Memory Kiss

43 4 0
                                    

Nathan duduk diruang tunggu dimana banyak sekali peserta yang akan mengikuti wawancara di JANE Building Architect. Banyak orang yang sibuk menghafal jawaban yang kira-kira akan muncul saat diwawancara nanti, Nathan sendiri memilih membaca majalah tentang interior karena memang hanya ada majalah interior dari JANE Building Architects.

"Nomor 24, 25, 26,27!"

Nathan yang mendapatkan nomor 24 itu langsung berdiri dan masuk ke dalam salah satu ruangan dimana ia akan diwawancara bersama dengan 3 peserta lainnya. Disana ia melihat ada dua pria dan satu wanita yang akan mewawancarainya. Nathan pun duduk di kursi yang telah disediakan dan melihat ke depan.  

"Baik, silahkan dari nomor 24 dulu!" seru pria yang duduk disebelah kiri.

Nathan pun berdiri didepan kursi dan menyapa para pewawancara, "Hallo, selamat pagi, saya Nathan Anderson, biasa dipanggil Nathan. Saya berusia 28 tahun."

"Silahkan duduk!" pinta pria itu lagi sambil membaca CV Nathan.

Nathan pun menuruti perintahnya. Sembari duduk, ia melihat papan nama pria yang duduk disebelah kiri. Pria itu bernama Daniel, ia adalah seorang Kepala Departemen Arsitek. Lalu disebelah Daniel, ada seorang wanita paruh baya yang bernama Natalia, ia seorang direktur utama di perusahaan ini. Lalu, seorang pria yang duduk disebelah kanan bernama Kevin, ia seorang desainer interior, lebih spesifiknya adalah wakil ketua TIM ACE Interior.

"Nathan Anderson, kamu lulus di jurusan desain interior 7 tahun lalu, lalu kamu menjadi mahasiswa S2 jurusan psikologi selama satu tahun setengah namun belum lulus. Kenapa kamu berhenti kuliah S2?" tanya Bu Natalia.

"Karena ayah saya sakit, jadi saya memilih bekerja paruh waktu agar saya punya banyak waktu lebih untuk merawat ayah saya. Maka dari itu saya memutuskan untuk berhenti kuliah dan bekerja paruh waktu," jawab Nathan bohong, ia tidak mungkin kan bilang kalau ia adalah seorang pembunuh bayaran.

"Tapi disini kamu tidak pernah stay, selalu pindah-pindah kerjanya. Paling lama 3 bulan, kenapa ya?" tanya Bu Natalia.

"Karena banyak orang yang umurnya dibawah saya yang memilih untuk bekerja daripada mengejar pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Saya yang sudah merasakan kuliah, jadi saya lebih memilih untuk mengalah dan memberikan lowongan pekerjaan kepada mereka," jawab Nathan lagi-lagi berbohong.

"Tapi, kamu paham tentang psikologi-kan?" tanya Bu Natalia lagi.

Nathan menganggukan kepalanya, "Saya paham karena telah mempelajari ilmu psikologi dalam waktu 1 tahun setengah."

"Kalau begitu, bagaimana cara kamu menangani pasien yang mengalami PT---"

"Bu Natalia!" seru Daniel memotong ucapan Bu Natalia secara tiba-tiba.

"Maaf sebelumnya, izinkan saya memotong pembicaraan anda. Kita sudah bicarakan tentang ini sebelumnya bersama dengan Jennie. Jennie meminta untuk memperioritaskan yang berkompeten dalam hal desain, bukan psikologi," ujar Daniel kesal.

"Baiklah, silahkan yang ingin bertanya," sahut Bu Natalia sambil membuka lembaran yang lainnya dengan tatapan malas.

Daniel pun langsung mengambil alih untuk mewawancari Nathan. Sedangkan Nathan, ia mulai berpikir wawancara untuk bekerja disini cukup aneh. Lowongan kerja sebagai desain interior, tapi direktur utamanya, Bu Natalia tidak mengajukan pertanyaan seputar desain interior, melainkan psikologi yang tidak begitu berhubungan dengan pekerjaan ini. 

"Nathan, bagaimana cara kamu meyakinkan kami kalau kamu bisa bergabung bersama kami sedangkan kamu tidak ada pengalaman sama sekali dibidang arsitek atau desain?" tanya Daniel.

ContritenessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang