8. berikan sebuah alasan

103 13 0
                                    

Rumah bukan sepenuhnya tempat berpulang, jangan jadikan rumah segala-galanya. Begitulah yang seringkali Nitran pikirkan dalam benaknya. Dia juga sebenarannya takut sekali untuk pulang ke rumahnya. Di sanalah luka itu berasal, dan di sanalah Nitran tidak berdaya.

Seorang kakak yang menjadi satu-satunya anggota keluarga yang memperdulikannya, terkadang juga tidak selalu ada. Dia terlalu sibuk pada kehidupannya sendiri, Nitran memahaminya. Dia tidak bisa memaksakan kakaknya untuk melakukan banyak hal untuknya. Bagaimanapun dia harus kuat sendirian, di rumahnya dia tidak bisa berharap terhadap banyak hal.

Kehidupan milik Nitran memang jauh berbeda dari kakaknya sendiri. Dia harus mengakui hal itu, dan mencari cara bagaimana bisa terlepaskan dari sebuah perbedaan. Tidak selamanya berbeda itu indah, bisa jadi berbeda itu buruk.

Kenyataannya memang seperti itu adanya, perbedaan milik Nitran di anggap paling buruk oleh kedua orangtuanya. Mereka seringkali membandingkannya dengan sang kakak, sampai-sampai Nitran merasa telah direndahkan secara terang-terangan. Bagaimana bisa hal seperti itu terjadi padanya, padahal Nitran juga anak kandung mereka berdua.

Apakah karena Nitran tidak layak untuk dicintai? Tapi kenapa? Nitran tidak bersalah. Dia juga tidak sepenuhnya memahami tentang kehidupannya. Yang ada, Nitran bersusah payah untuk menemukan alasan dibalik perbedaannya.

Yang dikatakan oleh ayahnya seminggu yang lalu juga masih teringat jelas. Setelah lulus dari sekolah, dia akan diberangkatkan ke luar negeri. Nitran ingin sekali menolak, dan dia tidak berkeinginan untuk pergi kemanapun. Sebab Nitran memiliki tujuannya sendiri, orangtuanya tidak perlu ikut campur.

Lagian masa depan yang ditentukan oleh orangtuanya itu sulit. Nitran tidak akan bisa pergi jauh, yang dimana dirinya akan mulai bersosialisasi dengan orang-orang asing. Bahkan belajar bahasa milik mereka.

"Hari ini kau jauh lebih pendiam dari biasanya," ucap Natran yang masuk ke dalam kamar adiknya. Sambil membawa beberapa makanan.

"Aku tetap diriku yang kau kenal, kak. Enggak ada ada yang berubah dari aku."

Sebenarnya Natran tidak beranggapan seperti itu, bahkan sudah terlihat jelas jika Nitran lebih pendiam. Dia seperti sedang memikirkan sesuatu, Nitran memang lebih memilih untuk diam ketika dalam masalah. Kemungkinan Nitran tidak pernah terbiasa untuk menceritakan apa yang dipikirkannya, karena berpikiran hal seperti itu tidak akan menyelesaikan masalahnya itu.

Namun, dalam keadaan yang tidak menenangkan. Akan lebih baik untuk diceritakan, walaupun tidak menyelesaikannya. Yang terpenting dapat meringankan bebannya.

Natran ingin sekali membuat adiknya menjadikan sosoknya sebagai sandaran. Karena dengan begitu, dia pastinya menjadi seorang kakak yang berguna. Bukannya seorang kakak yang bahkan tidak tahu apa-apa tentang adiknya.

"Kalau ada apa-apa, kenapa kau enggak cerita. Dari wajahmu udah keliatan lho. Ibu juga udah pergi kerja, dan apa yang kau pikirkan lagi? Kau hanya akan jadi pendiam kalau ada ibu. Tapi di saat dia enggak ada, kau malah bersikap sama," tutur Natran yang mengoleskan selai di atas roti tawarnya. Yang kemudian dia berikan pada Nitran.

Apakah tidak apa-apa jika Nitran menceritakannya pada Natran? Sekalipun dia tahu tidak ada yang bisa diselesaikan. Nitran memang hanya diam saja, bukannya dia tidak memiliki sandaran. Melainkan dirinya yang berusaha untuk menaklukkan banyak masalahnya sendirian.

"Aku beneren enggak kenapa-kenapa lho. Lagian besok kakak kerja kan? Sana pergi. Aku juga mau tidur," alih-alih untuk menceritakan yang terjadi. Nitran justru memilih untuk tidak mengatakannya sama sekali.

Kehidupan milik kakaknya itu sudah membahagiakan, dia hanya perlu mempertahankan kebahagiaannya. Kehidupan milik keduanya sudah jelas berbeda, memang tidak adil. Tapikan, mau bagaimana lagi. Nitran tidak bisa mengelak pada takdirnya sendiri.

Hidup Memiliki Tujuan [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang