02

87 11 4
                                    

Mendengus tak peduli, Soraru membawa keluar Putera Shogun dari kuil tua itu dan pergi menuju markas. Begitu keduanya tiba disana, mereka menjadi pusat perhatian terutama sosok sang Tuan Muda yang sibuk mengagumi kota di dalam kawah sambil ber-wah kagum dan memeluk erat perpangkalan leher Soraru. Saking menjadi pusat perhatian, beberapa anak yang semula asyik bermain jadi pindah haluan dan mengerubungi Soraru.


“Wah! Kaicho! Apa itu pacarmu!?” Seru salah seorang anak kecil yang tiba-tiba berlari kearahnya sambil menarik lengan yukata-nya.


Jengah dengan anak-anak di bawahnya, Soraru memutar bola matanya kesal. “Pacar apanya, minggir!”


Tapi sang pangeran langsung memukul bahunya. “Hei, kau! Bisa-bisanya ketus begitu.”


“Memangnya mau apa kau?”


Nee, nee! Apa kau pacarnya kaichou?” Tanya salah seorang anak perempuan. Tuan Muda itu tersenyum manis dan menggeleng. “Bukan, aku budaknya.”


Soraru mengerjap kaget oleh penuturan enteng sang Tuan Muda yang begitu santai mengaku sebagai budak.


“Budak? Apa itu?” Tanya anak yang lain.


Sang pangeran bergumam. “Emm ... aku adalah miliknya.”


“Berarti pacar?”


“Bukan! Aku ini budak!”


“Aish, sudahlah! Untuk apa ditanggapi!” Gerutu Soraru. Sang Tuan Muda merenggut dan membalas. “Kalau begitu, kenapa tidak kau jelaskan saja sendiri?”


Kaichou, turunin dong! Mau liat kakak cantik!!”


Ara? Apa aku secantik itu?”


Anak-anak mengangguk kompak. “Cantik! cantik! Kayak bidadari!!”


Sang pangeran tertawa kecil dan menoleh. “Aku boleh turun?”


“Tidak.”


Sang Tuan Muda dan para anak kecil kompak pasang wajah sedih yang makin menambah kejengkelan Soraru.


“Argh! Menyebalkan!” Soraru turun bersimpuh dengan sang pangeran tetap berada dalam pelukannya. Sang Tuan Muda segera dikerubungi oleh anak-anak yang begitu semangat menyentuh setiap sisi wajah dan juga rambutnya.


“Wah ... rambutmu halus kayak kapas!”


“Matamu juga cantik! Kayak buah delima di hutan!”


“Apa kau betulan manusia?”


“Cantik banget! Pipinya putih!”


“Kakak, namamu siapa?”


Sang Tuan Muda menjawab riang. “Mafu. Namaku Mafumafu.”


Mafumafu. Ulang Soraru dalam hatinya. Kalau dipikir-pikir ia belum mengetahui nama sanderanya ini sejak kemarin. Sambil memerhatikan sosok Mafumafu yang masih meladeni anak-anak kecil itu, memang harus diakui bahwa Tuan Muda ini memiliki paras yang sangat menakjubkan.


Tapi mengapa ia jarang menunjukkan diri di festival besar atau acara negara lainnya?


“Mafumafu? Aku gak pernah dengar nama pangeran kayak begitu?” Salah satu anak mengernyit bingung.


“Iya, aku juga hanya tahu Pangeran Silvana sama Wolpis.”


“Aah ... itu karena aku jarang ada dirumah,” jawab Mafu.

Hitomodoki S2 || SoraMafuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang