5. menjadi diriku sendiri

106 12 0
                                    

Berkat beberapa hal yang Seijan katakan padanya, Nitran mulai berpikir akan banyak hal. Tidak ada salahnya, jika dia memiliki sebuah tujuan dalam hidupnya. Bahkan dia berhak memutuskan masa depannya sendiri. Kehidupan akan lebih baik, jika memiliki tujuan. Dengan begitu, Nitran bisa melakukan apa saja yang di inginkanya.

Orangtuanya saja yang terlalu banyak mengatur, Nitran tidak memiliki niat untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Dia belum memikirkannya, sejauh ini Nitran masih memikirkan apa yang semestinya dia lakukan untuk masa depannya. Kemungkinan dia ingin berbisnis, dan menghasilkan uang banyak.

Padahal tidak perlu terburu-buru, masih banyak waktu untuk memikirkannya. Tapi, kedua orangtuanya tidak memberikan waktu sedikitpun. Dan terus membanding-bandingkannya dengan sang kakak. Kenyataannya pula, kehidupan mereka berdua sudah jelas berbeda. Orangtuanya lah yang tidak mengerti sama sekali, karena sibuk membanding-bandingkan kehidupannya dengan sang kakak.

Mungkin karena kakaknya bisa membanggakan, dan juga menjadi sarjana terbaik di universitas nya. Kedua orang baya itu bisa melakukan apa saja, bahkan untuk merendahkan Nitran yang belum bisa jadi apa-apa. Untuk saat ini, Nitran akui. Dia memang belum melakukan banyak hal, dan mungkin hanya merepotkan.

Tapi dikemudian hari, dia akan pastikan bisa membanggakan kedua orangtuanya. Karena Nitran sudah memikirkan apa yang semestinya dilakukan olehnya di masa depan.

"Gimana sama keputusannya?" Tanya sang ibu, wanita baya itu sampai menemuinya di kamar.

Nitran langsung menatap ke arah ibunya, dia belum siap untuk memberikan sebuah jawaban. Karena bagaimanapun, ibunya pasti tidak akan terima. Segala keputusan, dan jalan yang Nitran pilih pasti akan menjadi kesalahan.

Dari dulu juga Nitran hanya menuruti kemauan orangtuanya sendiri. Dia tidak bisa menjadi dirinya sendiri hanya karena hal seperti itu. Kehidupan Nitran terlalu banyak di atur oleh orangtuanya, bahkan dengan impiannya sendiri.

"Masih belum memutuskannya? Padahal mudah. Kau ingin di akui, kau iri pada kakakmu dan kau benci dibanding-bandingkan. Tapi kau sama sekali enggak mau mengubah kehidupanmu sendiri. Kau itu cuma berharap, tanpa memperjuangkannya," kata ibunya tanpa memikirkan perasaan Nitran.

Mendengar kalimat itu, Nitran mengepalkan tangannya. Dia hidup bukan untuk menuruti semua kemauan ibunya, barangkali karena hal itu pula. Nitran sampai tidak memiliki tujuan dalam hidupnya.

Hanya karena dia terlalu sibuk melakukan apa saja yang diperintahkan orangtuanya. Sampai-sampai Nitran tidak mementingkan tujuannya sendiri. Tapi, dengan mudahnya pula. Sang ibu mengatakan kalimat seakan-akan Nitran tidak pernah berjuang sama sekali.

Nitran saja sampai harus masuk ke kelas unggulan, dia berusaha mati-matian untuk bisa sampai di titik itu. Dan dengan tidak elitnya, orang-orang menilainya dari keburukannya saja. Mengatakan Nitran hanya beruntung, karena orangtuanya memiliki peran penting.

"Ibu bilang aku enggak berjuang? Ibu enggak ngelihat semua perjuangan yang aku lakuin selama ini. Di saat aku kesulitan ibu enggak tahu kan? Yang ibu lihat itu hasilnya. Wajar kalau ibu sampai bilang aku enggak berjuang!" Sentak Nitran yang tidak lagi bisa menahan dirinya.

Wanita baya itu terkejut mendengar Nitran meninggikan suaranya. Natran yang baru saja melewati kamar adiknya pun, mendadak putar arah dan membuka pintu tersebut. Mendapati pula ibunya, dan sang adik sedang bertengkar.

"Bisa-bisanya kau meninggikan suaramu, kau pikir itu sopan?!" Bentaknya yang hampir menampar Nitran. Jika saja Natran tidak menahan pergerakannya.

"Ibu udah, lagian ibu kenapa di kamar Nitran? Masih ngebahas soal kemarin? Lupain Bu. Langkah Nitran masih jauh, biarin dia berpikir tentang masa depannya sendiri. Tolong mengerti tentang keadaan Nitran," kata Natran yang matanya berkaca-kaca.

Hidup Memiliki Tujuan [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang