Part 16

9 2 0
                                    

SMA Angkasa. Saat ini tengah ramai oleh para senior yang sedang berenuni ke sana. Gerombolan Kakak senior itu terlihat berbeda dari lima tahun yang lalu.

"Jer, ke kantin, yok. Gue haus nih, sekalian lihat adek kelas. Siapa tahu ada yang gue suka," celetuk seorang pria bermata sipit dan kulit putih pucat.

Sang empu nama hanya menganguk. Delapan orang laki-laki dewasa tersebut menuju ke kantin sekolah.

Ramai, satu kata untuk keadaan kantin sekarang. Bahkan, penjaga kantin tampak kewalahan meladeni pembeli yang tiada habisnya.

Seorang laki-laki berwajah blesteran, menjadi sorotan banyak siswa-siswi.

"Bang, ganteng banget, sih. Minta nomor wa, dong."

"Mas bule! Calon suamiku."

Dan masih banyak godaan yang membuat ia kesal. Berulang kali mendapat tatapan genit nan centil dari siswi yang berlalu lalang.

"Aku suka coklat. Bukan kamu!" geruntu Wilan pelan.

Pria itu duduk di salah satu kursi kantin. Kepala bertumpu pada meja, dengan kedua tangan sebagai sanggahan.

Sekarang ia diajak oleh Sandi untuk mengunjungi acara reuni SMA.

"Ngantuk Wil? Padahal aku bawa coklat." Sandi datang sambil membawa nampan berisisi dua piring pasta, beserta dua gelas air minum.

"Mana coklatku?" pekik Wilian tertahan, membuat Sandi mendelik tajam.

"Kebiasan, suka teriak di tempat umum."

Wilian mengambil satu piring pasta dan minuman dengan hati-hati. Takut jika Sandi akan marah lagi.

Wilian sangat takut membuat Sandi marah, karna pemuda itu akan mendiamkannya selama satu minggu full.

Dan itu sangat mengerikan. Karna Wilian menjadi tidak punya teman untuk bercerita.
Ya, harus ia akui jika Sandi teman yang baik. Jujur dan dapat dipercaya. Tidak ada satu pun masalah hidup Wilian, yang tidak diketahui oleh Sandi.

Meski Sandi sendiri sedikit tertutup padanya. Namun tidak menjadi masalah, selama hubungan pertemanan mereka berjalan damai. Sudah cukup membuat Wilian senang.

The Perfect Boy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang