Ada suatu masa dimana kita memang hanya butuh pendengar bukan penasehat. Dan pendengar terbaikku adalah kamu.
Hati yang terluka memang sembuh akan tetapi luka tetaplah luka yang meninggalkan bekas. Ada kalanya aku hanya ingin didengar dipeluk dan biarkan aku mencurahkan kesedihanku membuka bendungan air mataku. Sembari menutup kembali luka dan menerbitkan senyuman baru. Kenangan lama memang indah tapi saat ini jauh lebih berwarna. Disaat ini aku kembali merasakan masa itu. Terimakasih Sarah.
Jangan biarkan dirimu terjatuh sendirian bawalah aku, maka aku akan selalu mengulurkan tanganku untukmu. Ketika kau bangkit, duniaku pun kembali berwarna. Bersamamu ku belajar banyak tentang kehidupan, kau membawaku memyelami arti makna kehidupan. Tetaplah tersenyum Kiya, dan jangan biarkan dunia merenggut senyumanmu.
"Sarah, kan kita gak jadi healing nih pagi, gimana kalo healing kita sore ini." ucap Kiya dengan semangat. "Oke, siap Bu Bos," jawab Sarah serentak.
Pagi yang indah dan sedikit suntuk harus diakhiri dengan sore yang penuh relaksasi. Maka, Sarah dan Kita pun pergi ke sebuah Caffe yang berpemandangan pantai nan indah.
"Kiya, senja itu memang tak pernah gagal untuk merelaksasi hati para penikmatnya." ujar Sarah.
"Tapi sayang nya senja hanya sekejap lalu menghilang," balas Kiya dengan spontan
"Akan tetapi keindahan senja yang tak ada bandingannya, Bersyukur kita masih bisa menjadi penikmatnya," tutur Sarah yang membuat Kiya tertunduk.
Mereka berjalan menyusuri tepi pantai yang indah nan damai itu sembari bermain dengan ombak ombak kecil dan diringi hawa bahagia. Hawa bahagia yang tersebar pun semakin menambah keakraban serta meruntuhkan dinding ego dan perselisihan diantara mereka.
Perbedaan opini, terbentuknya dinding ego dan tetciptanya perselisihan memang wajar akan tetapi bagaimana kita menghadapinya. Demi mempertahankan sebuah hubungan.
"Kamu mungkin menemukan teman dimana mana tapi tidak untuk sahabat."
Senja menghilang dan langit menggelap dan datanglah malam. Kiya dan Sarah memutuskan untuk makan malam di caffe itu dan menikmati angin malam diiringi bau lautan yang tak tergantikan.
"Suasana pantai memang sangat menyenangkan, inilah relaksasi yang sesungguhnya, aku teringat kita dulu aku dan kamu yang pergi ke pantai hanya menguburkan diri untuk menenangkan hati, dan sekarang pun masih sama pantai masih tetap menjadi obat penenang yang tak tertandingi," ucap Sarah. Mendengar itu Kiya hanya menganggukan kepalanya sembari menyantap seduhan coklat panas.
Malam semakin larut dan mereka pulang ke rumah. "Good Night Sarah!" "Have a nice dream Kiya." Pagi menyingsing satu persatu pun bangun. Sarah menyiram tanaman dan Kiya memasak dan mereka melakukan itu dengan penuh senyuman. Karena senyuman di pagi hari akan memenuhi sepanjang hari itu. Oleh karena itulah mereka selalu mengawali hari mereka dengan senyuman.
"Good morning Kiya." "Good morning, Sarah. Sarapan sudah siap." Diatas meja makan tetersaji roti panggang, susu, dan buah. Mereka terlihat sangat menikmati momen sarapan mereka. Makanan memang boleh sederhana akan tetapi momen tetap harus bebermaknabermKiya hari ini kamu mau ngapain?"
"Entahlah, mungkin beres beres rumah dan baca buku juga nuntasin tugas kantor."
"Okelah berarti hari ini kita dirumah ya."
"Emang kamu gak ada kerjaan, Sar?"
"Ada kok buat proposal untuk ide tim kita selanjutnya."
"Gimana tesis kamu, Sar?"
"Aku dah ajuin judul siiii, semoga keterima yaa.. Oiya Kiya kamu udah nemu judul belum?"
"Belum Sar. Gimana kalo Mengobati jiwa dengan berdamai dengan masa lalu?" tanya Kiya dengan mata berbinar binar
"Aku si setuju banget cuman sedikit di modifikasi judulnya."
"Siap Bu Bos
Sarah adalah penyabar nan penyayang. Ia sangat ringan tangan untuk membantu tak heran jika ia sering menjadi relawan. Pernah suatu ketika gempa di Lombok ia ikut serta ambil peran. Sarah memang sesorang yang kebaikan hatinya tak diragukan lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lintas Kenangan
AléatoireKisah para Penyintas waktu yang tengah berusaha berdamai dengan masa lalu. Berbagai kenangan yang melintas tak jarang menjadi penyakit maupun obat Begitulah masa lalu... Indah menjadi obat, menyakitkan menjadi penyakit. Trauma yang mendalam dan keta...