013

32 6 4
                                    


Andai hujan turun dengan tetesan-tetesan airnya, melunturkan sedikit rasa pilu, mungkin tidak akan ada lagi insan yang membenci hujan. Derasnya air sama dengan derasnya air mata yang mengalir dalam setiap diamnya seorang Al. Dia yang berdiri mematung di bawah guyuran hujan atas desakan sang Ayah.

"Aku mau diapain?" pikirnya kebingungan melihat Bayu juga berdiri di sisi lain halaman kontrakan dan sang Ayah yang datang membawa bola plastik ditangannya.

Bayu ikut menggeleng tidak mengerti. Tadi dia hanya ingin ke warung membeli teh untuk diseduh mumpung udara sedang dingin, tapi langsung di seret kemari oleh Rian.

"Main voli yuk... Mumpung masih muda, harus banyak gerak?" ucap Rian melambungkan bola mengenai kepala Al.

Putranya masih kebingungan sementara Bayu tampaknya mulai menikmati derasnya hujan yang membasahi sekujur tubuhnya.

"Aku, aku. Nyobak Om!" seru Bayu penuh semangat.

"Kamu mau sama Om-om?" Rian memasang tatapan genitnya membuat Bayu langsung mual.

"Bolanya!"

"Oh kirain..."

Bayu berseru, "Istigfhar Om. Aku lanang!"

"Beda server!" sahut Rian ikut tertawa. Kemudian melambungkan bola tersebut pada Bayu.

Mata Al justru tertuju pada pintu kontrakan Sean yang tertutup rapat. Sekilas tadi dirinya mendengar suara jeritan Esta di dalam. Tapi Rian melarang dia untuk ikut campur meski hati Al merasa penasaran mengapa jeritan tantrum Esta tidak seperti biasanya.

"Ayo! Kok ngelamun ae," tegur Rian.

Jo datang ikut bergabung dengan mereka bermain di bawah guyuran hujan. Al yang malas hendak kembali masuk ke dalam kontrakan tapi ditarik lagi ke tengah hujan oleh sang Bapak.

"Mau kemana? Dilatih dulu itu paru-paru biar gak manja," cegah Rian.

"Tapi yo gak ujan-ujan juga Pak."

"Nanti kalau udah gerak kan anget itu badan," bujuk Rian.

Ini adalah bagian dari rencana Rian dalam mendidik putranya. Darah dagingnya, putra yang amat dia sayangi meski kehadirannya adalah akibat dari dosa di masa lalu.

Karena terus dipaksa dan selalu ditarik kembali setiap hendak masuk ke dalam kontrakan, mau tidak mau Al akhirnya menuruti kemauan ayahnya. Al mengoper bola itu pada Bayu dengan cara di tendang, niat voli berubah jadi sepak bola. Tawa dan seruan heboh para bocah kecil yang ikut bergabung menambah suasana terasa semakin menyenangkan. Perlahan Al mulai menikmati permainan tersebut.

Mereka seperti orang dewasa yang kurang bahagia dimasa kecilnya. Meski lebam-lebamnya masih terasa ngilu. Hanum memperhatikan hal tersebut pun ikut tertawa. Handuk di tangannya siap untuk menyambut anak perjakanya yang sedang asik menikmati masa mudanya.

Sreet... Plok!

"GOLLLL!" seru Joey berlari kegirangan.

Bayu tergelincir, Al makin terpingkal-pingkal menertawakan tubuh Bayu yang kini penuh dengan lumpur. Tapi kemudian Al lari terbirit-birit dikejar Bayu yang membawa segenggam lumpur ditangnnya. Dari rupa biru menjadi coklat, sweater yang Al kenakan.

Tapi kedua remaja itu enggan untuk kotor sendirian. Mereka menyerbu Jo agar bergabung bersama mereka berguling-guling di tanah.

Gelak tawa terdengar begitu riang saling mencemooh satu sama lain. Rian menghela nafas lega mendapati Al melupakan sejenak masalah yang dia hadapi.

         Di dunia ini hanya ada dua pilihan dalam menyelesaikan masalah. Hadapi dengan segala resikonya atau kabur melepaskan semua tanggung jawab yang harus diselesaikan seperti seorang pengecut. Rian paham dengan apa yang dirasakan putranya. Dia hanya ingin menebus kesalahannya di masa lampau. Biarlah Al menepi sejenak menyegarkan pikiran agar jiwanya lebih kuat lagi dalam menghadapi kenyataan hidup yang memuakkan.

Tempat untuk PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang