9. tidak punya tujuan

115 10 0
                                    

Sudah banyak hal yang Nitran jadikan untuk alasannya bertahan di dunia ini. Tapi, tidak ada satupun yang benar-benar bisa dijadikannya pertahanan. Dia hanya mencoba untuk memilikinya, sekalipun dia belum sepenuhnya memiliki hal seperti itu.

Nitran takut jika pilihannya untuk bertahan hidup itu salah. Karena, bagaimanapun keluarganya seperti tidak mengharapkan kehidupannya di dunia ini. Barangkali kematian adalah yang terbaik, Nitran mempercayai hal itu dalam kehidupannya. Lagian dia hidup saja sudah di anggap seperti tiada. Keluarganya pasti baik-baik saja jika dia mati.

Kehilangannya bukan perihal yang akan ditangisi, justru menjadi perihal sebaliknya. Jujur saja, Nitran merindukan kenangannya di masa kecil. Saat ayahnya masih sangat menyayanginya. Meskipun sang ibu terlihat jelas tidak menyukainya, Nitran masih merasa baik-baik saja. Karena dia percaya, bahwa ayahnya selalu ada untuknya.

Tapi, setelah dia beranjak remaja. Perlakuan baik dari ayahnya perlahan memudar. Dan justru menghilang sepenuhnya. Bahkan pria baya itu juga berkeinginan untuk membuatnya di asingkan. Menyakitkan sekali, Nitran ingin menangis sekeras-kerasnya. Dan berkeinginan bunuh diri, menurut Nitran menghabisi nyawanya adalah pilihan paling tepat.

Alasannya untuk bertahan juga tidak ada sama sekali. Dia memang pernah memiliknya, akan tetapi dengan mudahnya keluarganya sendiri mematahkan alasannya itu.

"Pagi Nitran!" Ucap seorang laki-laki berwajah tampan itu, yang kini sedang menatap ke arah Nitran.

Sebenarnya Nitran tidak terlalu mengenalnya, dia juga tidak banyak berbicara dengan teman-teman sekelasnya. Selain dengan Seijan dan Hasar saja. Itu sebabnya dia hampir sepenuhnya tidak mengenali nama-nama teman sekelasnya itu.

"Nitran kau kenal dia enggak?" Tanya Seijan sambil menunjuk ke arah cowok itu.

Nitran lantas menggelengkan kepalanya dengan pelan sebagai jawaban. Dia memang tidak mengenalinya, lebih tepatnya lagi. Nitran juga tidak peduli. Mungkin dia juga bagian dari orang-orang yang membicarakan keburukannya. Dari awal kenyataannya pun seperti itu.

"Sebegitu kah dirimu menutupi diri dari sekelilingmu! Sampai-sampai aku yang duduk tepat dibelakang mu aja kau enggak kenal namaku. Aku Arkansa Frizar. Panggil aja Frizar biar bisa langsung akrab," sahutnya yang mengenalkan dirinya sendiri.

Sebelumnya Seijan juga tidak memberitahu apapun. Dia hanya mengatakan jika hanya dekat dengan Hasar saja, sampai lupa memberitahukannya mengenai Frizar.

"Oh kau Frizar. Selama ini Seijan cuma bilang teman dekatnya cuma Hasar. Maaf aku sampai enggak tahu," ucap Nitran sesuai dengan kenyataannya.

Lantas Seijan pun mendapatkan tatapan tajam dari Frizar. Bisa-bisanya dia tidak di anggap, ya walaupun dia memang tidak terlalu berteman dekat seperti Hasar. Tapikan dia juga teman sekelasnya Seijan, yang selama ini selalu berada di dekat Seijan.

Barangkali perannya tidak sepenting Hasar, dia yang harus sadar diri. "Maaf lho, Seijan. Aku terlalu berharap dekat sama kamu."

"Lah enggak gitu juga lho, Frizar. Bagiku kau juga teman paling penting. Cuma kan karena aku sering sama Hasar, dan kau yang enggak suka dekat sama Nitran waktu itu. Jadi dari pada ngebuat suasana mendadak suram, memang lebih baik buat enggak kasih tahu apa-apa kan?" Jelas Seijan yang merasa tidak enak hati.

Frizar justru tidak marah sama sekali, dia memahaminya. Lagian Seijan itu orang baik, dan Hasar sebagai teman terdekatnya pasti akan selalu mengikuti langkahnya. Tidak seperti dirinya, yang dengan mudah mempercayai perkataan orang-orang. Dari pada membuktikannya sendiri.

Kemudian dia pun duduk di dekat Nitran, menatapnya dengan lekat sekali. Frizar berharap memiliki kesempatan untuk mengenal Nitran dengan baik, agar dia tidak salah menilainya seperti yang lain.

Hidup Memiliki Tujuan [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang