Semakin ke sini, tingkah laku dan ucapan Andrew semakin tidak masuk akal—dalam artian yang baik—dan selalu berhasil membuatku melambung tinggi ke udara. Sulit rasanya percaya bahwa lelaki yang kutaksir pada zaman sekolah juga menyukaiku. Aku tidak habis pikir begitu mendengar bahwa Andrew mencampakkan pacarnya karena masih belum bisa melupakanku. Dia juga masih lanjut menulis jurnal.
Sedangkan aku? Sudah melupakan jurnal dan lebih parahnya, aku hampir menikah dengan pria lain. Sebenarnya aku juga tidak bisa melupakan Andrew, tapi aku harus berpikir logis bahwa probabilitas menjalin hubungan bersama Andrew adalah nyaris nihil. Aku tidak tahu keberadaannya, tidak tahu jika dia sudah atau belum memiliki pasangan, tidak tahu bahwa dia juga masih menyukaiku. Tuntutan keluarga untuk segera menikah, ditambah latar belakang mantan sialanku itu yang bisa dibilang sempurna. Usia matang, berpendidikan, dan mapan. "Oh, beruntung sekali Nia dapat calon suami yang sempurna!" Rupanya pria bajingan itu justru berselingkuh ketika kami sudah selangkah lagi melangsukan pernikahan. Akibatnya, aku harus menanggung sakit hati dan malu di depan keluarga besar dan kerabat. Namun, setelah dipikir-pikir, yang harusnya malu adalah si brengsek itu sebab semua orang tahu dia gagal nikah karena berselingkuh, sedangkan aku menang karena berhasil terhindar dari pernikahan dengan tukang selingkuh. Gagal nikah bukan masalah bagiku. Lebih baik ketahuan dari sekarang daripada nanti sudah berumahtangga. Sekarang aku adalah wanita independen yang sedang liburan di London, menikmati hasil dari jerih payahku sendiri.
Dan barangkali pulang ke Indonesia membawa oleh-oleh yaitu pria Inggris, yang pastinya mengejutkan keluargaku terutama Mama.
Tapi ... memangnya Andrew akan ikut ke Indonesia denganku? Kami belum membahasnya. Tidak ada obrolan mengenai ini pasca malam kala dia menyerahkan jurnal keduanya yang berisi perjalanan hidup seorang Andrew Stanley selama 10 tahun terakhir tanpa kehadiranku.
Selain itu ... aku juga masih takut untuk memulai hubungan baru. Meski Andrew tidak asing sama sekali, tapi aku masih butuh waktu untuk mengenalnya lebih dalam. Aku tidak mau menjalin hubungan romantis hanya untuk main-main dan aku masih belum yakin apa kemauan Andrew atau pandangannya mengenai hubungan ini. Kami memiliki terlalu banyak perbedaan. Andrew memiliki kehidupannya di Inggris dan aku juga memiliki kehidupanku sendiri di Indonesia. Salah satu dari kami harus berkorban lebih agar dapat bersama. Meski dalam hati aku tidak keberatan sama sekali untuk melepaskan kehidupanku di Indonesia, tapi aku masih memiliki pekerjaan dan tanggung jawab yang tidak bisa kutinggalkan begitu saja.
Perihal hubunganku dengan Andrew, kami memang belum membahasnya, tapi yang pasti kami berdua tahu bahwa kami memiliki perasaan yang sama. Aku juga telah memberitahu Andrew tentang kerisauan hatiku dan dia tidak keberatan untuk menunggu. Kami hanya perlu mengambil langkah-langkah kecil namun berarti. Kami sudah melangkah sejauh ini dan tidak ada pikiran untuk mundur. Andrew sudah mengenalkanku pada keluarga besarnya dan cepat atau lambat, aku juga harus mengenalkan Andrew pada keluargaku. Untuk saat ini hanya Zevo yang mengenalnya dan responnya baik. Kuharap Mama dan yang lainnya juga akan menyambut Andrew sehangat keluarganya menyambutku.
Tadi pagi setelah bangun tidur, aku langsung menelepon Mama untuk pertama kalinya sejak ketibaanku di London. Sebelumnya hampir setiap hari aku bertukar pesan dengan Mama. Aku lebih suka berkomunikasi melalui pesan, bukan telepon, kecuali ada hal penting. Dan ya, Mama tahu aku meneleponnya karena ada hal yang penting untuk disampaikan. Hal penting tersebut adalah resep memasak nasi goreng karena Nan menantangku kemampuan memasakku. Mama bertanya alasan aku bertanya dan aku kalang kabut mencari alasannya. Tidak mungkin aku berkata jujur bahwa saat ini aku ada di Manchester, menginap di rumah keluarga seorang pria Inggris. Mama bisa terkena serangan jantung mendengarnya karena tidak mengenal Andrew. Sepertinya Zevo juga belum memberitahu apa pun perihal ini kepada Mama. Pertama, ini urusanku dan dia pasti menyerahkan padaku. Kedua, dia sibuk bekerja. Kepalaku berputar untuk memikirkan alasan tanpa berbohong, tapi juga tidak mengejutkan Mama. Jadi aku bilang bahwa aku akan memasak untuk keluarga teman sekolahku dulu. Untungnya Mama tidak bertanya nama temannya jadi aku tidak perlu memberitahu secara detail. Ada perasaan bersalah yang menggelayuti hatiku, tapi aku tidak bisa berkata jujur pada Mama. Setidaknya untuk saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Journal: The Lessons
Romance[BOOK #3 OF THE JOURNAL SERIES] London dan Zevania adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Seolah ada benang tak kasat mata yang mengikatnya selama 10 tahun terakhir, Zevania kembali menapakkan kakinya ke kota itu. Masih London yang sama, dengan...