"Bu Hasna, masuk saja, jangan berteriak diluar, tidak enak kalau di dengar tetangga" ucap Katy yang memang sedang berkebun bersama Ambar. Dia membuka pagarnya dan terlihatlah sosok wanita berusia sekitar 60-an dengan rambut beruban yang dikonde kecil dan baju model gamis berwarna hijau tua, wajahya tampak sengit dan judes.
"Gak usah basa-basi" hardiknya, baru saja hendak kembali berteriak, Ambar datang tergesa dengan ekspresi takut sekaligus malu.
"Maaf Bu, saya hanya ngobrol dengan Dek Katy, ini juga sudah mau pulang, Dek Katy saya permisi ya" Ambar berjalan mendahului kembali ke rumah di ikuti oleh Sang mertua yang terlihat jelas sudah bersiap memuntahkan amarahnya.
Sejak kejadian itu, Ambar tak pernah lagi datang berkunjung, dia bahkan jarang terlihat keluar rumah, Katy yang sudah terbiasa dengan kehadirannya jadi kepikiran. Dengan alasan ingin berbagi hasil panen, dia memutuskan datang ke rumah Ambar. Namun setelah beberapa kali menekan bel tak ada respon dari dalam, Katy-pun kembali ke rumahnya dan berniat akan berkunjung lagi malam nanti.
"Sayang, pikirkan lagi, kumohon, ini pelanggaran, kau bisa terkena masalah" bujuk Dirga pada istrinya yang sudah bersiap memanjat tembok samping rumah mereka.
"Kak, lihat pakaianku, sudah sehitam malam, tidak akan ada yang lihat, lagian aku cuma sebentar, berjagalah untukku, Ok!"
Katy tak memberi kesempatan kepada suaminya untuk protes lagi, tembok halaman setinggi dua meter ia panjat dengan mudah, setelah sampai di puncak ia melompat turun dan mulai berjalan mengendap-endap ke bagian belakang rumah Ambar. Dirga hanya bisa pasrah dan berharap tidak ada yang memergoki aksi istrinya itu.
Rumah Ambar tampak sepi, tidak terdengar seperti ada aktivitas meski semua lampu masih tampak menyala. Mobil suami Ambar yang bekerja sebagai PNS sudah seminggu tidak terlihat. Dari halaman samping, Katy berjalan menuju pintu belakang, tapi sayangnya terlunci.
Katy kembali memutar ke sisi samping yang satunya untuk mencari apa ada jendela yang terbuka, namun sesuatu menghentikan langkahnya, di sudut halaman belakang tampak ruangan kecil yang seperti gudang dengan lampu yang menyala, itu cukup mencurigakan.
"Kau akan disini sampai Herman pulang, itu hukumanmu karena tidak becus menjadi Istri dan menantu, dasar perempuan kampung, kau bahkan tidak bisa hamil setelah 5 tahun menikah, entah apa yang dilihat Herman darimu, Putra bungsuku itu memang naif"
Suara itu tidak asing bagi Katy, itu suara Ibu Hasna, artinya dia tidak sendirian di dalam sana.
"Segera tanda tangani surat cerai itu, aku ingin Herman seperti kakak-kakaknya, punya keluarga utuh yang bahagia, usianya sudah lebih tiga puluh tahun, paling tidak harusmya ia sudah punya dua anak sekarang, kau sebaiknya tahu diri dan pergi, Putraku berhak bahagia"
Tak ada jawaban, wanita paruh baya itu sepertinya hanya bicara sendiri, karena penasaran, Katy manjat ke atap dan mencari celah yang bocor, dari posisnya ia bisa melihat Ambar terbaring di lantai, ia masih sadar tapi terlihat lemah dan meringis seperti menahan sakit, wajahnya tampak sangat pucat.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Lovely Katy (End)
أدب نسائيKisah seokor Kucing betina yang menjadi pelihaharaan sebuah keluarga kecil. Ia menjadi kesayangan setelah pernah hampir mati di jalan. Namun hidupnya harus berakhir tragis karena menyelamatkan nyawa sahabat kecilnya yang merupakan putra sang majikan...