09. DIERJA INGIN PULANG, MA.
Sudah hampir 1 jam berlalu. Jagat masih berdiam diri di dalam kamar dengan perasaan berkecamuk. Mendengar suara air dan suara gayung yang dibanting, membuat Jagat semakin percaya jika Dierja sedang diguyur dan dipukuli oleh Bapak.Jagat sudah mencoba berkali-kali untuk mendobrak pintu kamarnya, namun itu tidak sebanding dengan dirinya yang masih sangat kecil. Tenaga Jagat tidak sekuat itu. Alhasil, mendengar suara bentakan Bapak dari tadi di dalam kamar mandi, malah semakin membuatnya tidak tenang. Jagat sudah bisa menebak kalau setelah ini, Dierja akan dilarikan ke rumah sakit. Atau mungkin saja tidak. Karena Bapak tidak akan mau membantu Dierja saat sedang marah besar.
Dan dugaan Jagat benar. Sebab setelah mendengar suara seperti orang jatuh, dari dalam kamar mandi. Jagat yang semula duduk di tepian kasur, kini kembali histeris memukul-mukul pintu kamar sembari berteriak. Jagat sudah bisa memastikan bahwa Dierja pasti pingsan karena tidak tahan dingin.
Bapak benar-benar tega sudah meninggalkan Dierja sendirian di dalam kamar mandi.
"BAPAK! BUKA!"
"Bapak! Dierja tidak bisa kedinginan!"
Jagat menghabiskan seluruh tenaganya untuk memukul-mukul pintu kamar.
"BUKA, PAK!!"
Bapak mendengar itu, mustahil jika Bapak tidak mendengar suara jatuh dari dalam kamar mandi. Tetapi untuk beberapa detik, Jagat masih belum mendengar pintu kamar Bapak dibuka, itu lah alasan yang membuat Jagat semakin histeris. Jagat benar-benar takut kalau Dierja kenapa-kenapa.
Dan di sini, perasaan Bapak sangat tidak menentu. Bapak masih kesal dan butuh waktu untuk meredakan emosinya. Tetapi dengan mendengar teriakan Jagat dan suara bising dari pintu yang dipukul-pukul, membuat Bapak langsung beranjak dari duduknya dan kembali melangkah ke luar, lebih tepatnya ke arah kamar mandi untuk melihat keadaan Dierja.
Sebelumnya, Bapak juga sudah mengira kalau Dierja pasti tidak akan kuat, tetapi hukuman tetaplah hukuman. Bapak tidak mau mempunyai anak yang lemah mental, Bapak punya cara tersendiri untuk mendidik putra-putranya, walaupun beberapa cara yang Bapak pakai tidak bisa dibenarkan. Bapak terlalu kasar dan keras untuk anak seusia Dierja dan Jagat.
Kemudian dengan emosi yang masih belum stabil, Bapak membuka pintu kamar mandi, dan tidak bohong kalau Bapak benar-benar terkejut melihat keadaan Dierja yang sedang meringkuk kedinginan di atas ubin kamar mandi.
Matanya masih terbuka, Dierja masih sadar. Namun bibirnya sudah membiru, tubuhnya gemetar kedinginan. Galak-galak begini, Bapak masih punya perasaan. Hingga untuk beberapa detik saja, Dierja sudah Bapak pangku dan Bapak bawa ke dalam kamar setelah Bapak membuka pintu yang semula masih terkunci itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dierja Gentala, 1997
Fiksi PenggemarKehilangan kali ini adalah awal dari kerasnya hati dan kepalaku. Aku mendadak bisa menjadi monster yang paling menakutkan sekaligus mematikan untuk anak-anakku. Bahkan di saat mereka masih tak paham bagaimana cara semesta yang keji ini bekerja tanpa...