CHAPTER: tan 45°+√(81)−2

4.5K 398 19
                                    

WARNING⚠

"Tandain kalau ada typo. Karena sesungguhnya manusia tidak luput dari kesalahan, begitupun dengan saya."

Ada sedikit perubahan dari segi alur juga ending.
Dan bagi kalian yang sudah membaca cerita ini mohon jangan spoiler!
~bagian ini telah direvisi

°°HAPPY READING°°

"Setiap manusia punya lukannya masing-masing. Cuma berbeda cara menyikapinya, ada yang diperlihatkan terang-terangan, ada juga yang disamarkan lewat tawa."

...............................

Cowok itu berlari menyusuri lorong Rumah Sakit, jerit tangis menambah kadar ke-khawatirannya. Regan mengepalkan kedua tangan, lalu membuka kasar pintu UGD.

Napasnya memburu dengan wajah menegang dan urat-urat mengetat disekitar leher.

Pandangannya jatuh pada sosok Rianka yang terbaring lemah menggunakan alat bantu pernapasan. Regan mengusap jemari lentik itu dan beberapa luka lebam di tubuh gadis kecil kesayangannya.

"Papa?"

"Maaf, Den," kata Bi Imas penuh sesal.

Regan ingin memaki Papanya, selama ini ia selalu menurut apa yang diperintahkan kedua orangtuanya dengan harapan mereka bisa merubah sikap pada Rianka.

"Mereka gak ada puasnya siksa Rianka, apa belum cukup gue jadi bonekanya?" kata Regan lirih.

Genggaman tangannya mengerat menahan sesak dan air di pelupuk mata.

"Apa yang Papa lakuin kali ini?"

Bi Imas menatap Regan takut. Ia menundukkan kepala tatkala Regan menyorotnya tajam.

"A-anu Den," kata Bi Imas tergagap.

Regan menaikan satu alisnya menunggu kelanjutan lawan bicaranya bicara.

"Tadi pas Non Rianka kambuh asmanya dia minta tolong sama Tuan buat dibeliin obat, dan tuan marah karena Non Rianka terus ngerengek dan ganggu Tuan lagi kerja."

Regan terperangah rasanya ia ingin berdecih di depan wajah pria biadab itu yang sayangnya ayahnya sendiri. Ia menatap Bi Imas menyuruh melanjutkan penjelasannya.

"T-terus Non Rianka di kurung sama tuan di kamar mandi," jelas Bi Imas takut-takut, wanita paruh baya itu menggelengkan kepala menyangkal bahwa ia tidak menyembunyikam sesuatu. "Saya gak tau, Den, saya berani bersumpah gak sembunyiin sesuatu."

"Mama?" tanya Regan dengan suara tercekat.

"Beliau pergi arisan, Den."

Bi Imas tahu, Tuan Mudanya sedang menahan tangis terbukti dari punggungnya yang bergetar sambil terus menggenggam tangan Rianka.

"Ri, cepet sembuh. Abang sakit liat kamu kayak gini." Regan memandang lekat wajah pucat di depannya dan mengecup kilat dahi sang adik.

"Bi, jagain bentar aku mau pergi."

Regan mengendarai mobil seperti kesetanan, melajukan dengan kecepatan tinggi, liuk sana liuk sini tanpa memedulikan umpatan pengendara lain. Beberapa penjaga di depan rumah menunduk takut menatap Regan yang penuh kilatan amarah. Mereka diam, mereka aman. Pikirnya.

Pintu besar berdesain elegan itu dibuka secara kasar menghasilkan dentuman sangat keras. Rino--papanya mendelik tajam, tapi ketika mata mereka bersitatap, Rino melunak dan tersenyum ramah.

12 IPA 3 (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang