Setelah menyapa sejenak, ia dengan terpaksa harus segera menyudahinya, dan secepatnya harus pergi, sebelum Kiya kembali tersadar dan sigap mengenalinya. Raka pergi menjauh dan pulang ke rumah, sesampainya Raka di rumah, tanpa sadar air mata membanjiri wajahnya, air mata yang terus berlinang membuat matanya sembab, dan hidung yang begitu merah.
Dalam senggukannya ia memenangkan diri, sembari menepuk dadanya, ia menguatkan dirinya “Its oke Raka Aditya Mumtaz.”
Setelah pertemuan yang singkat, Raka berpikir rindunya telah hilang, hati nya lega namun ternyata salah, pertemuan ini membuat dirinya semakin sakit dan menambah rindu yang semakin makin menggebu. Hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk segera kembali untuk melanjutkan studinya. Sebelum ia kembali tak terkontrol dan bergerak lebih jauh lagi.
“Tapi syukurlah, Kiya tak apa apa, semoga saja dia tetap tak mengenaliku. Sekarang harus cepet berbenah, ngalihin diri buat studi lagi. Wahai diri mohon berdamai.”
Rak berbenah dan beberes, dan ingin pergi hari itu juga akan tetapi hujan turun, Raka harus berhenti sejenak menunggu hujan reda. Seakan langit menahannya pergi, begitupun dengan Kiya.
Setelah mendengar opini dari Sarah, ia berpikir panjang ia kembali mengingat ingat kembali kejadian itu, hatinya berkata itu bisa saja Raka, akan tetapi Kiya juga berlogika, mana mungkin Raka kembali, mana mungkin Raka berpenampilan seperti itu, dan Raka itu mempunyai bau khas.
“Bener Raka bukan ya... Kenapa aku gak liat bener bener orang itu... Misal aku lihat dengan bener aku pasti udah tau itu siapa, tapi aku malah fokus sama tulisanku... Kiya Kiya...”
Kiya menyesal karena kurang memerhatikan orang yang berbicara padanya, sembari mengacak acak rambutnya, akhirnya dia pergi menuju taman itu, dan mencari orang itu.
“Moga aja aku ketemu dia lagi, coba aku cari ke sana deh.”
Kiya mencari di seluruh taman, hujan pun turun dan mengharuskan nya untuk berteduh, ia berteduh di depan pagar sebuah rumah di dekat taman. “Dingin ya,, gua gak mau main hujan. Tunggu hujan reda baru pulang, Rumah ini kek nya gak berpenghuni, sepi banget, tanpa ada suara kehidupan.”
“Hujan kapan reda?? Gua harus pergi hari ini juga, sebelum keberadaan ku terungkap,” ucap Raka sembari merapikan gorden rumahnya. Tiba tiba ia di kejutkan dengan seseorang yang berdiri di depan rumahnya, nampak tak asing, ia menunggu hujan reda sama seperti Raka, “Itu Kiya?? Ngapain Kiya kesini jangan jangan dia penasaran sama kejadian tadi.”
Setelah mengetahui itu, Raka membuat rumah itu benar benar seperti rumah kosong tak berpenghuni, ia bergerak pelan dan menunggu hujan reda dengan membaca buku, dan itu cukup membuat suasana rumah yang menjadi sangatlah hening, seakan tak berpenghuni.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lintas Kenangan
RandomKisah para Penyintas waktu yang tengah berusaha berdamai dengan masa lalu. Berbagai kenangan yang melintas tak jarang menjadi penyakit maupun obat Begitulah masa lalu... Indah menjadi obat, menyakitkan menjadi penyakit. Trauma yang mendalam dan keta...