SEBENARNYA siang itu Kumala Dewi tidak ingin meninggalkan kantornya. Ada seorang teman yang ingin menemuinya. Tetapi agaknya ia harus korbankan janji tersebut karena harus mendampingi boss-nya, Pramuda, yang juga termasuk saudara angkatnya itu. Pramuda harus menghadiri undangan business lunch dari seorang pengusaha kondang.
Undangan itu tak bisa ditolak, mengingat yang hadir dalam acara tersebut adalah beberapa pengusaha kelas atas dan para klien berprospek. Untuk itulah Pramuda tidak hanya mengajak sekretarisnya: Rassy, namun juga minta didampingi konsultan handalnya; yaitu Kumala Dewi sendiri.
"Psst...!" bisik Pramuda yang duduk di samping kanan Kumala. Kakinya sengaja menyentuh kaki Kumala sebagai isyarat.
Kumala menatapnya, tapi mata Pramuda tertuju pada dua tamu yang baru datang dan ingin bergabung dengan mereka. Kedua tamu tersebut adalah seorang lelaki berbadan gemuk dengan perut agak membuncit dan seorang pemuda tampan berambut cepak, rapi, gagah dengan penampilannya yang terkesan cuek, rada-rada konyol.
"Kamu pasti masih ingat dengan cowok itu, kan?" bisik Pramuda yang membuat Kumala menarik napas dalam-dalam.
Ia memang masih ingat dengan pemuda mantan peragawan itu. Ia pernah punya kenangan indah bersama pemuda berusia sekitar 28 tahun itu. Tapi Kumala juga punya kenangan pahit bersamanya, sebab pemuda tersebut tak lain adalah mantan kekasihnya yang belum saling menyelam terlalu dalam.
"Apa kabar, Niko Madawi!" sambut Pramuda saat berjabatan tangan dengan pemuda itu. "Gimana karirmu? Kayaknya makin hari makin sukses aja kamu, Nik. Penggemarmu makin banyak."
"Ah, bisa aja sindiranmu, Pram. Makin banyak apanya. Makin banyak yang nggak suka lagi dengan acara Lorong Gaibku itu, ya?" ujarnya sambil berseloroh.
Niko memang masih tetap memandu acara Lorong Gaib di sebuah televisi
swasta yang banyak digamari masyarakat pemirsa itu. Bahkan sebuah majalah pernah mewancarainya dan menjulukinya sebagai si 'Pemburu Setan', lantaran ia selalu mengejar berita-berita yang mengandung misteri, gaib ataupun mistik.Saat menggenggam tangan Kumala pun masih terasa mantap. Lembut namun hangat. Senyum manis Kumala juga tetap mekar penuh keramahan dan memancarkan kharisma yang memikat hati lawan jenisnya. Jabat tangan tersebut lebih lama dibanding saat Niko menyalami Pramuda.
"Ke mana aja kamu. kok baru kelihatan sih?" sapa Kumala dengan keramahannya yang sejak dulu amat disukai Niko.
"Biasa... putar-putar kota jadi 'Pemburu Setan'. Yahh... sekedar cari sesuap nasi, Dewi. Kau sendiri sekarang sulit ditemui, baik lewat telepon maupun..."
"Nomor HPku sudah ganti yang baru."
"Pantas aku selalu gagal menghubungimu. Kudengar... minggu kemarin kamu ke Boston, ya?"
"Baru beberapa hari pulangnya. Hmm, oh ya... kamu mau duduk sini atau mau duduk di sebelah bossmu itu?"
"Sebaiknya aku duduk sana saja, biar boss nggak sewot. Dia suka merasa iri kalau melihat aku duduk sama perempuan cantik."
"Gombal kamu!" tawa Kumala tetap bersahabat.
"O, ya... aku nanti mau bicara denganmu, Dewi. Bisa minta waktu beberapa saat?"
"Apa aku masih pantas diwawancarai sih?"
"Aah, udahlah... pokoknya ada yang mau kubicarakan denganmu. Tolong beri aku waktu sebentar setelah acara ini selesai. Oke?" Niko mengerlingkan mata, Kumala makin melebarkan senyum bersahabat.
Sekalipun hubungan pribadi telah putus, namun persahabatan tetap harus dibina dengan baik. Itulah pedoman hidup si anak dewa yang turun ke bumi sebagai manusia biasa. Ia tak ingin menyimpan dendam dan kebencian kepada siapa pun, termasuk kepada Niko Madawi yang dulu pernah menyelamatkan nyawanya dan nyaris dianggap calon menantu oleh ibunya Kumala Dewi, yaitu Dewi Nagadini.
Pada dasarnya, Dewi Ular tetap bersedia membantu Niko meniti karirnya hingga mencapai kesuksesan yang gemilang sekalipun. Beberapa informasi dunia gaib pernah diberikan Kumala kepada Niko, sehingga pemuda itu dan teamnya meliput peristiwa-peristiwa gaib untuk ditayangkan dalam acara Lorong Gaib di teve swasta: INTV.
Memang belakangan ini mereka jarang bertemu, jarang berhubungan via telepon, namun bukan berarti mereka tidak lagi saling berhubungan. Di sela-sela kesibukan mereka masing-masing, Kumala merasa tak ada jeleknya meluangkan waktu beberapa saat untuk melayani beberapa kepentingan Niko, selama hal itu tidak mutlak mengganggu masa kerjanya.
Di akhir acara business lunch itu, Kumala menunjukkan nilai persahabatannya dengan memberi kesempatan kepada Niko yang sengaja mendekatinya, lalu duduk di kursinya Pramuda, karena saat itu Pramuda dan Rassy terlibat percakapan serius dengan tiga pengusaha besar di meja lain. Sebagai reporter khusus, Niko tak pernah lupa menyelipkan pena dan buku kecilnya disaku blazer yang dikenakan saat itu. Bahkan ia juga menyiapkan tape rekaman berukuran kecil, yang sewaktu-waktu dapat digunakan bila mana perlu.
"Masih suka nonton acaraku tiap malam Jumat?"
"Kalau tidak dalam perjalanan, pasti kusempatkan nonton wajahmu di balik adegan-adegan menyeramkan," jawab Kumala, kalem.
"Aku punya materi menarik, tapi kurang lengkap data-datanya."
"Tentang apa?"
"Misteri di akhir tahun. Bagaimana menurutmu?"
"Menurutku... yaah, biasa-biasa saja. Artinya, akhir tahun ini tetap akan kita lewati beberapa hari lagi."
"Beberapa paranormal mengatakan, pada saat itu nanti akan terjadi kiamat. Apa benar?"
"Nggak," jawab Kumala sambil senyum-senyum geli. "Cuma Tuhan yang tahu kapan kiamat tiba."
"Tapi... para ahli metafisika banyak yang meramalkan datangnya kiamat pada akhir tahun ini dalam bentuk kiamat kecil. Kerusuhan terjadi di mana-mana, pembantaian besar-besaran, pemerkosaan dan pelanggaran hak asasi manusia terjadi secara total. Bahkan ada yang meramalkan, pada hari itu nanti, akan terjadi musibah yang melanda seluruh permukaan bumi..."
"Aaah, bullshit itu!" potong Kumala semakin geli melihat keseriusan Niko dalam pembicaraan tersebut. "Siapa bilang begitu? Manusia bisa meramalkan, dan tidak semua ramalan selalu tepat. Manusia meramal dengan kekuatannya yang
tidak sebanding dengan kenyataan kodrat yang ada. Aku sendiri kalau meramal kadang benar, kadang salah. Iya kan?""Jadi... menurutmu pada akhir tahun ini nggak akan terjadi sebuah sensasi besar yang melanda sejarah kehidupan manusia?" Niko tampak semakin serius.
"Satu-satunya sensasi yang akan terjadi adalah ramalan ramalan manusia itu sendiri yang membuat takut hati kita. Sudahlah, kamu jangan terlalu tersugesti oleh isu semacam itu."
Niko menghembuskan napas panjang, ketegangan wajahnya mulai mengendur. Ada kesan hatinya sedikit lega mendengar penjelasan gadis cantik yang tampak polos dan jujur dalam tutur katanya tadi. Kumala masih sesekali menikmati potongan buah segar yang tersaji di meja depannya, sambil sesekali matanya memandang Niko dengan lembut, menentramkan hati siapa pun yang beradu pandang dengannya.
"Kalau begitu, menurutmu tanggal yang dianggap keramat oleh kebanyakan orang itu nggak punya keistimewaan apa-apa dong?" pancing Niko lagi seakan ingin mendapat kepastian lebih memuaskan lagi.
"Posisi angka pada tahun ini memang punya keistimewaan tersendiri. Ada unsur mistiknya yang akan tersumbul keluar pada saat itu dan akan berpengaruh dalam kehidupan manusia selanjutnya. Tapi nggak begitu kentara, nggak begitu menghebohkan."
"Benarkah nggak bikin heboh?" Niko tampak sangsi, karena Kumala segera menyembunyikan tatapan matanya dengan berpura-pura memperhatikan potongan-potongan roti segar yang disajikan itu.
Niko mengulangi pertanyaan tersebut dengan nada mendesak, sehingga Kumala terpaksa harus menambahkan penjelasan dalam pernyataannya tadi. "Nggak akan menghebohkan, kalau segala sesuatunya sudah kita antisipasi sebelumnya."
"Maksudnya, antisipasi dalam hal apa?"
"Letupan sensasinya itu!"
Sengaja mulut kecil Niko diam sesaat, memperhatikan reaksi kecil yang terjadi di permukaan wajah cantik tersebut.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
57. Asmara Mumi Tua✓
МистикаSilahkan follow saya terlebih dulu. Serial Dewi Ular karya Tara Zagita 41 Heboh tentang munculnya kiamat di akhir tahun telah membuat siapa pun merasa penasaran, termasuk Niko yang sengaja menemui Kumala Dewi untuk menanyakan kebenaran ramalan para...