010

41 8 2
                                    

Dikatakan anak haram karena memang dia terlahir ke dunia karena hubungan diluar nikah Rian dengan mendiang sang istri. Al tidak tahu pasti seperti apa ibunya karena dia sendiri tidak ingin mengingat masa lalunya. Yang jelas, dulu saat pertama kali dia lahir Rian langsung menyerahkannya ke panti asuhan

Dalam perjalan hidup Rian muda tanpa istri dan tanpa orangtua dia bertemu dengan seorang janda yang hidup sendirian, ditinggal anak-anaknya merantau, dia adalah majikan Rian saat bekerja di sebuah toko bahan kue. Mendengar kisah hidup Rian dan kagum dengan tekat salah satu pegawainya itu. Margaret, nama wanita itu sedang mencari cara mengusir rasa sepinya.

"Kamu gak rindu anakmu?" tanya Margaret.

"Kangen, mangkanya setiap libur saya bawain dia mainan atau camilan supaya dia tahu kalau anakku masih memiliki orangtua meski hanya satu," jawab Rian sambil merapikan etalase di depannya.

Margareth mengusap foto bayi yang dia pegang. Foto yang selalu Rian simpan di dalam dompetnya bersanding dengan foto mendiang istri. "Terus kenapa dia kamu taruh di panti asuhan?"

Rian lagi-lagi seperti dibuka kembali luka lamanya. Dia menjawab dengan pasrah dan pelan. "Saya dan mendiang istri saya sudah dibuang oleh keluarga kami masing-masing.

Kalau Al masih terus sama saya kasihan dia, gak terurus karena ibunya meninggal waktu melahirkan dia, sedangkan saya, gak punya pengalaman apapun dalam mengurus anak. Tapi, saya gak menyerahkannya kepada siapapun. Saya hanya titip, dan suatu saat nanti bakal saya ambil lagi."

Margareth bepikir, mungkin suara tawa anak kecil bisa menghidupkan kembali masa tua di suasana rumahnya yang tergolong tidak kecil.

"Kalau kamu kuberi tawaran untuk terus bersama dia sambil belajar mengurusnya, apa kamu mau?"

Rian kaget dan sempat merasa ragu dengan apa yang dia dengar.

"Tenang aja. Aku cuman bosan dengan kesunyian. Aku sudah tua, aku kesepian. Asal kamu gak berkhianat, aku bakal bantu kamu dan anakmu ." Wanita itu mengembalikan foto itu pada Rian.

"Temani anakmu dan lihat dia tumbuh besar setiap waktunya. Jangan sampai kamu sepertiku," tutur si majikan membuat Rian kehabisan kata-kata.

"Mau! Sa- saya mau."

Al dijemput keesokan harinya. Margareth menebus semua biaya Al di panti asuhan tersebut,dan menggandeng pulang seorang bocah kecil menggemaskan berkulit putih bersih seperti sang Ayah, keluar dari gerbang panti asuhan. Rian tidak berhenti menciumi Al di dalam mobil, merasa bahagia karena bisa memeluk putranya lagi sampai puas. Tapi ada satu lagi bocah lebih kecil dari Al yang tampak tidak rela ditinggal, tengah melambaikan tangannya ke arah mobil sampai mereka melaju pergi tidak terlihat oleh mata kagi.

Al memanggil Margareth dengan sebutan Nenek. Mereka dekat selayaknya keluarga. Hak asuh Al sendiri sepenuhnya milik Rian. Wanita itu benar-benar hanya ingin seorang teman manusia untuk berbagi dan mengobrol, bukan cuman sepasang anjing golden retriver yang selalu mengikutinya kemanapun dia pergi dan menggonggong ketika ada orang asing datang.

Sayangnya dua tahu lalu Margareth tutup usia, disaat Al hampir lulus SMP. Para anak-anaknya yang dahulu sama sekali tidak ada waktu untuk Ibu mereka membiarkan Rian sepenuhnya merawat Margareth tiba-tiba datang. Mereka merasa terancam dengan kehadiran Al juga Rian setelah mendengar seberapa dekat keduanya dengan sang Ibu. Mereka takut harta warisan akan jatuh ke tangan Al maupun Rian. Jadi sehari setelah pemakaman Rian diberikan dua pilihan.

"Kamu ganti semua biaya yang ibuku keluarkan untuk kalian selama ini, atau... Angkat kaki dari rumah?" ancam seorang laki-laki bertubuh tambun di depan Rian dan Al langsung. "Kamu harusnya sadar diri. Kalian bukan siapa-siapa, tapi kenapa kalian ikut mencicipi harta orangtuaku?"

Tempat untuk PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang