1. memperlakukannya seperti seorang teman

146 19 0
                                    

Alih-alih untuk menghindari dari seseorang yang di segani banyak orang. Seijan justru memilih untuk mendekatinya, dia selalu penasaran kenapa teman-temannya memperingati dirinya untuk tidak pernah dekat dengan Nitran.

Entah apa kesalahan anak itu, orang-orang menghindarinya seperti Nitran melakukan kesalahan. Dan sudah seharusnya di hindari, tanpa menegurnya sama sekali.

"Hari ini kau enggak bawa bekal ya? Makan di kantin juga jarang-jarang. Mau makan bareng bekalku, atau kita makan di kantin?" Tanya Seijan yang sangat ramah pada Nitran. Padahal sebelumnya mereka tidak pernah dekat.

Nitran menatapnya dengan heran, tapi tidak ada yang bisa membaca ekspresi wajahnya. Dia selalu memperlihatkan ekspresi wajahnya yang datar, Nitran juga tidak mengukir senyumannya pada siapapun. Sampai-sampai dia mendapatkan julukan cold prince.

Beruntungnya Nitran itu tampan itu sebabnya orang-orang beranggapan dia dihindari karena kepribadiannya. Dan wajah tampannya itu memberikan sedikit kesan baik untuknya.

"Kenapa harus ngajakin aku? Bukannya kau sering makan bareng sama Hasar. Lagian aku juga enggak sering berbaur sama kalian, ngelit kau kayak gini ke aku. Rasanya malah gak nyaman," kata Nitran yang langsung ke intinya.

"Aku cuma ingin berteman dekat denganmu, apa itu salah? Santai aja lah. Hasar juga udah tahu, jadinya dia biasa-biasa aja pas tahu aku deketin kau."

Sejujurnya dia tidak tahu rencana apa yang sedang dibuat oleh Seijan. Mungkin Seijan berniat memanfaatkannya, sama seperti yang pernah terjadi sebelumnya. Nitran juga bukan anak yang bodoh, dia memang nakal dan suka membolos. Tapi dia merupakan anak yang cukup pintar.

"Lagian aku juga udah biasa berteman cuma untuk dimanfaatkan," katanya sambil beranjak pergi dari sana.

Seijan tertegun, padahal bukan seperti itu niatnya. Nitran saja yang menilai semua orang sama saja dalam hidupnya. Sampai-sampai dia sulit untuk menerima orang baru. Yang di awal saja sudah memiliki niat baik, tanpa melibatkan kepentingan tersendiri.

"Dari dulu Nitran memang kayak gitu sih, mau gimana lagi. Anaknya enggak mudah ketebak, di baikin ngerasa di jahati. Dan kalau kita jahat, dia beneren nganggap kita psychopat. Cara berpikirnya memang masih kekanak-kanakan. Enggak peduli kalau orang-orang beranggapan dia berandalan sekolah," ujar Hasar yang entah sejak kapan sudah berada di dalam kelas.

Membuat Seijan terkejut karena keberadaannya yang tiba-tiba itu. "Salam dulu gitu, tiba-tiba datang malah nyerocos mulutnya."

"Lagian kau kenapa mau deketin Nitran? Yang lain pada ngomongin kau tuh. Katanya kau memang enggak tahu apa-apa, atau memang sengaja. Gabut kali," sambungnya lagi sambil memberikan permen tangkai pada Seijan.

"Entahlah kalau di bilang gabut, tapi aku kepengin jadi temennya. Aku cuma gak punya jawaban aja."

Hasar tidak mengerti alasan di baliknya jika Seijan saja tidak memberikan jawaban yang memuaskan. Seijan melakukannya karena dia berkeinginan berteman, tidak lebih. Orang-orang saja yang melebih-lebihkan.

Berteman dengan siapa saja merupakan kebebasan, tapi jika berteman dengan Nitran. Yang dari awal sudah di hindari oleh banyak orang, tentunya hanya akan membuahkan bahan pembicaraan. Mereka menilai buruk orang-orang yang dekat dengannya juga. Hasar yang mendengar Seijan ikut dibicarakan keburukannya saja sudah kesal, sedangkan Seijan yang sudah mendengarnya sendiri dengan jelas justru biasa-biasa saja.

"Kalau memang niat banget temenan sama Nitran, nanti habis pulang sekolah langsung ajak pulang bareng aja. Biasanya dia mampir ke kafe tuh," kata Hasar yang mau tidak mau pun akhirnya memberikan informasi pada Seijan.

"Makasih Hasar, kau memang ladang informasi ku."

Hasar merasa geli sendiri saat Seijan memujinya. Meskipun sudah sering mendapatkan pujian darinya, tetap saja cara bicara anak itu semakin di imut-imutkan. Wajar jika Hasar merasa sedikit kesal, dan tentunya geli di buatnya juga.

Hidup Memiliki Tujuan [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang