Tiga Belas

47 9 0
                                    

Meskipun keadaan Voya sudah pulih seperti sediakala, tapi ia masih harus selalu berhubungan dengan Kumala. Persoalan yang dihadapi sekarang bukan lagi tentang borok Mata Bangkai, tapi tentang si pemilik ludah mumi itu. Sebab dalam hal ini Kumala Dewi terang-terangan mendesak Voya agar menemukan orang tersebut dalam ingatannya.

"Cari terus dalam ingatanmu, siapa orang yang meludahi dadamu kala itu!" tegas Kumala walau tetap berkesan akrab.

"Cepat atau lambat, kita harus bisa menemukan orang itu, Voya."

"Bukankah sudah cukup dengan memulihkan keadaan dadaku? Apakah kau menaruh dendam kepada orang itu?"

"Ini bukan persoalan dendam. Bukan juga sekedar penghinaan terhadap dirimu. Sekarang aku baru ingat, bahwa kasusmu ini ternyata ada hubungannya dengan kasus-kasus lainnya, yaitu tentang surat berdarah yang sudah merenggut empat korban!"

"Surat setan itu maksudmu!" kata Voya sambil mengutip istilah yang sering dipakai di koran-koran mengenai 'surat setan' itu.

Mendengar kata-kata Kumala itu dahi Sandhi berkerut. Iabmerasa heran, mengapa persoalannya Voya ada hubungannya dengan kasus munculnya surat setan.

"Apa maksud Kumala berkata begitu, ya Ron?" bisik Sandhi kepada jelmaan Jm Layon.

Tapi karena Buron saat itu sedang sibuk ingin menelepon kekasihnya: Shayu, maka pertanyaan bisik-bisik, itu kurang mendapat respon baik dan membuat Sandhi menggerutu tak jelas sambil bersungut-sungut.

Buron cuek saja. Sebelum ia diberi tugas khusus oleh Kumala, ia merasa punya kebebasan bergerak dan bersikap. Kumala sengaja membiarkan Buron sibuk dengan urusan pribadinya bersama Shayu, janda kaya yang jatuh cinta sekali
kepada Buron.

Untuk saat ini Kumala memang belum melibatkan Buron, lantaran ia masih harus meneliti ulang apa yang telah ia temukan dalam renungannya. Jika nanti hasil analisa batinnya sudah dinyatakan positif oleh beberapa bukti dan alasan, maka Buron harus segera dilibatkan untuk menemukan si pemilik ludah mumi itu.

Sayang sekali selama dua malam sejak Voya dipulihkan keadaannya, janda cantik itu masih belum bisa menemukan ingatannya tentang wajah orang yang pernah meludahinya.

Bayangan orang tersebut sulit diingat. Setiap Voya mencoba memusatkan konsentrasinya pada adegan ketika ia diludahi, maka kepalanya menjadi sakit seperti ditusuk-tusuk jarum, dan ingatan dalam konsentrasinya menjadi simpang siur. Seolah-olah seribu wajah bertumpuk menjadi satu dalam benaknya, sehingga sulit dikenali satu persatu.

Repotnya lagi, masalah gangguan dalam kepalanya itu tidak dikatakan Dewi Ular. Voya merasa malu dan tak enak hati kalau untuk urusan kecil seperti itu harus mengadu kepada Kumala. Menurut penilaiannya sendiri, ia menjadi seperti anak kecil jika masalah sakit kepala dan kekacauan konsentrasinya harus diadukan kepada si anak bidadari itu.

"Di mana peristiwa itu terjadi? Kamu ingat?" pancing Sandhi ingin coba-coba membantu ingatan Voya.

"Aduh, tempatnya aja kok bisa sampai lupa sih?" Voya jengkel sendiri, memukul-mukul kepala sambil berdecak dan mendesah berulang-ulang.

"Apa alasan orang itu meludahimu, apakah juga nggak bisa diingat-ingat?"

"Dari kemarin aku belum berhasil menemukan alasan atau penyebab diriku diludahi oleh seseorang. Yang kuingat hanya... aku pernah diludahi oleh seseorang, sekitar satu bulan yang lalu. Entah siapa orangnya, di mana tempat kejadiannya, apa alasannya, bagaimana tindakanku selanjutnya... itu nggak bisa kujawab, Sandhi! Nggak bisa kuingat sampai detik ini! Gila kan namanya!"

Memang menjengkelkan kondisi seperti itu, tapi juga menggelikan. Sandhi sempat tertawa melihat Voya masih terus berusaha mengingat-ingat masalah itu sampai bibirnya dimonyong-monyongkan. Tapi di balik tawa Sandhi tersimpan
kecurigaan yang belum sempat disadari oleh Voya sendiri. Barangkali Kumala pun belum menyadarinya juga.

"Kita bicarakan kondisi otakmu kepada Kumala, supaya..."

"Ah, nggak usah! Masa persoalan kayak gini saja harus bilang-bilang padanya. Ntar diasangka aku perempuan berotak bebal!"

"Voy, kegagalanmu mengingat peristiwa itu secara lengkap bukan disebabkan karena otak bebal atau daya ingat yang lemah. Aku curiga, ada yang nggak beres dalam otakmu, terutama daya ingatmu."

"Kamu pikir aku udah jadi gila gara-gara borok Mata Bangkai kemarin, ya? Hmm, sorry... aku masih waras San!" Voya mencibir dan masih kelihatan ingin membanggakan diri, tak mau dianggap ber-IQ rendah.

Sandhi tak membantah, justru bersikap sabar karena Voya masih salah mengartikan kata-katanya tadi.

"Aku yakin, kamu perempuan berotak cerdas, Voya. Tapi... kalau komputer aja bisa error, apalagi otak manusia, Voy."

"Sialan! Kau pikir otakku lagi error, ya! Ngaca luh!" Voya jadi geli sendiri. Tak segan-segan tangannya memukul pundak Sandhi.

Senyum indah pun mekar di bibir Sandhi yang tidak sehitam bibir seorang perokok berat. Ia segera memahami karakter Voya yang tidak mau dianggap rendah oleh temannya, tapi juga tidak mengharapkan pujian muluk-muluk.

Diam-diam Sandhi pun mendekati Kumala Dewi setelah majikan cantiknya itu selesai mandi sore. Cuaca redup, tapi bukan karena mendung, melainkan karena senja makin tua.

Kumala sudah persiapkan diri untuk pergi menemui Pramuda. Ia ingin kenalkan Voya kepada Pramuda, karena Voya berminat untuk ikut ambil bagian dalam salah satu proyek yang akan ditangani perusahaannya Pramuda itu.

"Mal, tolong periksa kondisi otak Voya," bisik Sandhi. "Sepertinya dia mengalami keganjilan dalam otaknya tuh."

"Tumben perhatianmu sampai ke situ?" sindir Kumala seraya tersenyum geli.

Sandhi sedikit kikuk menutupi senyum tersipu-sipunya. "Sudahlah, pokoknya tolong kamu periksa sistem kerja otaknya. Soalnya aku curiga sekali terhadap ketidak mampuannya mengingat peristiwa ludah mumi itu."

"Kalau begitu nalurimu mulai tajam, San."

"Tajam bagaimana?"

"Cepat menemukan gangguan gaib dalam diri seseorang, meskipun masih bersifat kira-kira. Tapi itu sudah merupakan ketajaman naluri yang cukup bagus, San."

"Jadi kamu juga menemukan keganjilan dalam sistem kerja otak Voya?" suara Sandhi semakin pelan, karena mereka bicara di samping ruang makan, sementara Voya ada di ruang tengah.

"Itulah sebabnya aku nggak mau mendesak dia lagi untuk mengingat-ingat wajah orang yang meludahinya tempo hari. Tadi siang waktu kami bicara di ruang kerjaku, aku sempat meneropong, kondisi daya ingatnya, sempat ikut membantu
mencari wajah si pemilik ludah mumi dalam benaknya, dan... kutemukan penyebab ketidakmampuan Voya mengingat orang tersebut."

"Apa penyebabnya?" desak Sandhi.

"Seperti yang pernah dialami oleh teman kita; Gerry."

Sandhy segera ingat wajah tampan imut-imut polos milik pemuda bernama Angger atau Gerry. Pemuda itu pernah mengalami ketidakmampuan mengingat masa lalu, karena seluruh memory dalam otaknya dihapus, atau dicuri dengan
kekuatan gaib untuk disingkirkan di suatu tempat. Berkat bantuan Kumala, pemuda itu bisa memperoleh memory masa lalunya lagi, sehingga daya kerja otaknya pun menjadi normal, cerdas seperti semula.

"Tapi untuk kasus yang kali ini, kayaknya aku mulai kewalahan, San," bisik Kumala. "Memang nggak seluruh memory dalam otak Voya dicuri orang atau dihilangkan, hanya sebagian kecil dari file dalam ingatannya itu hilang. Tapi justru file tentang si pemilik ludah mumi itulah yang sengaja dihapus oleh pihak yang nggak ingin dikenang maupun diingat Voya. Hilangnya bagian itu membuat Voya nggak akan bisa mengingat-ingat lagi tentang ciri-ciri si pemilik ludah mumi."

"Tapi kok dia sampai nggak bisa ingat di mana peristiwa itu terjadi dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kasus tersebut?"

****

57. Asmara Mumi Tua✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang