Rambut merah panjangnya yang lebat dan bergelombang digerai, tampak halus dan lembut layaknya iklan film sampo, tidak dikuncir seperti kala aku berpapasan dengannya di pintu pub milik tunangannya Keira. Di bawah sinar cahaya matahari, aku dapat melihat dengan jelas wajahnya yang tirus dengan rahang tegas, serta kulit seputih dan semulus porselen. Mata! Mata adalah jendela seseorang untuk masuk ke dalam jiwanya. Dia memiliki mata hazel, bukan hijau. Suaranya terdengar lembut, seperti suara putri-putri di film Disney.
Oh, June Raven. Dia sangat sempurna.
Seharusnya aku tidak perlu meminta Keira untuk mengajaknya kemari karena kini sangat terlihat jelas perbedaan antara aku dan June.
Kami bertiga bertemu di salah satu restoran di Covent Garden untuk makan siang. Kupikir suasana akan canggung karena ini pertama kalinya aku bertemu dengan sosok mantan kekasih Andrew, tetapi June sepertinya mudah bergaul. Dia tidak menunggu Keira untuk mengenalkannya padaku.
"Aku June, sedang bertemu denganmu." Bibir merahnya menyunggingkan senyuman yang lebar tapi indah. Semua orang pasti jatuh cinta begitu melihatnya.
"Aku Zevania, senang bertemu denganmu juga." Aku tidak tahu mengapa aku menyebut namaku Zevania alih-alih Zeva seperti yang biasa kulakukan. Zevania adalah nama khusus yang digunakan Andrew untuk memanggilku. Bukan nama khusus lebih tepatnya, akan tetapi pria itu lebih suka untuk tidak menyingkat namaku.
Kuakui butuh usaha lebih untuk menyebut nama Zevania. Aku sendiri sebagai pemilik namanya terlalu malas dan lebih sering mengenalkan diriku sebagai Zeva.
Aku teringat hari ini belum mendengar seseorang memanggilku dengan Zevania.
"Aku sudah mendengar banyak tentangmu." June berkata lagi, langsung pada intinya padahal yang mengajaknya bicara adalah aku. "Dari Keira. Kalau aku juga masuk Islington pasti kita akan bertemu lebih awal," lanjutnya, yang membuatku menyimpulkan bahwa kami seumuran. Senyuman itu masih terukir indah pada wajah modelnya.
"Oh, ya?" Aku berusaha menjaga nada suaraku agar tampak tertarik padahal aku merasa tidak percaya diri membayangkan sosok June Raven berada dalam masa-masa sekolahku. "Bagaimana kalian bertemu?" Aku melirik Keira dan June yang duduk di hadapanku dengan ragu. "Kalian berdua," tambahku sebelum mereka salah tangkap maksud dari pertanyaanku.
Keira dan June saling tatap, aku paham arti tatapan itu. Mereka sedang menimbang siapa yang akan bicara dan menjawab pertanyaan basa-basi dariku. Keira membenarkan posisi duduknya; dia yang akan bercerita.
Aku siap mendengarkan.
Keira mengulang cerita awal mula pertemuannya dengan June. Persis seperti yang diberitahu tempo hari di pub. June sedikit memberi komentar seperti, "Iya." dan tertawa sedikit ketika mereka bernostalgia. Aku merasa seperti berada di sebuah acara reuni teman sekolah, bertemu dengan kawan lama yang berada di lingkaran pertemanan yang berbeda.
"Kau sendiri sedang apa kemari?" Bukan Keira, June yang bertanya. Dia memancing, padahal harusnya aku yang melakukan demikian.
"Liburan," jawabku singkat, aku mencoba membaca air wajah dua gadis di hadapanku yang tampak tidak puas mendengarnya. "Saudaraku sedang ada proyek film di London jadi aku sekalian ikut untuk berlibur."
"Saudaramu aktor?" tanya June.
"Bukan, location manager."
"Aku ingin sekali melihat proses pengambilan film."
Aku terdiam. Apakah June sedang memberiku kode untuk diajak bertemu Zevo? Mengapa tiba-tiba aku merasa tidak suka dengannya padahal sebelumnya aku merasa biasa saja, bahkan ketika aku tahu bahwa dia adalah mantannya Andrew.
KAMU SEDANG MEMBACA
Journal: The Lessons
Romance[BOOK #3 OF THE JOURNAL SERIES] London dan Zevania adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Seolah ada benang tak kasat mata yang mengikatnya selama 10 tahun terakhir, Zevania kembali menapakkan kakinya ke kota itu. Masih London yang sama, dengan...