33. Tujuan Pulang.

14 4 0
                                    

Katakan, lebih baik dicintai atau mencintai?

Mencari seseorang yang mau menerima diri apa adanya tidaklah mudah. Tapi jika salah pilih maka kiamat kecil lah yang terjadi. Terkadang cinta itu harus dimulai dari orang terdekat, tidak harus orang baru maupun orang asing yang tiba-tiba datang dalam kehidupan seseorang. Cinta itu tidak harus soal hawa nafsu. Cinta adalah perasaan bahagia yang mendamaikan. Belajar dulu mencintai diri sendiri, sehingga nanti diri mampu menerima takdir yang telah digariskan untuknya. Percayalah, lebih sulit berdamai dengan diri sendiri dan keadaan ketimbang dengan seteru musuh.

Sebenarnya hanya perlu sedikit empati dan... kepekaan. Semua orang mampu menilai dan berpikir, tapi tidak semua siap untuk merasakan dan saling mengerti. Jangan lupa komunikasi! Sederhana tapi membawa pengaruh penting dalam kehidupan bersosial. Tutur kata, konotasi, nada bicara juga menentukan hubungan seseorang begitu suatu kalimat usai diucapkan.

Sehelai kain untuk merasakan dunia yang gelap. Sean dengan mata yang tertutup mencoba untuk merasakan apa yang Esta rasakan semala ini. Perlahan tapi pasti, kaki melangkah dengan ragu meniti setiap inchi rumah. Rasanya seperti... Seperti berjalan di dalam labirin dalam keadaan lampi mati. Gelap gulita, tidak tahu apa yang akan ada dihadapannya. Padahal, kalau dipikir secara logika, tempat itu sudah menaungi Sean lebih dari tiga tahun. Seharusnya Sean sudah hafal setiap sudut rumah itu. Tapi nyatanya tidak semudah itu. Tidak terhitung berapa kali kakinya tersandung, dahi mencium tembok maupun lemari, kadang lengannya tergores tepian perkakas yang tajam. Kenapa begini? Kenapa dunia tidak adil? Setidaknya benda-benda itu tidak menghalangi langkahnya.

Sean kembali mencoba mandi. Dia penasaran bagaimana cara adiknya mengidentifikasi peralatan mandi yang ada di rumahnya. Karena, botol sabun, sampo, dan lain-lain dia letakkan begitu saja dalam satu tempat. Baru beberapa langkah kakinya menyentuh permukaan lantai yang dingin, Sean terjungkal oleh lumut yang licin.

Duak!

Di luar, Jo baru saja kembali dari menjemput Vivin. Sejenak keduanya saling lirik satu sama lain menerka-nerka apa yang sedang terjadi di dalam. Kemudian mereka bergagas masuk untuk memastikan apa yang terjadi.

Seonggok tubuh tersungkur di antara setumpuk pakaian kotor yang belum sempat dicuci. Diam selama beberapa saat dalam kebisuan sampai pada akhirnya dia bangun dengan kekuatannya sendiri begitu sepasang tangan mengusap punggungnya. Tidak bisa Sean bayangkan, andai saja itu Bayu atau Esta, betapa berdosanya dia ketika celaka datang menghampiri mereka. Pemyesalan mungkin tidak akan bisa di lupakan sampai kapanpun.

     Sebenarnya, bukan dunia yang jahat. Tapi manusia yang menutup hati dan pikirannya untuk mau saling memahami. Hari itu juga Sean mulai merombak beberapa bagian rumahnya. Menata kembali dari semuanya dengan bantuan kedua kawan karibnya itu.

"Blai slamet! Gak jadi pesen nasi kotakan," ucap Jo sembari menyikat lantai kamar mandi.

"Cangkemu!"

Vivin hanya bisa tertawa mendengarnya. Memang sudah waktunya untuk berbenah. Kabel-kabel, dan beberapa boks kontainer berisi peralatan sepertinya butuh ruangan baru. Setidaknya supaya tempat ini terasa sedikit lega. Belum lagi di dapur, tempat ini memang tidak bisa dikatakan layak untuk jadi rumah.

Vivin pun berpikir, selama dua tahun ini usaha Sean sepertinya mulai berkembang  pesat. Bahkan laki-laki itu sempat menambah kamera dan lensa yang mumpuni untuk disewakan pada para vendor pemula seperti mereka dulu. Kalau memang membeli tanah terlalu mahal, kenapa tidak membangun tempat ini sedikit lebih luas?

"Sean, kamu gak pengen buatin tempat lagi gitu? Kayak gudang atau apa," tanya Vivin.

Sean tidak langsung menjawab. Dia seperti sedang berpikir sebelum berkata, "Kalaupun bisa udah tak kerjain dari dulu." Raut wajah itu memang terlihat santai, tapi sorot matanya tidak bisa berbohong. Kehidupan yang sedang dia jalani tidak jauh-jauh dari kata uang, uang, dan uang. Telat sehari saja pasti sudah ada telepon yang masuk.

Tempat untuk PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang