14 | Orang tua tunggal

8K 972 180
                                    

Happy Reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading!

Terkadang sesuatu yang paling ditakutkan akan terjadi lebih cepat dari yang diharapkan. Jagat tidak pernah tahu kalau ternyata hari ini Bapak pulang lebih awal dari biasanya. Padahal Dierja baru saja terlelap dalam tidurnya setelah beberapa kali anak itu tampak kesulitan bernapas dengan benar.

Sudah terhitung dua jam berlalu setelah Jagat berhasil merusak pintu belakang menggunakan palu dan alat perkakas lainnya milik Bapak untuk menolong Dierja dari ganasnya udara dingin, yang ternyata itu sama sekali tak membuat semua berjalan baik-baik saja.

Dierja masih terlihat gelisah dalam tidurnya, anak itu beberapa kali bergerak tidak nyaman karena terus berkeringat dingin. Yang mana bersamaan dengan itu, Jagat pun ternyata tengah merasakan hal yang serupa. Tidak ada yang bisa membuat Jagat ketakutan dan gelisah selain kemarahan Bapak yang berapi-api.

Apalagi hari ini Jagat sudah sangat mengecewakan Bapak karena tidak mematuhi perintahnya agar tidak membukakan pintu untuk Dierja. Bahkan Jagat sudah bisa merasakan kemarahan Bapak dari sebelum lelaki paruh baya itu menginjakan kaki di rumah.

Sesekali Jagat menoleh, memandangi Dierja yang masih tertidur begitu pulas. Hingga tak lama setelahnya, tiba-tiba saja suara mobil milik Bapak terdengar di halaman rumah. Jagat sudah tidak bisa melakukan apa-apa lagi karena pasti ujung-ujungnya ia akan tetap ketahuan.

Sambil memainkan jari-jari tangannya, jagat semakin berkeringat dingin ketika suara langkah kaki Bapak semakin dekat, kemudian terdengar menuju pintu belakang.

Lantas embusan napas kasar terdengar beberapa detik setelah Bapak melihat bahwa pintu belakang rusak, yang artinya tidak ada celah sedikit pun untuk memaafkan dan memberikan keringanan atas apa yang sudah putranya perbuat.

Seharian bekerja sudah cukup melelahkan. Tetapi ternyata saat pulang ke rumah pun, Bapak tidak bisa merasakan ketenangan sama sekali. Seharusnya memang tadi tidak usah pulang kalau ujung-ujungnya Bapak harus kembali kesulitan mengontrol emosinya.

Bukan hanya Jagat dan Dierja saja yang membenci sikap kasar Bapak, melainkan Bapak pun muak dengan dirinya sendiri.

Sambil menunduk di tepian ranjang, Jagat tak hentinya memohon pada Tuhan agar Bapak tidak menghukumnya, atau justru menghukum Dierja yang bahkan anak itu sedang menahan sakit. Kalau pun memang harus dihukum karena telah berani melanggar perintah Bapak, Jagat akan menerimanya dengan lapang dada.

Samar-samar, Jagat kembali mendengar suara langkah kaki Bapak mendekat, kali ini langkahnya membawa Bapak ke kamar Dierja dan Jagat, yang dimana bersamaan dengan itu, jantung Jagat semakin berdetak lebih kuat sampai rasanya hampir melompat ke luar.

Dierja Gentala, 1997 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang