk menghormat bendera, lalu paduan suara pun menyanyikan lagu Indonesia raya. Ya, hari ini adalah hari senin. Hari di mana setiap sekolah melaksanakan upacara dan hari yang kebanyakan tidak disukai orang.
Namaku Leci Valencia, untuk nama panggilan orang-orang memberikan nama panggilan yang berbeda-beda. Aku saat ini bersekolah di SMP Leorasi dan duduk di bangku kelas dua.
Pada senin minggu ini, sebagai petugas PMR, aku bersama beberapa anggota PMR kebagian berjaga di barisan kelas satu. Ketika upacara seperti ini, seringkali siswa siswi mengeluh sakit, pingsan, bahkan tiba-tiba ada yang kerasukan. Entah, jin dari mana yang ingin ikut upacara dan entah benar mereka sakit atau alasan saja karena tidak tahan berdiri dengan teriknya sinar matahari.
Sehingga, anggota PMR harus bulak balik ke UKS dan UKS pun penuh. Lelah? Bisa dikatakan begitu. Apalagi, jika tubuh mereka lebih berisi daripada kami. Namun, tak apa karena membantu orang sakit sudah menjadi tugas kami. Malah akan terasa menyenangkan jika kami ikhlas menjalaninya.
Beberapa susunan dalam kegiatan upacara telah dilaksanakan, lalu pembawa acara terdengar membacakan susunan acara selanjutnya.
"Amanat pembina upacara!"
"Untuk seluruhnya, istirahat di tempat ... gerak!"
Baru saja pemimpin upacara menyuruh kami untuk istirahat di tempat, tiba-tiba di barisan kelas satu yang aku jaga terdengar riuh.
Aku pun menepuk pundak siswi yang ada di depanku."Kenapa?"
Sontak ia menoleh."Itu Guava sakit, Kak."
Dengan cepat aku maju ke barisan agak depan, ternyata memang benar gadis bertubuh gemuk itu sakit. Wajahnya terlihat pucat dengan keringat yang bercucuran di dahi. Guava atau yang memiliki nama asli Wafa adalah siswi yang paling sering ke UKS pada saat upacara. Padahal, kami tim PMR bahkan guru sudah mengingatkan agar ia sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat ke sekolah. Dengan tubuh yang kurang tinggi, membuat gadis itu berdiri di barisan agak depan.
"Ayo, ke UKS!" ajakku dengan kedua tangan yang memegang bahunya.
Gadis itu mengangguk lemah. Aku pun memapahnya dengan sedikit kesulitan karena tubuhku tidak sebanding dengannya.
"Sini, aku bantu!"
Baru saja beberapa langkah keluar dari barisan, seorang siswa bertubuh tinggi, berkulit putih, dengan sorot mata tajam membantuku memegangi Wafa.
"Rambutan, ngapain?" tanyaku.
"Aku mau bantu kamu."
"Gak usah. Mending, kamu jaga lagi! Nanti kalau ada yang butuh pertolongan kamu, gimana?"
"Bule, kalau nanti dia pingsan gimana?"
Pertanyaan Rambutan berhasil membuatku terdiam. Jika Wafa tiba-tiba pingsan, aku tak akan sanggup mengangkatnya sendiri.
"Aku bantu, ya?"
Dia kembali bertanya dan aku pun mengangguk. Kami akhirnya memapah Wafa menuju UKS.
Alfiyan Rambu Al-Farezel atau yang sering dipanggil Rambutan oleh teman-temannya termasuk aku, dia itu siswa kelas satu. Walau kami beda tingkatan, kami cukup berteman dekat. Ekstrakulikuler PMR-lah yang membuat kami saling mengenal.
Mungkin kalian bertanya, mengapa Rambu memanggilku 'Bule' dan tidak memakai 'Kak' di depannya? Untuk panggilan 'Bule' itu dia sendiri yang memberikannya untukku. Bukan karena kulitku putih seperti bule, tetapi 'Bule' itu kependekan dari 'Buah Leci', sedangkan Rambu yang berani tidak memanggilku 'Kak' karena aku sendiri yang memintanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Leci Miss Ceri[Selesai]
Dla nastolatkówIni adalah kisah seorang gadis bernama Leci Valencia yang biasa dipanggil Leci. Gadis dengan ciri khas jepit rambut berbentuk buah leci yang selalu dipakainya. Gadis ini duduk di bangku kelas 2 SMP dan mengikuti Eskul PMR. Layaknya buah-buahan yang...