2. berkat adanya ketulusan Seijan

127 15 0
                                    

Meskipun sudah sering mendekati Nitran, bahkan sempat berbica dengannya. Entah kenapa keduanya tidak bisa menjadi teman dekat, mereka juga tidak menghabiskan waktu bersama.

Saat jam istirahat saja Nitran sudah pergi, Seijan sampai tidak tahu kemana perginya anak itu. Padahal dia berpikir Nitran sudah membuka hatinya. Dan menerimanya sebagai seorang teman, ternyata masih sama seperti dulu.

Barangkali bagi Nitran hal seperti pertemanan adalah perihal yang memuakkan. Dia tidak harus berhubungan dengan orang-orang, karena itu pun merepotkan. Niat baik Seijan tidak membuahkan hasil apapun. Menyedihkan memang, tapi Seijan bisa apa selain tetap berusaha.

"Oi Nitran mau berangkat sekolah?" Tanya pemuda tampan yang keluar dari kamarnya.

"Tanpa ditanya pun kau tahu sendiri kan? Jangan buang-buang waktumu buat nanyakin hal yang udah bisa ketebak."

Natran tersenyum lebar, dia memang sedikit berbeda dengan adiknya. Meskipun keluarganya selalu memperlakukan dengan dingin, tidak ada interaksi yang dilakukan setiap hari. Masih ada Natran yang membuat suasana rumah setidaknya dipenuhi dengan pembicaraan.

Bukan tidak ada alasan Natran melakukan itu. Dia merasa canggung, dan tidak memiliki kedekatan jika keluarganya terus seperti ini. Mereka memang tidak peduli dengan keadaan sekitar, bahkan Natran tahu Nitran sebenarannya pun tidak terbiasa.

"Semangat belajarnya!" Seru Natran memberikan dukungan pada adiknya.

"Untuk apa kau dukung adekmu itu, dia aja sekolah yang penting berangkat. Entah apa yang dijelasin guru enggak bakalan tahu," sahut sang ayah dengan wajahnya yang tak berekspresi itu.

Natran yang tidak ingin adiknya terlalu sering mendengar kalimat seperti itu pun. Langsung merangkul pundak Nitran, dia mengusap-usap lembut pundaknya. Dan tidak berkeinginan adiknya terluka atas perkataan yang didengarnya.

"Santai-santai Nitran udah ngelakuin yang terbaik, jangan maksain diri. Buruan berangkat, nanti pulang sekolah kakak jemput."

Di sini hanya kakaknya yang selalu memberikan kepedulian padanya. Dia seseorang yang selalu bersedia melindungi Nitran, bahkan dia yang paling memahaminya. Tanpa Nitran beritahu pun, kakaknya tahu jika dia terluka.

Orangtuanya selalu memperlakukannya dengan berbeda, mereka beranggapan Nitran tidak bisa melakukan apa-apa. Karena dia terlihat bebas sekali menjalani kehidupannya. Sementara dia memiliki alasannya tersendiri, kenapa melakukan hal seperti itu.

"Jangan sering-sering juga belain Nitran. Nanti dia ngerasa di lindungi, dan ngerasa paling benar," kata ayah setelah Nitran pergi dari sana.

"Ayah ini kok aneh, udah pasti Nitran butuh pembelaan. Lagian ayah sering banget banding-bandingkan Nitran sama Natran, padahal udah jelas banget beda. Udahlah, Natran juga enggak mau memperpanjang," sahut Natran yang menuangkan air putih ke dalam gelas milik ayahnya.

Selalu ada orang-orang berbeda di antara orang-orang yang sama. Dan itu sudah pasti Natran, dia tidak pernah membuat Nitran merasa pundung.

Entah kenapa ayahnya seperti itu, padahal dulu saja ayahnya selalu peduli. Karena diperlakukan berbeda setelah dia beranjak dewasa, Nitran jadi beranggapan semua manusia pun diperlakukan seperti itu. Bukankah itu kesalahan? Orangtuanya kurang memperhatikannya.

Bukan karena Natran juga seperti itu, dia saja tidak tahu apa-apa jika adiknya sempat berpikiran hal-hal yang buruk mengenai kehidupan. Wajar saja jika adiknya tidak bisa terbuka mengenai lukanya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hidup Memiliki Tujuan [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang