39. Usai 2

8 3 0
                                    

            TIdak bisa! Seorang Esta tidak ingin menyerah begitu saja. Meskipun dahulu dia merasa pesimis, tapi sebenarnya Esta tidak ingin benar-benar mati.

Dia bisa medengar suara dan interaksi di sekitarnya. Tapi setiap kali Esta berusaha meraih kembali kesadarannya seperti ada medan magnet besar yang membuatnya berada diambang dunia nyata dan kegelapan. Esta ingin segera bangun, melanjutkan kehidupannya bersama kedua saudara laki-lakinya. Dia juga tidak sabar ingin menghabiskan waktu bersama mereka. Karena itu, dia berjuang untuk melawan takdir.

Bulu kuduk Esta meremang setiap kali seseorang mendekat padanya. Kali ini dia bisa menebak itu siapa. Dari suara langkah kakinya dan aroma tubuh yang khas sudah dia tandai sejak lama. Semangatnya memang membara, tapi tubuhnya sudah hampir menyerah. Kini, suara parau Kakak laki-laki tercintanya membuat Esta kian merasa bersalah. Butiran bening juga jatuh dari ujung matanya tanpa ada orang yang menyadari.

Haruskah dia menyerah? Tidak mungkin! Tidak semudah itu, mengingat dia punya cara sendiri untuk menyelesaikan masalahnya.

"Gapapa, aku bilang kita istirahat sebentar karena kamu butuh. Tapi jangan lama-lama, balas dendam kita belum selesai," bisik suara yang sudah sangat dia kenali.

Ingin sekali Esta menjawab, "matamu! aku juga pengen buruan bangun." Tapi suara yang keluar dari mulutnya pun hanya sebuah erangan lirih.

Sudah bisa Esta rasakan aura gimmic kembarannya itu. Tanpa melihat pun selama ini Ests bisa tau suasana hati Bayu lewat cara dia mendengus dan berjalan seperti kuda. Manusia yang terkenal kalem di mata orang lain, tapi sebenarnya jauh lebih aktif dibanding Esta sendiri.

         Dahulu, Esta bertanya-tanya. Kenapa sebagian orang sangat takut dengan kematian. Dan sekarang dia telah menemukan jawabannya. Atas dosa kah, waktu, kesempatan, atau mungkin keinginan yang belum tercapai. Semua datang begitu saja disaat seseorang berada dekat dengan kematian.

Alam bawah sadar mengurungnya sekarang. Mencoba untuk melepaskan jiwanya dari raga. Suasana gelap gulita dan suara-suara itu, benar-benar sulit dibedakan dengan mimpi. Seperti seseorang yang sedang tidur. Kadang merasakan, kadang tidak. Waktu yang berlalu pun Esta tidak pernah tahu sudah berapa lama. Yang jelas, dia lebih mirip beruang hibernasi sekarang.

        Secara rutin Esta merasakan seseorang sedang mengoleskan sesuatu yang dingin ke kulitnya. Entah itu apa, tidak menyakitian, malah membuatnya merasa nyaman. Kemudian orang itu memijat jari-jari kakinya, kadang tangannya. Sentuhannya hangat, begitu lembut tapi permukaan kulitnya terasa sedikit kasar. Aroma yang masuk kehidung Esta pun hanyalah aroma sabun atau aroma asap kendaraan yang bercampur dengan keringat. Tidak mungkin itu Sean, kakak laki-lakinya. Karena Esta tahu Si Sulung tidak akan pernah suka keluyuran tanpa alasan yang jelas. Bayu? Bisa jadi, tapi sentuhannya berbeda. Tangan Bayu terasa sedikit dingin dan halus. Bayu juga selalu memotong kukunya pendek, sedangkan orang ini kukumya terasa sesekali mengenai kulit Esta saat mengoleskan benda dingin itu.

Esta merasa penasaran siapa orang yang mau serepot ini memperlakukan dirinya seperti ini. Karena sekalipun, Esta tidak mendengar dia bicara. Atau mungkin saat orang tersebut bersuara, dia sedang berada di dunia gelapnya yang paling dalam.

      Hari ini orang itu datang lagi. Suara kemerincing lonceng menjadi penandanya.  Bujangan putus asa itu pun mengusap wajah Esta, lalu berbisik, "Abang tinggal dulu. Ada urusan bentar, nanti ke sini lagi." Genggaman tangan Sang kakak terlepas dari jemarinya. Esta panik, selama ini dia tidak mempercayai siapapun selain kakak laki-lakinya dan Bayu. Bisa saja orang yang memijat kakinya itu berniat jahat. Tapi apalah daya, untuk menggerakkan tubuhnya saja dia tidak punya tenaga.

Tempat untuk PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang