Pramuda dan Voya dapat memahami maksud kepergian Kumala ke dermaga. Voya sendiri masih merasa asyik membicarakan program bisnisnya dengan Pramuda, sehingga ia belum kepingin segera pulang.
Maka, malam itu juga akhirnya Kumala meluncur ke dermaga dengan diantar oleh Kennu menggunakan Pajero merahnya pemuda itu. Pramuda, Sandhi dan Voya sempat mengantar kepergian Kumala sampai teras.
Pergi berduaan dengan pria tampan yang dilakukan Kumala merupakan pemandangan yang unik sendiri bagi Pramuda dan Sandhi, karena hal itu jarang dilakukan si anak Bidadari. Wajar jika mereka berdua ingin melihat ekspresi wajah Kumala pada saat meninggalkan mereka bersama seorang pemuda tampan yang baru beberapa menit dikenalnya.
Karena Pramuda dan Sandhi menghantar sampai teras, maka Voya pun ikut-ikutan ke teras, sekedar partisipasi saja.
"Ken, jangan macam-macam sama adikku, ya! Kalau macam-macam gue kutuk jadi kompor luh!" seru Pramuda menghamburkan candanya.
"Jadi deh," gumam Sandhi saat Pajero merah itu sudah menghilang dari pandangan mata mereka.
"Jadi apaan maksudmu?" tanya Pramuda, seraya melangkah masuk ke ruang tamu kembali.
"Pacaran deh mereka berdua. Kayaknya Kumala tertarik juga sama pemuda itu, Bang."
"Biar saja. Kumala kan jarang tertarik dengan cowok. Biar dia rasakan bagaimana sedihnya kalau sedang rindu sama cowok. Masa selama ini cuma cowok-cowok saja yang menaruh rindu tak terbalas padanya. Gantian dong. Biar majikanmu itu punya kenangan indah dan kenangan pahit tentang dunia cinta, San."
Sandhi tertawa sekedarnya. Tapi tawa itu tak membuat Voya ikut tersenyum. Voya justru berkerut dahi, diam, dan termenung kaku. Dia tampak sedang berpikir keras, sangat serius sikapnya. Tapi dari ekspresi wajahnya, tampaknya perempuan itu bukan sedang memikirkan pembicaraan bisnisnya tadi. Dia bukan sedang memikirkan dunia bisnis. Entah dunia mana yang sedang dipikirkan itu, yang jelas makin lama semakin membuatnya tampak tegang.
"Ada apa?" sebuah sapaan pelan didengarnya.
Ternyata bukan dari mulut Sandhi, melainkan dari mulut Pramuda. Ia
dipandangi oleh Pramuda dengan tatapan mata serius dan tajam, bukan bernada mesra. Ini menunjukkan keseriusan Pramuda untuk mengetahui apa yang membuat Voya menjadi tegang dan penuh kegelisahan batin."Aku... aku mulai menemukan ingatanku yang sempat hilang, beberapa waktu lamanya."
"Ingatan tentang apa?" tanya Pramuda lagi.
Voya justru tampak bingung, memandang Sandhi dan Pramuda berganti-gantian. Lalu raut wajahnya yang cantik mulai memancarkan perasaan takut. Tentu saja Pramuda dan Sandhi makin terheran-heran melihat Voya menjadi ketakutan begitu.
"Ada apa, Voya? Katakan, ada apa?" desak Pramuda, nada suaranya mulai terdengar tegang juga.
"San, antarkan aku pulang, yuk!" ia pun berkemas.
"Hei, kenapa kamu berubah begitu sih? Apa yang membuatmu jadi ketakutan begini, Voya?"
"Hmm, eeeehhh... entahlah. Aku sendiri nggak tahu, kenapa aku jadi serba bingung dan cemas sekali. Sebaiknya aku pulang saja deh. Mungkin kalau aku istirahat bisa normal kembali."
Akhirnya pria lajang berkumis tipis itu tak mau memaksa Voya lagi untuk mengatakan keanehan sikapnya. Sesuatu yang sudah bersifat aneh memang sulit dijelaskan kepada siapa pun dan sulit juga disusun kata-katanya. Memang lebih
baik Voya pulang dan beristirahat ketimbang semakin tegang menghadapi desakan Pramuda."Aku nggak usah ikut mengantarmu, ya. Biar Sandhi saja, oke!"
"Ya, ya... biar Sandhi saja," jawab Voya agak gugup dan terburu-buru.
Sandhi mengambil sepatunya yang tadi dilepas di ruang belakang. Saat itu Pramuda punya kesempatan mendekati Sandhi.
"San, nih uang buat beli bensin dan buat jajan kamu." Pramuda mengulurkan selembar lima puluh ribuan. Sandhi menerimanya dengan ucapan terima kasih secara singkat.
"San, kalau nanti di jalan dia lebih nggak beres lagi, kamu telepon aku, ya!"
"Ya. Bang. Saya sendiri juga heran, kok dia jadi kayak gitu sih Jangan-jangan perempuan itu memang nggak waras, ya Bang?"
"Hush! Jangan ngomong gitu, ntar kalau dia dengar bisa dirobek mulutmu. Pokoknya, awasi dia dan jaga baik-baik."
"Beres Bang. Pokoknya kalau perempuan mana pun sedang jadi incaran Bang Pram, saya pasti akan menjaganya hati-hati dan..."
"Bukan incaran kotor!" potong Pramuda seraya menjulekkan kepala Sandhi. "Aku memang mengincarnya, tapi untuk kepentingan bisnisku. Bukan buat selingkuh!"
Sandhi tertawa, lalu buru-buru menuju ke BMW kuning metalik yang menjadi kebanggaan Kumala Dewi itu. Voya datang ke rumah Kumala dengan diantar oleh sopirnya. Karena tahu akan pergi bersama Kumala, maka sang sopir disuruh pulang biar dia bisa satu mobil dengan gadis yang telah menyelamatkan dirinya dari borok Mata Bangkai itu.
Mau tak mau kalau mobil sudah pulang ke ramah, maka Sandhi harus bersedia mengantarkan pulang kapan saja Voya membutuhkannya. Bagi si sopir yang selalu tampil rapi dan paling keren di antara para sopir lainnya itu, mengantarkan pulang Voya adalah tugas yang sangat diharapkan. Paling tidak ia bisa ngobrol lebih pribadi lagi di dalam mobil yang hanya diisi oleh mereka berdua.
Sayangnya, malam itu Sandhi melihat situasi sangat tidak mengizinkan untuk melakukan obrolan pribadi dengan janda cantik dan sexy itu. Ketegangan dan kegelisahan hati Voya yang dibawanya dari rumah Pramuda masih mempengaruhi penampilan Voya, bahkan terasa lebih besar lagi. Desah dan decak sering terdengar dari mulut Voya. Selera bicaranya sangat berkurang, ia lebih banyak berpikir keras daripada bicara. Seolah-olah apa yang ingin dibicarakan harus dipikirkan masak-masak lebih dulu agar tidak menimbulkan kesalahpahaman kepada siapa pun.
"Kalau nggak dipancing ngomong terus-terusan, dia bakalan semakin hanyut dalam ketegangannya" pikir Sandhi. "Aku harus mengajaknya bicara secara terus-menerus, supaya perasaan takutnya makin berkurang. Kasihan sekali dia kalau sampai disiksa oleh ketegangan dan rasa takut tanpa sebabsebab yang jelas."
Mulanya memang hanya sepatah dua patah kata yang bisa dilakukan Voya untuk menjawab pertanyaan Sandhi. Tapi semakin sering Sandhi menanyakan apa saja, semakin lancar kembali ucapan-ucapan yang dilontarkan oleh si pemilik suara
agak parau itu.Di sela-sela kebisuan sepintas, tiba-tiba saja perempuan cantik itu menyentak keras sambil menggebrak dashboard di depannya.
Brrak....!
"Nah, ketemu sekarang!"
Tentu saja Sandhi terperanjat kaget dan buru-buru menatapnya dengan terheran-heran. Tapi waktu itu Voya justru memandangi Sandhi dengan kedua mata dilebarkan. Sandhi menjadi was-was dan ganti merasa takut oleh suatu kengerian yang tak jelas.
"Jangan memandangiku begitu, ah! Aku takut, Voy! Ntar mobilnya bisa nyelonong keluar jalur tol lho...!"
Voya segera menyadari sikapnya. Ia mulai menghembuskan napas panjang, mengerjapkan mata beberapa kali untuk mengurangi ketegangannya. Tapi irama helaan napasnya masih terlalu cepat dari batas normal.
"Sebenarnya kamu ini kenapa sih, Voy? Kok bikin takut orang saja!!"
****

KAMU SEDANG MEMBACA
57. Asmara Mumi Tua✓
ParanormalSilahkan follow saya terlebih dulu. Serial Dewi Ular karya Tara Zagita 41 Heboh tentang munculnya kiamat di akhir tahun telah membuat siapa pun merasa penasaran, termasuk Niko yang sengaja menemui Kumala Dewi untuk menanyakan kebenaran ramalan para...