Aiden or Nathan?

11 1 0
                                    

Jennie mendengus kesal setelah ia menelepon Nathan, namun ia tidak terjawabkan oleh Nathan. Ia sangat merindukan Nathan, bahkan ia selalu pergi ke restoran nasi kari langganan Nathan saat Nathan berada di Italia. Yang membuat dirinya sangat kesal dengan Nathan adalah Nathan tidak menghubunginya sama sekali. Padahal kalimat terakhir Nathan sebelum pergi benar-benar membuat Jennie berpikir kalau cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Nyatanya, memang bertepuk sebelah tangan.

"Ada apa, Jennie?" tanya Kevin yang membuat lamunan Jennie buyar.

Jennie langsung menggelengkan kepalanya, "Gak ada, kenapa emang?"

"Saya nemu kertas ini dari meja Nathan. Tapi, anda yakin meja Nathan kita yang bereskan?"

Jennie mengambil kertas berisi list-list yang sudah dilakukan Nathan kepada Jennie, yaitu membuktikan kalau Mark bukan psikiater dan membantu Jennie untuk mengambil alih perusahaan. Jennie tersenyum setelah membaca itu, semua list yang dibuat Nathan benar-benar sudah terlaksana dengan baik.

"Iya, dia bukan anggota tim ACE lagi. Tapi dia masih kerja disini kok," ucap Jennie.

"Kerja disini sebagai apa?" tanya Kevin.

"Sebagai body guard aku," jawab Jennie sambil melihat meja Mark yang kini kosong semenjak Mark dipenjara, "Kamu tau tentang Mark-kan? Tolong jangan disebar ke yang lain, ya. Cukup gosip tentang fobia aku aja yang mereka bahas."

Kevin menganggukan kepalanya. Selain Nathan, Kevin juga mengetahui kalau selama ini Jennie tidak takut dengan benda tajam. Hal itu karena Jennie kehilangan Mark dan Nathan, sehingga mau tidak mau, Jennie harus menggunakan benda tajam seperti gunting sendirian. Tapi, setelah mendengarkan penjelasan tentang Jennie. Kevin pun paham dan akan membantu Jennie untuk menipu karyawannya tentang fobia benda tajam. Itu semua agar karyawan mengira Jennie benar-benar memiliki fobia dan trauma seperti gosip Jennie lainnya. Itu juga bentuk perlindungan yang Jennie buat ketika Mark masih bekerja disini.

"Saya permisi!"

Jennie hanya bisa tersenyum kecil. Namun, dalam pikirannya ia hanya memikirkan Nathan. Ia benar-benar sangat merindukan pria yang tidak berkompeten di timnya.

🖤🖤🖤

Nathan membuka matanya dan melihat banyak sekali orang-orang yang memperhatikannya dengan tatapan jijik. Disana juga ada Kenzo, Wine dan juga Jeff yang ikut menatapnya dengan jijik. Ia bingung kenapa semua orang menatapnya dengan tatapan seperti itu, padahal Nathan hanya melakukan yang terbaik menurutnya, yaitu membunuh Martinus agar Kenzo tidak menderita lagi.

"Jeff, Wine, kenapa kalian---- aneh?" tanya Nathan.

"Bukannya lo yang aneh?" tanya Jeff, "Lo udah bunuh 98 orang, dan lo ngerasa lo biasa aja? Gak menyesal? Dasar sinting!"

"Hah?! Kan lo juga yang nuntun gue! Lo yang ngasih tau gue kalau orang itu harus dibunuh?!" seru Nathan terkejut mendengarkan Jeff yang menyalahkan dirinya.

"Lo mau aja gue suruh jadi pembunuh. Gue sebagai ketua INK aja gak pernah bunuh orang dan lo segitu pengennya punya banyak uang sampai lo membunuh orang-orang!" balas Jeff.

Nathan terbelalak kaget melihat Jeff tiba-tiba mengatakan hal itu. Padahal Jeff secara tidak langsung juga seorang pembunuh karena Jeff lah yang menuntun Nathan untuk membunuh korban.

Nathan melirik ke arah Wine yang sedang melihatnya dengan tatapan sinis, "Lo kenapa?"

"Aku? Aku kecewa sama kamu," ucap Wine, "Aku tau kamu sengsara dan menderita setelah aku pergi, tapi kenapa kamu harus jadi seorang pembunuh?"

"Maksud lo?"

Wine langsung menampar Nathan dengan keras dan membuat Nathan hanya bisa diam dan meringis kesakitan.

ContritenessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang