Kehilangan 2

7 1 4
                                    

Mereka beberes setelah makan, hari kian sore mengharuskan mereka untuk pulang. Sarah dan Raka pulang ke rumah masing-masing. Ditengah perjalanan, Raka merasa ada yang tertinggal, ia kembali mengecek barang barangnya, rupanya ia meninggalkan kunci rumahnya. Ia kembali menuju rumah Kiya.

Kiya masih saja duduk di bawah pohon mangga, ia termenung dan melamun, kesepian yang terus menerus tiap hari, dan beratnya hidup sendiri sejak masuk SMA tak sadar membuat air matanya jatuh, ia menangis tersedu.

Kiya merindukan kehangatan keluarganya dulu, ia kembali mengingat kejadian itu, dimana keadaan merenggut keluarganya.

Hari itu hujan deras dan jalanan licin, hujan turun sejak pagi tak kunjung reda hingga menjelang sore. Kiya dan Sarah bergegas pulang selepas dari sekolah, bunda Kiya berpesan pada Kiya untuk menunggu jemputan saja, dikarenakan hujan deras, Bunda juga memerintahkan Kiya untuk mengajak Sarah, Ayah Sarah pergi keluar kota untuk sebuah tugas, sehingga Sarah harus ikut Kiya pulang ke rumhanya. “Sar, ayah kamu ada kerjaan kan?”

“Iya, kok kamu tau?”

“Bunda tadi pagi kasih tau aku, bunda tau dari ayah.”

“Oh..”

“Kata bunda kamu pulang bareng aku,” ucap Kiya dengan senyum simpul, menandakan ia senang karena hari ini Sarah akan menginap di rumahnya. Kiya dan Sarah menunggu di depan halte dekat sekolah.

Nampak lalulintas sedang tak baik baik saja, air menggenang dimana mana dan derasnya hujan membuat pandangan sedikit kabur.

Kiya dan Sarah menunggu jemputan dengan sabar, datanglah Raka ikut bergabung dengan mereka. Raka juga harus menunggu jemputan, ibu Raka juga tak membolehkan dirinya pulang di tengah hujan deras sendiri. Tak lama kemudian ibu Raka menjemputnya, Raka pun pulang.

Bunda Kiya bersiap menjemput Kiya dan Sarah, Ayah Kiya melihatnya bersiap bertanya, “Mau kemana bun?”

“Ini mau jemput Kiya, tadi pagi bunda udah bilang ke kakak, kalo harus tunggu jemputan, kasian masak hujan hujan pulang sendiri sih.”

“Yaudah sini bun, ayah anterin.”

“Adek mana yah? Adek Tasya, sini nak.”

“Iya bunda, ada apa?”

“Adek, bunda sama ayah mau pergi jemput Kak Kiya dan Kak Sarah.”

“Kak Sarah?” Tasya memotong perkataan bunda.

“Iya, kak Sarah hari ini mau nginap di rumah kita.”

“Yeeee...”

“Jadi adek mau ikut jemput Kakak gak?”

“Iya bunda, adek mau sambut kak Sarah.”

“Yaudah siap siap ya... Bunda tunggu di luar.”

Ayah bunda dan Tasya pergi menjemput mereka bersama sama, Tasya duduk di depan dengan sengaja, ia ingin melihat jalan. “Yah, itu Kak Kiya dan Kak Sarah di halte depan. Ayo cepet yah..”

“Sabar , dek. Lampu merah ini.”

Hari menjadi gelap dengan cepat, hingga lampu sorot menyoroti mereka, terlihat di ujung sebrang jalan mobil keluarga Kiya yang mau menjemput mereka. Mereka pun melambai lambaikan tangan, Tasya juga yang didalam mobil melihat mereka juga ikut melambai, Bunda yang melihat juga ikut senang.

Tiba tiba dari arah kiri, mobil truk barang datang dengan kecepatan tinggi, sepertinya ada masalah pada remnya, sehingga ia menerobos lampu merah dan seketika menabrak mobil keluarga Kiya. Kecelakaan terjadi di depan mata Kiya. Kiya terjatuh dan syok melihat apa yang terjadi. Sarah pun juga tangis yang tak tertahan dan kesedihan yang mendalam menghampiri mereka. Sarah memeluk Kiya mencegahnya untuk mendekati mobil, ia tak tega Kiya harus menyaksikan keluarganya berlumuran darah. Kiya semakin menangis dalam...

---

Orang orang segera berkumpul dan menghubungi ambulan, Sarah memeluk Kiya erat, hati Kiya tergores dan terluka cukup dalam, hatinya ingin sekali berlari menghampiri mereka, akan tetapi kaki sudah lemas. Panah panah kesedihan terus menerus menusuk hati lembut Kiya. Kiya berusaha sekuat tenaga ia melepaskan pelukan dan genggaman Sarah, dan berlari.

“Kiya...” Kiya berlari dengan badan yang tak terkontrol dan sempoyongan, syok dan segala kesedihan bercampur aduk, seakan ia kehilangan seluruh dunianya, Sarah melihat Kiya semakin terpukul, ia juga tak menyangka kejadian ini, Sarah ikut berlari dan air mata pun tak terlihat dan menyatu dengan hujan. Seakan akan langit juga mengerti apa yang terjadi.

Kiya berusaha menerobos kerumunan orang orang, takdir memang tak mengijinkan Kiya untuk melihat bagaimana luka luka keluarganya, takdir seakan berkata “Jika kamu melihat ini, kamu akan selalu mengingat ini seumur hidup, dan itu akan menjadi kenangan terburuk dalam hidupmu.”

Kiya hanya bisa menangis dan memukul mukul dadanya untuk menguatkan diri, dan berpikir positif. Sarah berusaha menahan tangisannya, karena tak ingin air matanya juga menambah kesedihan Kiya. Sarah terus menerus menahan dan membendung, tangannya yang tak lepas dari Kiya, ia memeluknya dan menepuk nepuk punggungnya. Tak lama kemudian ambulan datang dan membawa keluarga Kiya menuju rumah sakit. Sedangkan Kiya dan Sarah diantar Ibu Guru menuju rumah sakit menggunakan kendaraannya. Sarah berusaha menghubungi Ayah beberapa kali akan tetapi sinyal yang buruk dikarenakan hujan dan sedikit badai, menambah situasi semakin tak karuan.

Lorong UGD yang awalnya kondusif, berubah menjadi sibuk dan penuh tekanan, keluarga Kiya semua datang dalam keadaan kritis, dan dengan kondisi yang sangat parah dan tak sadarkan diri. Cedera di sekujur tubuh mereka. Kiya hanya bisa menunggu di luar dan menangis terisak isak.

Para dokter berupaya maksimal untuk menyelamatkan nyawa nyawa korban. Namun, naas Ayah dan bunda Kiya tak tertolong.

Kiya hanya bisa termenung dan melamun, ia menangis dalam diam, Sarah hanya bisa memeluk dan menepuk nepuk punggung Kiya, ia tak berbuat apa apa, kini hati nya benar benar hancur. Sarah sudah mencoba berkali kali untuk menghubungi Ayah, tapi sama saja. Sehingga ia memutuskan untuk kembali mencoba setelah ke tiga puluh kalinya ia mencoba. Dan berdering, Ayah mengangkat telepon Sarah, dan Sarah memberitahu semuanya yang terjadi. Ayah Sarah segera membatalkan semua jadwal dan memilih pulang.

Hanya tersisa Tasya yang kini berada di dalam ruang ICU yang dingin. Kiya yang hanya bisa memandang dari luar jendela, doa yang terus dilangitkan, dan harapan akan kesadaran adiknya terus menerus ia utarakan. Para medis yang kini tengah beristirahat setelah berjuang menyelamatkan keluarga Kiya. Tanda vital Tasya yang semakin membaik. Kiya berharap bisa berbincang dan bermain kembali bersama Tasya.

Lintas KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang