16. He can play guitar?

15 7 0
                                    

Kita semua tahu bahwa Eca sudah jatuh cinta pada kak Afandi, setiap pesona yang dimilikinya olehnya mampu membuat Eca jatuh sedalam mungkin, kalau kata pamungkas udah sampai ke tulang-tulangnya, Eca berusaha untuk mengenal kak Afandi lebih jauh, terkait hobi, hal-hal yang kak Afandi suka, serta beberapa data dari dirinya. Wanita berambut sebahu itu terus mengukir lembar-lembar baru setiap saat, kadang mereka bertatapan, bertemu, berbicara, menceritakan hal-hal tertentu, itu semua adalah bekas memori yang tidak akan hilang begitu saja, mungkin untuk sebagian pihak hal tersebut bisa dibilang gampang dan tidak penting, namun bagi Eca semua itu tidak akan terulang lagi, sifat manusia bisa berubah secepat itu, hari ini bisa saja dia merasa baik-baik saja dengan kehadiranmu, tetapi belum tentu esok dia akan merasakan hal yang sama, dan hal tersebut terkadang tidak bisa di toleransi oleh para pengais afeksi, hidup adalah pilihan, kita bisa memilih pergi atau bertahan.

Keseharian Eca bisa dibilang biasa saja, disaat terik matahari sudah memancar dia bangun dari lelapnya tidur, bersiap-siap dan pergi ke sekolah, sesampainya di sekolah tentu dia akan belajar dan melanjutkan sifat harafiah manusia yakni makhluk sosial. Semua hal yang Eca jalani menjadi lebih baik disaat bertemu dengan lelaki pujaan hatinya, Eca sangat menyukai untuk bertukar cerita dengannya, responnya selalu membuat hati Eca tenang, namun akhir-akhir ini Eca sering melihat dia sedang berjalan, bercanda gurau, atau hanya sekedar duduk tetapi bersama wanita lain, Eca tidak cemburu, apa yang meyakinkan Eca untuk merasakan hal tersebut? mereka saja tidak ada hubungan, Eca hanya ingin tahu saja dia itu siapa, apakah mereka hanya sebatas teman, atau merujuk ke hal-hal yang sama sekali tidak Eca inginkan, maka dari itu dia ingin bertanya pada Justin, namun sepertinya tidak sempat, sehingga perempuan itu lebih memilih untuk diam.

Namun, sikap tidak mau tahu itu tidak bertahan lama, mungkin Eca tidak ingin bertanya tetapi pasti ada saja yang ingin memberi tahu Eca, benar saja sewaktu pulang sekolah, Jordan yang masih menunggu jemputan akhirnya menelepon Eca agar menemaninya di gerbang.

"Ca, gue mau ngasi tahu sesuatu." Ucap Jordan.
"Ya ngasi tau apa?" tanya Eca yang masih sibuk dengan handphonenya.
"Tapi gue gatau ini bener apa engga, cuman gue liat sendiri." Balas Jordan.
"Iya ah, apaan Jo?" sambung Eca.
"Gue akhir-akhir ini ngeliat kak Afandi kan, tapi kok dia sering banget ya sama cewe?" balas Jordan.

Seketika Eca langsung berhenti memainkan telepon selulernya itu dan memperhatikan Jordan.

"Nah iyakan? gue juga ngeliat Jo." Jelas Eca.
"Lu ga nanya gitu sama Justin? atau sama kak Afandi langsung?" tanya Jordan.
"Ada sih mau nanya Justin, cuman males guenya, lu kan tau mulut dia kek gimana?" balas Eca.
"Hadeh, si Fandi gimana? ga nanya lu?" Jawab Jordan.
"Gue siapanya Jo? gila kali nanya-nanya gitu." Sambung Eca.
"Ya kan nanya aja, lu buat seolah-olah have fun gitu." Jelas Jordan.
"Wkwkwk, yaudah deh, ntar sore gue nanya." Sambung Eca.

Setelah perbincangan tersebut, Jordan pulang terlebih dahulu, Eca yang masih menunggu di gerbang, dia hanya menatap hingga jangkauan tatapannya diujung lorong sekolah, sejauh mata memandang dia melihat ada seorang lelaki dengan rupa mirip sekali dengan kak Afandi, semakin diperhatikan terlihat jelas lelaki tersebut sedang berbincang dengan seorang wanita. Entah mengapa Eca merasa sedih karena melihat hal tersebut, mereka berdua terlihat berbicara dengan intens dan serius, karena Eca menunggu sendiri di dekat gerbang, dia hanya bisa terdiam dan melihat apa yang sedang terjadi di depan matanya, terlihat kak Afandi menemani wanita tersebut sampai pulang, mereka berdua melewati Eca sambil terus berbincang, tetapi di saat mendekati Eca dia dan kak Afandi bertatapan dan tatapan tersebut sangat Eca hindari, karena dia sedang kesal sehingga tidak bisa mengontrol wajahnya, dia melihat kak Afandi setelah menemani wanita tersebut, dia kembali ke dalam sekolah, dan pergi mengambil sepeda motor lalu pulang.

Seperti tidak ada respon atau apapun itu dari kedua pihak, yakni Eca dan kak Afandi, setelah melihat wanita tersebut ditemani, Eca mulai berpikir bahwa apakah ketakutannya selama ini sudah terjadi, dia tidak mau hal tersebut terjadi secepat ini, Eca masih mau mendekati lelaki itu, tetapi jika dia sudah mempunyai seseorang di hatinya Eca tidak bisa terlalu dekat kepadanya. Sepanjang jalan pulang, Eca hanya terdiam dan bingung dengan semua hal yang terjadi, dia ingin sekali menanyakan hal tersebur kepada kak Afandi, namun dia takut salah berbicara dan memberikan dampak buruk kepada hubungannya dengan kak Afandi, seperti di ujung tanduk wanita tersebut bercengkrama dengan pikirannya sendiri, apakah dia akan mulai menanyakan, apakah semua akan baik-baik saja setelah pertanyaan itu, apakah kak Afandi juga bisa merespon dengan baik, tetapi setelah dia sebegitunya terhadap pikiran tersebut. Akhirnya Eca memutuskan untuk bertanya lewat chat tentunya lewat perantara akun confess. Namun, sebelum Eca bertanya, dia dan kak Afandi pada obrolan sebelumnya sedang membahas gitar atau singkatnya music taste mereka berdua.

*Dalam obrolan Eca dan kak Afandi*
"Oh kak, u can play guitar?"
"Haha, yeah a little bit."
"Wow, thats what i like bagus sih kalau diiringin gitar."
"i agree, emangnya suka liat orang main gitar? atau tau main?"
"Suka aja ngeliatnya, apalagi kan kak main gitar listrik kan? jadinya waduh makin-makin nih."
"Wkwkwk, biasanya aku juga suka main lagunya arctic monkeys."
"For real? i listening them too, crying lightning just hit diff."
"Haha, we have the same music taste."
"Kalau The Weeknd, suka ga?"
"Lumayan suka, nanti mau main call out my name deh."
"Waduh setuju banget sih kalau itumah."
"Tapi bentar aja deh, jari aku masih sakit gara-gara main Bohemian Rapsody."
"Kamu harus main starboy sih."
"I can't Eca, this."
"Hehehe ga keliatan tadi kak, emangnya sesusah apa lagunya?"
"Wait, i'll send you the video."
"ah okay."

-Video sudah terkirim-

"Astaga, ngangkat senarnya narik banget."
"Yakan? sampe jari putus juga bisa."
"Wkwkwk, emang jarinya kamu luka? sakit?"
"Ga luka sih, cuman gaenak aja."
"Tulisnya gaenak? emang main gitar susah."
"Kamu ngecengin aku?"
"Haha apaan sih, engga lah, aku nanya susah ga main gitar gitu, aku juga mau belajar."
"Wkwkwk engga kok, asal ada niat, gampang aja."
"Tapi males belajar wkwk."
"Loh, yaudah gausah."
"Gimana caranya malas belajar, tapi tiba-tiba tau cara main?"
"Liat video orang main aja, nanti bisa kok."
"Liat video kamu? mau sih kak, mau sejam juga aku nonton sampe habis."
"Wkwkwk, gombal amat."
"I'll be watching you all day kak."

Seusai perbincangan tersebut, Eca merasa senang, entah akan hal apa wanita tersebut hanya bahagia saja bisa kembali berbagi banyak hal dengan kak Afandi, maka dari itu dia tidak menanyakan tentang apa yang dia saksikan tadi siang, menurutnya topik mereka tadi tidak pantas jika tiba-tiba Eca bertanya hal tersebut, terlalu sensitif untuk ditanyakan namun terlalu membingungkan jika Eca hanya bungkam. Tetapi, dia tidak ingin merusak hari kak Afandi dengan pertanyaannya itu, dia tidak peduli akan apa yang dia rasakan, dia hanya ingin terus mengobrol dengan lelaki itu, wanita tersebut lebih memilih menahan semuanya sendiri, daripada harus memberikan jarak karena apa yang ingin dia ketahui, dia hanya berharap kak Afandi tidak seperti apa yang Eca takutkan, Eca hanya ingin kak Afandi untuk sekarang, dan selamanya.

Semestaku, Afan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang