Layaknya keluarga harmonis pada umumnya, di Minggu sore itu, Cakra membawa keluarganya untuk bersantai di taman kota. Suasana yang rindang, sejuk serta terdapat fasilitas bermain untuk anak, membuat taman ini selalu ramai di datangi, apalagi di akhir pekan.
Sang istri Dinda tampak asyik menemani Putra semata wayang mereka bermain, bocah tampan berusia 6 tahun dan baru saja masuk SD itu sedang lincah-lincahnya dan selalu penasaran tentang hal apapun.
"Dirga jangan main jauh-jauh Nak, Papa mau beli minum dulu" Cakra bangkit dari bangku yang sejak tadi di dudukinya, dengan lirikan ia memberi kode kepada Dinda agar menjaga Putra nakal mereka.
"Pa! Jangan beli yang dingin, air putih biasa saja" ujar Dinda sedikit berteriak untuk mengingatkan suaminya yang sering lupa.
Sekitar 10 menit Cakra meninggalkan kedua orang yang dicintainya. Begitu kembali ia mendapati hal yang mengejutkan, Sang Putra menagis kencang dan Dinda terlihat sulit menenangkannya.
"Apa yang terjadi Ma? Apa Dirga terluka? tanya Cakra tergesa dan mengambil alih Sang Putra dari gendongan istrinya untuk memeriksa seluruh tubuhnya.
"Bukan Pa, dia baik-baik saja, Dirga menagis karena itu" Dinda menunjuk pada satu objek yang berada di sela semak-semak, wajahnya tampak jijik dan sedikit bergidik membuat Cakra penasaran.
Dirga ia serahkan kembali kepada istrinya untuk di gendong, Putranya itu masih menagis sambil sesekali kata tolong dan kasihan terucap dari bibir mungilnya.
Pemandangan sangat menyayat hati terpampang saat Cakra berhasil menyibak semak-semak yang tadi di tunjuk oleh istrinya. Terdapat kucing kecil disana, ada luka menganga di bagian perutnya yang mulai mengeluarkan bau tak sedap. Mulutnya terlihat menganga dan sesekali matanya masih berkedip menandakan bahwa masih ada kehidupan disana.
Dirga kembali histeris bahkan mulai menarik perhatian pengunjung yang lain, ia berontak dan turun dari gendongan Sang Ibu dan mendekati Ayahnya.
"Papa tolong dia, kasihan, tolong Pa" pintanya sambil sesegukan menunjuk Sang kucing yang sudah di ujung kematian.
Tak tega melihat Putranya terus menangis, Cakra yang dasarnya memang penyayang binatang segera membuka jaketnya. Dengan hati-hati tanpa rasa jijik, ia mengangkat kucing putih itu kemudian membungkusnya dengan jaket yang ia lepas tadi. Dinda sampai melotot melihatnya, karena jaket itu adalah hadiah pemberiannya saat ulang tahun pernikahan mereka yang ke tujuh.
"Papa mau apa?" Tanya Dinda sedikit protes.
"Kita bawa dia ke dokter, kasihan, apa Mama mau Dirga terus menangis, tahu sendiri kan sifat anak kita bagaimana"
Dinda mengangguk pasrah, terbiasa di manjakan, Putra mereka selalu mendapatkan apapun yang ia inginkan, dia tidak nakal, hanya sedikit keras kepala.
Sepanjang perjalanan, masih ada sesegukan kecil terdengar, tapi tidak ada lagi rengekan. Dinda memangku Putranya di samping kemudi dan membiarkan Sang kucing malang tergeletak sendirian di kursi belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Katy (End)
ChickLitKisah seokor Kucing betina yang menjadi pelihaharaan sebuah keluarga kecil. Ia menjadi kesayangan setelah pernah hampir mati di jalan. Namun hidupnya harus berakhir tragis karena menyelamatkan nyawa sahabat kecilnya yang merupakan putra sang majikan...