Keputusanku untuk mengunjungi rumah Ryan adalah kesalahan pertama yang kubuat sepanjang empat hari terakhir bersama Zevania. Kunjungan itu bukan berarti gagal atau terjadi sesuatu yang buruk di sana, hanya saja mulut manusia penghuni rumah itu terkadang tidak memiliki saringan. Bisa-bisanya dia menempatkanku pada situasi yang paling canggung dengan cara mengungkit topik pembicaraan perihal anak padahal aku dan Zevania tidak memiliki hubungan apa pun. Rasa bersalah langsung menghujamiku kala Zevania memisahkan diri ke toilet untuk beberapa saat. Semua juga sadar itu hanya alibinya untuk menghindari suasana super canggung ini.
"Dia menginap di rumahmu?" Ryan masih saja tidak bisa membaca situasi. Aku menendang kakinya dari bawah meja. "Kenapa kau galak hari ini?"
"Kenapa kau tidak bisa baca suasana?" Mikayla akhirnya buka suara, dia juga sama menyadari perubahan kondisi hati Zevania.
"Kenapa kalian jadi marah padaku?" Ryan membelalakkan matanya. Mikayla menyuruhnya untuk memelankan suaranya.
Aku pun menceritakan kepada mereka cerita pertemuanku dengan Zevania dari sudut pandangku. Termasuk memberitahu mereka bahwa aku dan Zevania sama sekali tidak memiliki hubungan lebih dari sekadar teman. Aku juga belum tahu apakah dia sudah memiliki pasangan di Indonesia atau belum. Kami belum membahasnya.
"Ini yang paling aku tidak sukai darimu, Andrew." Mikayla mengarahkan garpu padaku. "Kau itu lambat. Coba saja kau lebih berinisiatif dari dulu, mungkin kejadiannya berbeda dari sekarang. Dia mungkin kemari bukan hanya karena rindu pada London, tapi juga padamu."
"Jelas-jelas dia hanya merindukan London. Dia bahkan tidak memiliki rencana untuk mencari keberadaanku di sini." Aku membela diri.
"Kau sudah bertanya padanya tentang itu?" Mikayla membalas. Aku terdiam karena tidak bisa menjawab. "Lihat? Temanmu ini tidak berubah dari dulu." Pisau dari pegangan Mikayla bergerak dariku ke arah Ryan. "Kenapa kau belum bertanya tentang hubungannya?" Dia kembali bertanya padaku.
"Aku tidak ingin merusak harinya."
"Atau kau yang takut untuk mendengar fakta bahwa ada kemungkinan dia telah memiliki pasangan." Mikayla benar-benar seram sekarang, seperti seorang ibu yang marah pada anaknya. Dia terlalu memainkan perannya sebagai ibu angkatku dengan serius. "Sekarang kau menghabiskan hari-hari bersamanya hingga perasaanmu yang dulu muncul kembali. Kalau ternyata dia sudah memiliki pacar—atau yang lebih buruknya suami—apa yang akan kau lakukan?"
Sekali lagi aku terdiam. Sejujurnya itulah fakta yang membuatku enggan untuk bertanya. Selama ini kami hanya membahas tentang London dan London, tidak pernah membahas tentang kami berdua. Tentang kelanjutan kisah kami berdua. Bahkan Zevania tidak sekali pun mengungkit tentang jurnal yang kuselipkan pada kopernya. Dia pasti sudah membacanya. Benar kan? Dan, kalau sudah, seharusnya dia sudah tahu bahwa aku menyukainya.
"Saranku jangan banyak diam, Andrew," kata Mikayla. "Atau kau akan kehilangan dia lagi untuk kedua kalinya."
Obrolan kami terhenti sampai di situ karena Danny dan Harry sudah rewel, mengingat telah memasuki jam tidurnya. Ryan dan Mikayla membawa mereka ke kamarnya dan menyuruhku menunggu sebentar di ruang makan. Zevania kembali setelahnya, memandang meja yang sudah kosong, lalu menatapku. "Mereka sedang meninabobokan Danny dan Harry," aku memberitahunya seolah tau arti dari tatapan itu.
Mulut Zevania membuat bentuk "Oh" tanpa suara. Lalu dia membereskan meja makan, menumpuk beberapa piringnya. Aku merutuk diri sendiri dan ikut membawa piring kosong ke dapur. Aku membantu Zevania menyusun alat makan dan masak ke dalam dishwasher. Tidak lama kemudian, tiba-tiba Zevania berhenti dan dia menundukkan kepalanya memandangi mesin cuci ini.
"Biar aku saja. Hobiku cuci piring." Aku mengambil garpu yang tadi dipegang Zevania, lalu menyusunnya dalam dishwasher dengan rapi.
Setelah itu baru dia tertawa dan mendongakkan wajahnya. "Hobimu mencuci piring? Jangan berbohong."
KAMU SEDANG MEMBACA
Journal: The Lessons
Romance[BOOK #3 OF THE JOURNAL SERIES] London dan Zevania adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Seolah ada benang tak kasat mata yang mengikatnya selama 10 tahun terakhir, Zevania kembali menapakkan kakinya ke kota itu. Masih London yang sama, dengan...