4. hari esok tidak akan indah

118 13 0
                                    

Selama hidupnya Nitran tidak bersungguh-sungguh untuk memperjuangkan kehidupan yang ada. Dia memang menjalani sebuah kehidupan seperti orang-orang lakukan. Akan tetapi, dia tidak sepenuhnya tertarik untuk bertahan pada hidupnya.

Bahkan hidupnya tanpa sebuah tujuan, jika ditanya apakah dia berusaha untuk tetap hidup. Maka Nitran tidak memiliki sebuah jawaban yang pasti. Dia juga bingung bagaimana menjelaskan keadaannya sekarang. Dia benci hidupnya, dia juga tidak pernah memiliki sebuah tujuan dalam kehidupan. Jadi, apakah seperti itu bisa dikatakan jika Nitran memiliki alasan untuk tetap bertahan hidup?

Nitran hanya tahu, jika pada akhirnya semua yang bernyawa akan mati. Termasuk—dirinya sendiri. Diperjuangkan seperti apapun, kematian tidak bisa terhindarkan.

Tapi, kakaknya pernah bilang padanya. Jika sebuah kehidupan akan lebih baik bila memiliki tujuan. Karena dengan begitu, manusia tahu apa arti dari kehidupannya di dunia ini. Namun, Nitran tidak terlalu penasaran dengan hidupnya. Jadi, tidak masalah jika dia tidak memiliki tujuan sama sekali.

Kemana kakinya melangkah, tidak ada yang bisa diubahnya. Semua orang juga sudah menilainya dengan buruk, apalagi keluarganya sendiri. Nitran tidak pernah mendapatkan penilaian baik dari orang-orang. Dari awal juga sudah seperti itu, Nitran hanya mengabaikannya. Meskipun dia sebenarnya terluka.

"Habis lulus SMA kau mau lanjut ke universitas apa? Terus jurusan apa?" Tanya sang ibu sekaligus. Padahal dia baru saja pulang, dan ikut bergabung untuk sarapan pagi ini.

Namun, dia tidak menunggu banyak waktu. Dan mempertanyakan beberapa pertanyaan pada Nitran. Sebenarnya Nitran tidak memiliki niat sama sekali untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Dia ingin mengambil jalannya sendiri. Meskipun, untuk saat ini. Nitran belum sepenuhnya memutuskan hal tersebut.

Ketika Nitran masih saja diam, dan tidak memberikan jawaban atas pertanyaan dari ibunya. Wanita baya itu menatapnya dengan sangat tajam, dia sampai menggebrak meja. Sarapan pagi ini mendadak tegang, padahal Nitran juga tidak berkeinginan membuat masalah.

Mau dia diam saja ataupun tidaknya, semuanya akan berakhir seperti ini. Jadi sia-sia saja, Nitran hanya perlu membela dirinya sendiri.

Tapi, siapa sangka. Jika hal seperti ini bisa kapan saja terjadi. "Jadi kau masih belum memikirkan jurusan perkuliahanmu nanti? Kau itu hidup buat apa sih Nitran. Jadi seperti kakakmu itu! Masa depanmu itu ya kau sendiri yang menentukannya."

Nitran tahu perkataan ibunya ada benarnya juga. Tapi, dia tidak terpikirkan jika dirinya harus menuruti kemauan ibunya. Bagaimana tidak, selama ini dia juga tidak dipedulikan. Kedua orangtuanya hanya sibuk memperhatikan kakaknya saja.

Dengan tidak berharap, Nitran bersikap biasa-biasa saja. Dan sampai mengabaikannya, dia tidak peduli sama sekali. Karena sesuai dengan perlakuan orangtuanya juga.

"Bu, jangan bandingkan Nitran sama Natran. Pastinya kami itu berbeda, jangan memaksakannya. Mana tahu, Nitran punya alasannya sendiri. Dan sesuatu yang ingin ditujunya," sahut Natran yang tidak bisa diam saja saat adiknya dimarahi.

"Kau itu ya, Natran. Selalu aja ngebelain Nitran. Kau harusnya tahu dia itu enggak bisa terdidik. Masa depannya cerah, tapi dia menolak untuk menuju jalan yang diberikan orangtuanya. Enggak semua orang bisa kuliah, dia beneren enggak bersyukur," ibunya bahkan mengatakan hal-hal yang lebih menyakitkan lagi.

Meskipun Nitran diam saja, dan tidak mengekspresikan kekesalannya. Bukan berarti dia tidak kenapa-kenapa. Dia benar-benar kesal, saking kesalnya Nitran tidak tahu harus bereaksi seperti apa lagi. Karena bagaimanapun itu percuma saja.

Nitran tidak bisa mengendalikan keadaannya sendiri. Hal-hal buruk dalam hidupnya pasti ada, Nitran sudah menduganya dari awal. Sayangnya dia tidak memiliki kuasa.

Hidup Memiliki Tujuan [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang