13 | Hujan dan air mata

17.8K 1.3K 402
                                    

Happy Reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading!

Apa yang Bapak lakukan pada Dierja tadi pagi, berhasil membuat hati Jagat tidak tenang. Beberapa kali Jagat melihat ke arah jarum jam di dinding kelas nya untuk menghitung berapa lama lagi ia bisa pulang. Sebab Jagat gelisah setengah mati memikirkan keadaan Dierja yang pasti sedang ketakutan di belakang rumah.

Jagat mungkin masih kecil, masih berusia Sembilan tahun. Tapi jangan pernah tanya soal pemikirannya, anak itu bisa dibilang cukup dewasa untuk anak seusianya. Jagat bisa saja bermain-main dan melupakan Dierja sejenak yang sedang ketakutan di rumah, Jagat bisa saja melakukan itu, tapi sampai kapan pun, Jagat tidak akan pernah bisa melakukannya. Bahkan rasanya Jagat hampir gila memikirkan hal-hal buruk yang belum pasti terjadi.

Diperjalanan pulang, dengan perasaan gelisah yang tak menentu, Jagat berlari sekuat mungkin agar bisa cepat sampai ke rumah. Jagat akan melanggar perintah Bapak yang melarangnya membukakan pintu untuk Dierja sebelum Bapak pulang kerja. Dan itu tidak akan pernah mungkin terjadi. Jagat tidak akan membiarkan Dierja menderita terlalu lama.

Tidak apa-apa kalau setelah ini, Jagat yang akan mendapatkan sanksi dari Bapak, asalkan bukan Dierja, Jagat tidak masalah.

Setelah sampai di depan rumah, Jagat membuka sepatunya tanpa harus sambil duduk, Jagat membukanya dengan sangat tergesa-gesa.

"Dierja!" Jagat berteriak, bahkan sebelum ia membuka pintu dan masuk ke dalam rumah.

Jelas tidak akan ada jawaban, sebab Dierja posisinya ada di belakang rumah. Kemudian Jagat berlari setelah berhasil membuka pintu rumah, tanpa menaruh tas terlabih dahulu, Jagat membuka pintu kamar Bapak dan menggeledah ke setiap penjuru ruangan, mencari kunci pintu belakang yang pasti Bapak sembunyikan agar Jagat tidak bisa menolong Dierja.

Satu menit Jagat berkeliling di kamar Bapak, dan hasilnya nihil, Jagat tidak menemukan kunci pintu belakang. Kesal, Jagat benar-enar marah pada Bapak karena pasti Bapak membawa kunci itu di saku celananya tadi pagi.

"Dierja!"

Jagat kembali berteriak memanggil nama Dierja setelah menutup kembali pintu kamar Bapak. Anak laki-laki itu berlari ke pintu belakang yang masih terkunci rapat.

"Abang?!" suara Dierja terdengar, Dierja bahagia bukan main begitu mendengar suara Jagat ada di belakang pintu.

"Dierja? Dierja baik-baik saja, kan?" Jagat menempelkan telinganya pada pintu sembari menunggu jawaban dari Dierja.

Sedangkan Dierja hanya tersenyum mendengar pertanyaan Jagat barusan. Sembari memeluk tas nya seerat mungkin, Dierja kemudian mendekat pada pintu dan mulai menjawab.

Dierja Gentala, 1997 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang