Happy Reading🍒
.
.
.
.
.Saat ini aku dan Rambu baru saja tiba di rumahku menggunakan sepeda. Ya, sesuai keinginan Rambu untuk berkunjung ke rumahku hingga akhirnya ia ikut ke sini.
Rumahku sederhana, tidak bertingkat apalagi mewah. Sangat berbeda dengan rumah Rambu, yang sama mungkin karena di halaman rumahku juga ditanami bunga-bunga. Di pinggir teras depan ada tempat untuk berjualan sayuran, gorengan, dan yang lainnya.
"Rumahku gak semewah rumahmu, kan?" tanyaku sembari menatap Rambu.
Rambu yang sedang memperhatikan rumahku pun menoleh."Gak mewah, tapi bikin nyaman."
"Kamu belum masuk ke dalem loh, Rambutan. Kok bisa bilang kayak gitu?"
Rambu menarik kedua sudut bibirnya."Rumah itu gak harus selalu mewah. Kalau bersih, rapi, enak dipandang mata deh, itu bisa bikin nyaman. Contohnya, rumah kamu ini."
Aku pun manggut-manggut."Nenek tuh emang ngejaga kebersihan banget. Kalau liat ada yang kotor dikit aja pasti langsung dibersihin."
"Bagus dong, ya."
"Ya, udah, yuk, masuk!" ajakku.
Aku pun melepas sepatu diikuti Rambu.
"Assalamu'alaikum," ucap kami.
"Wa'alaikumussalam." Nenek membalas salam kami sembari berjalan keluar rumah.
"Leci, baru pulang, Sayang."
"Iya, Nek. Biasa, hari rabu 'kan Eskul PMR dulu," sahutku yang lalu mengecup tangan Nek Kiwi diikuti Rambu.
"Ini siapa? Kok Nenek baru lihat," ujar nenek.
"Saya Alfiyan Rambu Al-Farezel, panggilannya ...."
"Rambutan." Aku memotong ucapan Rambu.
"Rambutan?" tanya nenek.
"Iya, banyak yang panggil saya itu," balas Rambu sambil tersenyum.
"Rambu ini temen Leci yang adik kelas itu, Nek," terangku.
"Oh, ini. Ganteng, ya," puji nenek.
"Hehe ... Nenek bisa aja," balas Rambu tersipu malu.
"Oh, ya, Nenek sampai lupa ngajak kalian masuk. Ayo, masuk! Kebetulan Nenek baru selesai masak," kata Nenek.
Aku dan Rambu pun mengangguk, lalu kami berjalan mengikuti nenek. Sesampainya di meja makan, aku langsung mengajak Rambu untuk duduk.
"Huachim ... huachim ...." Tiba-tiba Rambu bersin-bersin.
"Rambutan, kenapa?" tanyaku.
"Huachim ... huachim ...." Lagi-lagi Rambu bersin.
"Kamu lagi flu? Perasaan tadi kayak sehat-sehat aja," kataku.
"Maaf, aku gak tahan bau jengkol."
"Kamu gak suka jengkol?" tanyaku.
Rambu menggelengkan kepala."Aku cuma suka petai."
"Wah, Nak Rambu ini kebalikan dari Leci. Kalau Leci suka jengkol, apalagi disemur. Sementara petai dia enggak suka," ungkap nenek.
Apa yang dikatakan nenek memanglah benar. Awalnya juga aku tidak suka makanan itu, tetapi karena nenek selalu memasaknya dan mengatakan jika itu enak, akhirnya aku mencoba sampai ketagihan. Makan jengkol ternyata tidak seburuk yang dibayangkan, walau memang akan bau mulut setelah memakannya. Makanya aku biasa makan di saat-saat tertentu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Leci Miss Ceri[Selesai]
Novela JuvenilIni adalah kisah seorang gadis bernama Leci Valencia yang biasa dipanggil Leci. Gadis dengan ciri khas jepit rambut berbentuk buah leci yang selalu dipakainya. Gadis ini duduk di bangku kelas 2 SMP dan mengikuti Eskul PMR. Layaknya buah-buahan yang...