Delapan

32 7 0
                                    

"Alasan yang tepat bagaimana?" tanya Sandhi.

"Lebih baik bertindak daripada banyak bicara. Lebih baik melakukan tindakan penyelamatan secara diam-diam, daripada buang-buang energi mengeluarkan bantahan sebegitu banyaknya pendapat para ahli."

"Tuh, apa kataku tadi...!" ujar Buron berlagak sok hebat di depan Sandhi yang makin bersungut-sungut muak melihat lagaknya.

"Mungkin kalian belum sadari, issu itu punya dampak positif sendiri bagi perilaku dan kehidupan manusia. Lihat saja pada hari Minggu kemarin dan hari Minggu yang akan datang, banyak, tetangga kita yang rajin pergi ke Gereja, bukan? Banyak pula yang mengikuti sholat Jumat di Masjid, kan? Nah, itulah dampak positif dari issu tersebut. Mereka mulai berlomba-lomba berbuat kebaikan, mereka berambisi untuk bertobat, semua itu karena mereka merasa sudah dekat dengan hari kiamat yang dalam beberapa hari lagi akan mereka hadapi dengan amal baik mereka selama hidup di dunia ini."

"Tapi yang berbuat semakin nekat juga banyak!" bantah Sandhi. "Yang merasa belum pernah kaya selama hidupnya, sekarang nekat merampok karena ingin merasakan nikmatnya jadi orang kaya sebelum kiamat tiba. Yang merasa belum pernah kawin, eeh... menikah, juga ada yang nekat memperkosa anak orang, karena ikut nggak kebagian nikmatnya bercinta jika sampai kiamat tiba dia masih nganggur!"

Buron tertawa terkekeh-kekeh mendengar kata-kata Sandhi yang diucapkan dengan serius tapi justru menjadi lucu itu. Dewi Ular juga tertawa kecil, geli melihat mulut Sandhi yang sampai monyong 5 centimeter karena terlalu seriusnya.

Deru mesin mobil berhenti di depan rumah. Percakapan mereka pun berhenti. Buron dan Sandhi melongok ke depan, memperhatikan mobil yang berhenti agak merapat dengan pagar halaman depan. Sementara itu kumala Dewi justru tak mempedulikan siapa tamu yang merapatkan mobilnya di depan halaman rumah, karena Kumala harus bicara kepada Mak Bariah tentang stock sembako yang mulai harus dibelinya. Setelah mandi nanti, Kumala mau pergi ke supermarket untuk berbelanja sehari-hari.

"Kalau kamu mau ikut, ikut aja deh, Mak. Sekalian jalanjalan, santai sebentar, biar nggak sumpek di rumah terus."

"Saya tinggal di rumah saja deh, Non. Biar Non Mala sama Sandhi saja yang pergi, tapi si jin usil biar tunggu rumah."

"Kenapa nggak pergi bareng-bareng aja, Mak?" bujuk Kumala seperti bicara manja kepada orangtuanya sendiri. "Eh, nanti kita makan malam di mall deh, biar Mak Bariah nggak bosan menikmati santapan rumah terus. Oh, ya... katanya kamu kepingin baju hangat model bulu tebal? Nanti kita beli deh, Mak."

"Ah! itu sih kapan-kapan saja, Non. Itu kan bukan kebutuhan yang penting harus segera dimiliki."

"Kamu kalau diajak jalan-jalan sore kok nggak mau, kenapa sih?"

Mak Bariah nyengir malu menerima rengekan manja anak bidadari itu. Dengan suara pelan ia berkata, "Saya itu, Non... saya merasa sayang kalau harus ninggalin terusannya cerita telenovela di teve."

"Ya, ampuuuunn...!" Kumala berlagak, mendelik dengan terbeliak lucu.

Mak Bariah semakin malu. Merasa sudah lanjut usia tapi masih getol menyaksikan kisah roman dalam sebuah telenovela bersambung, memang sepertinya terkesan kurang pas untuk perempuan seusia Mak Bariah, apalagi statusnya hanya sebagai pelayan. Tapi agaknya Dewi Ular adalah gadis yang penuh pengertian dan mudah memaklumi kehendak hati orang lain.

Ia hanya angkat bahu, tanda merasa tak keberatan jika Mak Bariah nanti tidak ikut jalan-jalan ke mall yang baru diresmikan seminggu yang lalu, letaknya tidak seberapa jauh dari rumah dan bersuasana tak kalah dengan Melawai, Blok M.

Buron melintas dari garasi ke ruang makan. Ia sempat berkata kepada boss cantiknya sambil lewat. "Tamu tuh...!"

"Tamu siapa, Ron?"

"Nggak tahu. Aku belum pernah kenal," jawab Buron yang langsung menuju ke kamarnya lewat ruang tengah.

"Jangan usil lho, Ron!" seru Kumala mengingatkan, sebab Buron memang suka usil, 'ngerjain' tamu-tamu yang baru pertama kali datang berkunjung ke rumah itu dengan kesaktiannya yang bisa bikin tamu pingsan mendadak karena sangat ketakutan. Itulah sebabnya ia dijuluki sebagai jin usil oleh Mak Bariah.

Sandhi datang dari ruang depan, bertemu dengan Kumala di ruang tengah, ia berkata agak berbisik, "Ada pasien baru tuh!"

"Temui dulu. Temani dia, aku mandi sebentar!" Lalu, gadis bertubuh sintal dan sangat indah dalam busana senamnya itu segera masuk ke kamar tidur. Dia punya kamar mandi khusus di dalam kamar tidur itu.

Sandhi tampak berseri-seri menerima perintah tersebut, langkahnya pun buru-buru kembali ke teras, sebab sang tamu sudah dipersilakan duduk di teras sebelum ia lapor kepada Kumala tadi. Rupanya tamu itu adalah seorang wanita cantik berusia sekitar 30 tahun. Selain berpenampilan modis, ia juga tampak
eksklusif.

Sandhi berani meyakinkan bahwa perempuan berambut potongan shaggy yang memiliki bentuk tumbuh sangat sexy itu adalah perempuan kaya. Bukan saja dari jenis mobilnya yang satu merek dengan mobilnya Kumala, sama-sama BMW keluaran terbaru, juga dari perhiasan yang dikenakan pada awal petang itu telah membuatnya dapat, disimpulkan, sebagai wanita berkelas. Bibirnya yang sedikit tebal tapi sensual sekali telah mengundang minat bagi lawan jenisnya, seperti Sandhi.

Tatapan matanya yang memiliki bulu lentik dan kebeningan korneanya sempat menimbulkan debar-debar indah di hati Sandhi. Belum lagi aroma wanginya yang semerbak meresap ke seluruh darah lawan bicaranya, seolah-olah membangkitkan selera cinta Sandhi yang sudah lama tidak mendapat sentuhan hangat dari seorang wanita. Tak heran jika Sandhi mengumbar keramahan serta senyum keakraban untuk menarik simpati tamu berhidung mancung itu.

"Maaf saya harus memanggil Anda... Nyonya atau Nona atau Kak?"

"Voya," jawab wanita cantik itu. Suaranya agak besar, sedikit parau, tapi menurut Sandhi sangat enak didengar, karena suara seperti itu justru menghadirkan khayalan khayalan mesra dalam benaknya. Jenis suara agak besar dan sedikit parau seperti itu adalah suara galak-galak nakal, menurut Sandhi.

Pemuda berusia 25 tahun yang punya ketampanan sedang-sedang saja dengan kulit sawo matang itu semakin getol memancing percakapan supaya ia dapat mendengar jenis suara sang tamu lebih sering lagi.

****

57. Asmara Mumi Tua✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang