Raka

5 1 5
                                    

"Ini beneran Raka, kan??"

"Iya, Ki. Aku Raka Aditya." Tangan Raka menggenggam tangan Kiya, dan mereka saling menatap. Kiya hanya terdiam, ia tidak bisa menggambarkan bagaimana perasaannya sekarang.

"Aku gak akan tanya apa alasan kamu selama ini. Aku hanya bersyukur bisa bertemu sama kamu lagi. Angin itu kembali. Kini sejuknya menyapa hatiku, sepoi yang selama ini kurindukan kini kursakan kembali, aku tau kamu pasti kembali, Ka."

"Maaf, Ki selama ini aku pergi tanpa pamit dan hilang kabar begitu saja. Ada sesuatu yang mengharuskan aku pergi dan menghilang."

"Udah, udah. Sekarang kamu ngapain disini, Raka? Jangan jangan lu mau pergi ke Amerika lagi?"

"Tadinya sih iya, tapi tiba tiba ibu chat dan ibu bilang cuaca disana lagi gak bersahabat, jadi mungkin nunggu cuaca stabil."

"Sejak kapan kamu di Indo?"

"Hah? Aku di Indo belum lama kok," Raka menjeda ia tak ingin penyamarannya waktu itu terungkap, "Kalo kamu Kiya ngapain di bandara?"

"Oh, aku tadi anter ayah bareng Sarah."

"Sarah?"

"Iya, tapi dia sekarang dia lagi ambil barang ayah yang ketinggalan."

"Ini udah malem, kamu gak pulang?"

"Ini, aku mau pulang."

"Yaudah, sama aku aja."

Raka mengantarkan Kiya pulang, dalam perjalanan suasana sangat hening, mereka masih sangat canggung. Dahulu yang selalu ramai dan berceloteh di jalan kini bungkam.

Pesan masuk:

Dari Sarah

"Ki, kamu dimana? Udah pulang belom?"

"Iya, Sar, aku lagi di jalan."

"Aku baru sampai bandara, kamu nyampe rumah, kunci rumah nya aja. Aku bawa cadangan. Oh ya, aku pulang sama sopir ayah. Jadi jangan khawatir. Good night."

--

"Ki sekarang kamu lagi kerja kah?"

"Hah, ohh enggak, kebetulan aku sama Sarah lagi ijin ambil cuti persiapan tesis. Kalo kamu, Ka?"

"Aku kerja, tapi ibu kemarin sempet nawarin aku buat lanjut doktor, tapi aku masih pikir pikir."

"Ohh, terus kamu ngapain di Indo?"

"Aku harus urus urusan ibu."

"Gak kerasa 5 taun udah berlalu semenjak kejadian itu...."

Hari hari kelulusan menanti para siswa, mereka sangat bahagia, tak menyangka kini mereka akan masuk jenjang perkuliahan. Masa putih abu abu telah berlalu, "Rak, setelah ini mau lanjut kemana?" tanya Sarah tiba tiba. "Aku? Mungkin lanjut PTN." jawab Raka mantap. "Raka mah mau lanjut kemana aja bakal keterima, Sar. Apalah kita, Sar." Celetuk Kiya memotong pembicaraan mereka. "Heh, kita harus bisa tembus PTN." Raka menyemangati kedua sahabatnya. "Iya, bener, Ki. Kita harus bareng bareng tembus PTN." Sarah merangkul keduanya, "Nanti kita bakal sering belajar bareng, kan aku udah gak sibuk lagi." "Oh,, oke Ibu OSIS nya udah pensiun nih.." jawab Raka dan Kiya serontak. "Iya iya maap, ya selama ini..." Mereka pulang bersama dan seperti biasa mereka berkumpul di bawah pohon mangga depan rumah Kiya.

Mereka berbincang-bincang dan tertawa bersama-sama. Angin beehembus tenang, mereka lelah selepas sekolah, akhirnya tertidur. Siang yang begitu melelahkan. Angin semilir, sepoi sepoi sejuk, berhembus kesana kemari.

Plak, daun kering jatuh seakan menampar wajah Raka. Raka terkejut dan terbangun. Ia melihat wajah Kiya seketika, kemudian terpaku, ia memandangi wajah Kiya dalam dan terbit senyum tipis di wajahnya.

Sudah lama Raka menyukai Kiya, ia ingin menganggap Kiya sebagai seorang teman seperti ia menganggap Sarah, akan tetapi hatinya tak bisa bohong, diam diam ia jatuh cinta pada Kiya, dan Kiya tak tau itu.

Daun kering pun menyapa wajah Sarah dan membangunkannya, Raka yang terlarut dalam pandangannya, Sarah pun mengetahui perasaan Raka yang bukan sekedar teman pada Kiya. Sarah mengamati sejenak, dan mulai pura pura baru terbangun. "Tidur siang yang nimat." Ucap Sarah sambil duduk, Raka pun terkejut dan melepas pandangannya, ia berpura pura baru terbangun juga. Sarah membangunkan Kiya, "Kiya, Ki bangun!" "Hah, apa?" "Bangun!!" Kiya duduk mengumpulkan nyawa, "Oh ya makan siang ya. Bentar ya, aku siapin." Kiya jalan menuju dapur untuk menyiapkan makanan.

Tersisa Sarah dan Raka, "Rak, aku mau tanya sama kamu, kami harus jujur ya."

"Apa, Sar?"

"Kamu lagi suka sama cewe, kah?"

"Aku?"

"Iya, kamu Rakaaa."

"Emangnya kenapa, kamu lagi suka sama orang ya, Sar."

"Aku??" Raka tersenyum mendengar jawaban Sarah.

"Ohh, lagi ada yang di kagumin, nih. Kiya Sarah lagi suka..." Sarah dengan sigap menutup mulut Raka, "Udah, kamu jangan berisik, dia udah tau. Sekarang kamu jujur sama aku, kamu suka kan sama Kiya?"

Raka terdiam, ia terkejut Sarah mengetahuinya. "Mana ada?? Kan kita cuman sahabat." Sangkal Raka dengan gugup.

"Udah, kamu gak usah bohong deh. Keliatan dari sorot mata mu Raka. Aku tu pinter nilai ya. Tatapan kamu ke aku, sama tatapan kamu ke Kiya itu jelas beda Raka. Ngaku ajalah aku gak bakal bilang ke Kiya kok. Biar dia tau sendiri, Tenang aja, Kiya itu gak peka banget, dia bahkan gak peka sama perasaannya sendiri." Mendengar ujar Sarah, Raka tersenyum tanda ia mengiyakan ucapan Sarah.

"Oh,, udah jujur ya.. Yah maap ya aku bakal sering jadi nyamuk. Tapi inget kita kan bestie." Ledek Sarah dengan bangga.

"Eh, Sar tapi tadi kamu belum bilang kamu suka sama siapa."

"Aku? Gak tau ya... Kiya,, bantuan datang..." Sarah pergi meninggalkan Raka untuk membantu Kiya. Raka tertawa dengan kelakuan Sarah yang meledek nya. "Emang Sarah Erika..."

Sarah membantu Kiya di dapur. "Ki, kamu masak ini semua pagi pagi." "Iyalah, Sar maunya gimana." "Keren si kamu, Ki." Sarah mengacungkan jempolnya ke atas kemudian ia putar ke bawah. "Canda.." Ledekan Sarah mencairkan suasana mereka.

"Makan siang sudah siap tuan Raka." Sarah meletakkan piring di depan Raka. "Oh terimakasih ibu." "Apa kamu bilang??" "Apa, ibu!" jawab Raka spontan dengan nada ledekan. "Aku jitak kamu." Mereka tertawa dan makan siang bersama, Sarah memang benar benar moodbooster yang hakiki.

Lintas KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang