Part 17

9 1 0
                                    

"Astaga! Soryy-soryy gue nggak lihat!" seru Jery saat tidak sengaja menabrak seorang pria.

Mereka bertabrakan di koridor. Pria itu baru saja akan ke luar dari salah satu ruang kelas. Namun Jery malah akan masuk ke dalam kelas tersebut.

"Aku juga minta maaf," ujar si pria dengan suara serak. Ia tampak sangat bersalah.

Kepala Jery mendongak menatap pria yang lebih tinggi. Wajah tampan berahang tegas, bibir tipis merah muda terseyum manis pada Jery.

"Hey, kamu nggak papa 'kan?" tanya pria bertubuh tinggi itu sembari mengibaskan tangan di depan wajah Jery, yang diam menatapnya.

"Ah, iya! gue nggak papa 'kok!" Jery terlihat salah tingkah. Harus ia akui, jika dia kalah tampan dengan pria ini.

Keduanya tetiba diam. Saling beradu pandang
untuk beberapa saat. Sampai seorang pria bule datang menghampiri mereka.

"Aku mencarimu dari tadi, malah asik di sini!" Wilian terlihat kesal lalu menatap Jery sinis.

"Aku udah pamit, mau lihat kelasku. Kamu diajak tadi nggak mau."

Ucapan pria bertubuh tinggi tersebut jelas membuat kening Jery berkerut.

Seingat Jery, ia tidak pernah memiliki teman kelas setampan pria ini. Lalu dia siapa?

"Bentar, lo alumni dari sekolah ini juga?" tanya Jery menyelidik.

Sang lawan bicara menganguk sembari tersenyum manis.

"Angkatan tahun berapa?" tanya Jery lagi yang mulai penasaran.

Sandi terseyum miring, "Lima tahun yang lalu."
"Udah lupa, ya?" Sandi balik bertanya pada mantan Raja pembulyng itu.

Satu alis Jery terangkat. Apa masktunya sudah lupa?

"Gue nggak punya temen seganteng lo," jawab Jery kelewat jujur hingga Sandi tertawa pelan. Begitu juga Wilian yang mendengus sinis mendengarnya. Ia sudah tahu tentang Jery.

Sandi menganguk mengerti. Senyumnya masih mengembang. "Salam kenal, namaku Sandi Erfansyah. Cowok jelek dan miskin yang dulu jadi bahan bulyan kamu."

Jery tersentak kaget setelah mendengar pengakuan si pria.

"Lo-lo? Nggak mungkin!" Jery tampak tidak percaya. Rahang langsung mengeras, kembali menatap penuh benci.

Kemudian Jery tertawa sinis. "Dan lo pikir, gue bakal kagum gitu sama lo yang sekarang?"

Sandi hanya menganggapi dengan seyuman simpul. "Aku hidup bukan buat orang lain terkesan."

Sandi mencekram erat kepalan tangan Jery yang hampir saja mengenai wajahnya. Dari dulu, Jery tidak pernah berubah. Selalu main tangan.

"Gue bakal hancurin hidup lo!" Tatapan mata Jery penuh amarah.

Ia pikir mereka tidak akan bertemu lagi, mengingat Sandi yang selalu mendapatkan perundungan di sekolah.

Dia pikir Sandi akan jera, karna mentalnya sudah dirusak oleh Jery. Akan tetapi kenyataannya, pemuda itu masih sangup bertahan sampai sejauh ini. Bahkan berubah derastis setelah lama mereka tidak bertemu.

"Tapi kamu yang bakal aku hancurkan," sahut Sandi begitu tenang. Padahal mati-matian menahan agar tidak menghajar wajah menyebalkan di hadapannya ini.

"Lo pikir siapa? Bisa buat gue hancur, hah!" bentak Jery, wajah sudah merah padam tersulut emosi.

"Gue tahu semua tentang lo Jery,  jadi nggak usah sok belagu lagi sialan!" Untuk pertama kali Sandi berani mengumpati mantan pembuly itu.

Beberapa saat, Jery terdiam dengan mata melotot marah. Sialan katanya? Minta dihajar!

"Mereka sudah datang," celetuk Wilian saat melihat beberapa polisi yang berjalan menuju ke arah mereka bertiga.

Bola mata Jery membulat sempurna. Belum sempat ia melarikan diri sebuah pistol tepat mengenai bagian betis.

"Arghh!" Jery merintis kesakitan.

"Jangan bergerak! Anda kami tangkap!" seru polisi lantang.

Jery berusaha memberontak. "Saya nggak salah apa pun!"

"Anda bisa jelaskan di kantor nanti!" Polisi memborgol kedua tangan Jery.

"Saya ucapkan terima kasih kepada kalian. Karna telah membantu kami, untuk menangkap Bandar Narkoba ini," ujar polisi tersebut sambil tersenyum lega.

Wilian ikut terseyum sambil bertepuk tangan. "Satu kasus sudah terpecahkan."

Wilian adalah seorang putra dari salah satu agen kepolisian di Rusia. Berita tentang Bandar Narkoba yang sedang meraja lela itu tersebar sampai di sana.

Wilian diminta sang ayah untuk membatu. Dan kebetulan juga, mereka mendapat secarik informasi tentang Jery yang ternyata adalah Bandar Narkoba itu sendiri.

"Sialan, awas lo Sandi!" umpat Jery ketika diseret oleh tiga polisi.

Dan pada akhirnya, Sandi dapat merasakan ketenangan setelah berhasil menjebloskan mantan Raja pembulyng ke sel jeruji besi.

The Perfect Boy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang