Sandi kalah cepat, geng Jery sudah mengepung. Jery menarik lengan Sandi, hingga dia terhuyung kedepan. Untung kedua tangan menyangah di depan dada. Sehingga Wajah Sandi tidak terbentur langsung dengan lantai.
Belum sempat berdiri, pungung Sandi sudah diinjak oleh kaki Jery, yang terbalut sepatu.
Si tampan berhati iblis terseyum culas."Mau ke mana, sih? Buru-buru amat." Jery semakin menekan pinjakan kaki di pungung Sandi.
Tidak perduli dengan erangan kesakitan milik laki-laki itu. Tubuh Jery sedikit membungkuk, menatap Sandi penuh benci.
"Berhubung sebentar lagi kita lulus. Gimana kalau kita party bareng? Ya, angep aja salam perpisahan," bisik Jery tepat di telinga kanan Sandi, yang membuat ia takut setengah mati.
Bersenang-senang memilki artian, bahwa mereka akan menyiksa ia lebih kejam lagi.
"Tolong lepasin aku, jangan ganggu aku lagi," pinta Sandi melas hampir putus asa karna sejak dulu tidak bisa lepas dari geng pembuly ini.
Mereka tentu tidak peduli. Delapan pemuda tersebut tetap menyeret Sandi masuk ke dalam gudang Laboratorium IPA yang sudah tidak terpakai lagi.
"Lo belum pernah mabok 'kan? Belajar sama Abang yuk, Dek." Jery mengedipkan mata genit membuat teman-temannya tertawa.
Bola mata Sandi melebar, saat melihat banyak botol bir yang berjajar rapih di atas meja usang.
Ia berusaha melepaskan diri. Tetapi malah kena tampar oleh pemuda berkulit kuning langsat.
"Hey, mau ke mana sih, Ndut? Santai aja. Kita mau party bareng. Yon, keluarin hp lo cepet! Kita perlu mengabadikan momen ini!" suruh pemuda itu pada teman yang lain.
Jery menjauh, lalu duduk di satu kursi kayu sendirian. Ia menyalakan rokok menyesap nikmat. Seolah tengah menonton pertujukan menyenangkan.
Sandi panik bukan main saat satu botol bir didekatkan. Ia memberontak, menginjak kaki dua orang yang memegangi tangannya. Saat akan melarikan diri, kepala Sandi dipukul memakai tongkat kasti dari belakang.
"Cih, udah gendut sok-sok'an mau lari!" cibir pemuda berambut ikal yang memukul Sandi barusan. Mereka memaksa Sandi membuka mulut, mencekoki dengan satu botol bir.
Kepala Sandi pening. Tenggorokan terasa sakit serta panas ketika minuman haram mengalir masuk ke dalam rongga mulut.
Raja buly tertawa senang melihat penderitaan mangsanya. Sandi sampai terbatuk kulit hitamnya pun tampak memerah karna pengaruh alkohol.
Sandi menatap Jery takut. "Kenapa, kenapa kamu benci sama aku?"
"Aku salah apa, sampai kalian segitu bencinya sama aku?" Terlihat jelas raut wajah putus asa laki-laki itu. Padahal, ia tidak pernah mengusik kehidupan mereka. Ia tidak pernah mencari masalah pada mereka.
Bahkan jika disuruh bersaing dengan Jery pun, Sandi akan langsung mengaku kalah. Jelas ia kalah jauh. Baik fisik mau pun materi.
Sandi pemuda biasa, anak dari kalangan menengah bawah yang hanya mengandalkan otak. Bukan Jery yang berasal dari keluarga kaya raya, dan punya banyak teman.
Tidak ada satu orang yang mau berteman dengan Sandi di sekolah. Kecuali anak-anak jalanan, yang setiap saat ia beri makanan ketika ada sisa uang dari hasil bekerja.
Jery mendengus sinis kemudian mencekram kasar dagu Sandi. "Lo pengen tahu, di mana letak kesalahan lo?"
"Karna muka lo itu buat gue jijik! Ngaca, lo manusia paling buruk yang gue lihat!" pekik Jery keras di depan wajah Sandi.
Rahang Jery mengeras menahan gejolak emosi. Ia menarik kasar rambut Sandi hingga sang empu mengaduh kesakitan. "Lo selalu rebut sesuatu yang gue mau. Gara-gara lo, gue jadi kena hukuman setiap dapet nilai jelek. Dan sekarang, gue mau balas dendam!"
"Gue rasa, dia sangup minum lima botol, deh!" celetuk pemuda berambut ikal yang masih memainkan tongkat kasti di tangannya.tubuh Sandi semakin bergetar hebat. Seakan belum puas, mereka melakukan hal bejat.
Mengiring Sandi bergantian, layaknya pelacur. Tangisan dan teriakan kesakitan tidak membuat mereka iba. Justru malah semakin buas menerjang Sandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Perfect Boy
Teen FictionSingkat saja, hanya impian kecil seorang remaja laki-laki yang berusaha merubah hidupnya diabang kehancuran mental. Entah sampai kapan, dia mampu bertahan. "Mau tahu, kenapa gue benci sama lo? Karna muka lo itu menjijikan sialan!" Satu tamparan men...