13. semesta mengantarkan pulang

113 10 0
                                    

Setiap kali masalah datang, hanya ada satu jawaban yang akan terucapkan. Yaitu—menyerah. Namun, hal itu berlaku untuk mereka yang lelah pada setiap masalahnya. Jika mereka masih baik-baik saja, kemungkinan mereka akan tetap bertahan. Tanpa memperdulikan rasa sakitnya sendiri.

Tapi, sepertinya Nitran adalah seseorang yang kelelahan. Buktinya saja dia sudah menyerah. Dia bukan seseorang yang kuat seperti dulu, karena pertahanannya telah diruntuhkan. Harapannya juga sudah sirna, Nitran benar-benar kehilangan. Dan tidak ada alasan untuknya kembali bertahan.

Nitran juga bertanya-tanya, apa yang dikejarnya di dunia ini. Dia hanya perlu bertahan, dan mempersiapkan diri jika kematian telah menghampiri bukan? Tapi kenapa Nitran tidak bisa melakukan hal semacam itu. Padahal sangat sederhana sekali.

Hidupnya tidak memiliki tujuan, maka dari itu Nitran mencari tujuan hidupnya. Namun, siapa sangka. Jika tujuan hidupnya di hilangkan oleh orangtuanya sendiri.

Kehidupan itu memang selayaknya sebuah percobaan. Jika gagal masih bisa di ulangi lagi. Tapi, tidak semua orang mau berjuang kembali pada kegagalannya.

"Dek, udah makan belum?" tanya Natran yang menyempatkan diri untuk ke kamar adiknya.

Jika bukan Nitran yang memperdulikan adiknya, maka siapa lagi. Di sini kedua orangtuanya tidak mampu memberikan kepeduliannya. Mereka telah mengabaikan Nitran, yang barangkali berharap untuk dipedulikan.

"Udah," Nitran menjawab pertanyaan Natran tanpa menoleh ke arahnya.

Natran sebenarnya tidak percaya, maka dari itu dia meletakkan makanan di atas meja Nitran. Sejauh ini adiknya sudah membohonginya dalam segala cara. Tapi, Natran tidak mau sampai mempercayainya.

Jika Natran terlalu percaya, dia pastinya akan merasa menyesal. Karena menganggap adiknya yang terluka itu baik-baik saja.

Setelahnya Natran pun segera keluar dari kamar adiknya. Dia tidak ingin mengganggunya, Nitran memang perlu memiliki waktu untuk menenangkan dirinya sendiri. Agar nantinya dia pun bisa baik-baik saja.

Hanya saja, Natran tidak mengetahui sepenuhnya. Bahwa Nitran telah kehilangan segala-galanya. Yang kemungkinan membuatnya memiliki alasan untuk mati. Memang benar, kematian itu menakutkan. Tapi bagi mereka yang telah menyerah dalam hidup, kematian adalah hal yang paling nikmat.

Beberapa saat setelah Natran keluar dari kamar adiknya. Roby justru masuk ke kamar tersebut, mendapati Nitran yang sedang menunduk dalam. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh anaknya. Roby juga tidak peduli, kedatangannya hanya untuk membahas perihal yang sama.

Dan ternyata bukan hanya dirinya saja yang berada di sana. Intan juga menemuinya, yang menurutnya juga harus cepat-cepat membuat Nitran pergi. Intan tidak pernah menaruhkan kasih sayangnya pada Nitran, karena dia tidak ingin memberikan apapun pada Nitran.

"Kenapa kau di sini?" tanya Intan yang justru mempertanyakan hal tersebut pada Roby.

"Aku hanya ingin memberitahu Nitran, jika dia lebih baik pindah sekolah. Dari pada menunggunya lulus sekolah, itu kan akan lebih lama," Roby memberikan jawaban yang memang ingin sekali di dengar oleh Intan.

Tapi, pembicaraan itu tidak ingin didengar oleh Nitran. Sebenarnya apa kesalahannya? Kenapa dia sampai harus di asingkan. Hal seperti itu bukan demi kebaikannya.

Yang ada Nitran memang sangat di benci, tidak ada yang berarti jika dia tetap bertahan hidup. Apakah salah jika Nitran memilih untuk mati? Dia menginginkan kematian karena baginya percuma saja bertahan hidup.

"Nitran, ibu bakalan mengurus semuanya. Besok ibu ke sekolahmu, nggak ada kata penolakan," sambung Intan yang memutuskan secara sepihak.

Setelah mengatakannya, dua orang dewasa itu langsung pergi. Tanpa menatap ke arah Nitran, yang kini benar-benar telah kehilangan tumpuan. Apa salah Nitran? Kenapa dia di asingkan secara terang-terangan. Dia berusaha untuk tidak membuat masalah. Karena Nitran takut, jika dia akan mempersulit kedua orangtuanya.

Hidup Memiliki Tujuan [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang