10. SESUAP ROTI.
Pukul setengah sebelas setelah membantu Ibu Guru membawa buku dan merapikan beberapa bangku yang berantakan, Jagat kemudian keluar dari kelas untuk menghampiri Dierja yang selalu menunggunya dibawah pohon beringin. Sebab Dierja biasanya pulang lebih awal dari jagat, sekitar pukul sembilan lebih dua puluh menit.
Hingga jam pulang, Egi tidak mengganggu Dierja lagi sebab setelah melakukan kenakalan tadi, Egi tidak bisa berkutik karena selepas pelajaran Olahraga, kelas Dierja melangsungkan pelajaran matematika, yang mana tidak ada waktu untuk anak-anak kelas bercanda dan mengganggu Dierja.
Tanpa sepengetahuan Jagat, ternyata Dierja sudah lebih dulu pulang. Jagat yang tidak menemukan Dierja dibawah pohon beringin pun mendadak panik. Tidak seperti biasanya Dierja seperti ini, pasti ada sesuatu yang tidak ia ketahui.
Dengan langkah cepat dan sedikit berlari, Jagat menyusuri jalan menuju pulang sembari terus berharap kalau Dierja baik-baik saja. Walaupun hatinya tidak yakin, tetapi Jagat akan tetap berpikir positif.
Namun ternyata, Jagat tidak menemukan Dierja di rumah.
Rumah kosong, bahkan pintu pun masih terkunci rapat, tidak ada tanda-tanda kalau Dierja sudah pulang atau setidaknya Dierja mencoba membuka kunci. Pikiran Jagat semakin kalut. Yang Jagat tahu, Dierja itu tidak tahu jalan, kecuali jalan menuju peristirahatan terakhir Mama.
Mencoba tetap tenang, Jagat memutuskan masuk terlebih dahulu ke dalam rumah untuk mengganti baju sekolahnya. Sebab jika Jagat berkeliaran mencari Dierja dan masih menggunakan seragam sekolah, Jagat takut bertemu Guru, mereka akan mengira kalau Jagat tidak langsung pulang dan malah main. Bisa-bisa nanti dirinya yang berakhir diomeli Bapak.
Dengan sangat tergesa-gesa Jagat mengganti bajunya sembari sesekali berdo'a agar Dierja tidak apa-apa, karena Jagat masih diselimuti Khawatir sampai detik ini. Detik dimana langkahnya kini mulai mmbawa ia ke luar rumah dan berlari secepat mungkin menuju rumah terakhir Mama. Jagat yakin Dierja ada disana.
Ternyata dugaannya memang benar. Disini, Dierja masih memandangi nisan Mama sembari sesekali anak itu menangis dan bercerita banyak hal. Terutama untuk hari ini dan semalam saat ia mendapat hukuman dari Bapak.
Sebenarnya Dierja takut jika Bapak sudah marah, tetapi anak itu selalu tidak punya cara lain untuk menerima hukuman yang Bapak berikan padanya. Walaupun tak jarang, hukumannya tidak memandang umur. Dierja bahkan sering mendapatkan kekerasan fisik dari Bapak. Yang terkadang membuatnya lelah dan ingin sekali mengeluh pada Bapak. Dierja ingin Bapak tahu bahwa semua yang Bapak lakukan itu sangat menyakitkan untuk diterima.
Tetapi Dierja tidak bisa melakukan itu, sebab Bapak tidak suka anak yang lemah. Dierja tidak berani mengeluh secara terang-terangan pada Bapak. Bisa-bisa Bapak akan sangat marah dan kembali menghukumnya lebih keras dari biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dierja Gentala, 1997
Fiksi PenggemarKehilangan kali ini adalah awal dari kerasnya hati dan kepalaku. Aku mendadak bisa menjadi monster yang paling menakutkan sekaligus mematikan untuk anak-anakku. Bahkan di saat mereka masih tak paham bagaimana cara semesta yang keji ini bekerja tanpa...