11

22 1 0
                                    

Awalnya, Soraru mengira Mafu membawanya kemari hanya untuk memperkenalkan asal usul keluarganya kepadanya. Di bawah langit yang masih diselimuti kegelapan pekat, ia berdiri tegap dengan tudung wajah ala pertapa yang menutupi sebagian wajahnya. Udara dingin menusuk tulang, namun kehadirannya di antara para penghuni desa yang berjajar rapi menghadap pasukan Putera Mahkota membuatnya merasa hangat. Di sampingnya, Mafu juga mengenakan tudung serupa, jemarinya yang ramping menggenggam tangan Soraru erat seolah mencari kekuatan.


Angin malam berhembus lembut, menerbangkan ujung jubah para pendeta yang berdiri di barisan depan. Suasana tegang menggelayut di udara saat Putera Mahkota melangkah maju dengan gesture anggun namun penuh wibawa.


"Aku yakin kau sudah mendengar tentang pertunanganku, Paman?" Suara Putera Mahkota mengalun lembut, namun ada ketegasan dalam nada bicaranya. "Kedatanganku kemari untuk meminta pendeta dari klanmu menjadi wakil pendeta kekaisaran dan ikut dalam karavan kami."


Shoose, dengan wajah datar dan sorot mata dingin yang menusuk, menatap sang Putera Mahkota tanpa gentar. "Atas dasar apa aku harus memenuhi permintaanmu?"


"Tapi Paman—"


"Setelah kau gagal melindungi kannushi kami, beraninya kau membuat permohonan seperti itu?" Shoose memotong dengan nada tajam, setiap kata yang keluar dari mulutnya sarat akan kemarahan yang terpendam. "Kalau kaisar yang menyuruhmu kemari, suruh dia datang biar kutampar wajahnya."


Di barisan belakang, Soraru ternganga kagum menyaksikan sandiwara Shoose. Mafu di sampingnya mengulum senyum bangga dan semakin mengeratkan genggaman tangannya hingga Soraru bisa merasakan kehangatan yang menjalar. "Kita di sini hanya memerhatikan saja, oke?" bisiknya lembut di telinga Soraru.


Soraru mengangguk pelan, memutuskan untuk menanyakan detail situasi nanti. Namun otaknya sudah mulai menyusun spekulasi berdasarkan potongan informasi yang ia miliki. Alasan Mafu mengajaknya kemari pastilah karena kekaisaran masih menaruh harapan besar pada klan Aikawa, mengingat adanya hubungan darah di antara mereka. Meski klan Aikawa tidak pernah merestui hubungan ibu Mafu dengan kaisar, kehadiran Mafu ke dunia adalah fakta yang tak bisa diabaikan. Dengan kaisar yang begitu menyayangi Mafu, posisi klan Aikawa dalam kekaisaran tentu sangatlah kuat.


Tentu saja, itu berlaku jika pemimpin klan Aikawa masihlah orang yang sama seperti dulu.


"Perjanjiannya adalah, klan Aikawa akan berada di sisi kekaisaran sampai pemimpin sebelumnya meninggal," ucap Shoose tegas, matanya berkilat dalam keremangan obor yang menari-nari tertiup angin. "Dan karena aku adalah pemimpin klan sekarang, aku tidak mungkin memenuhi panggilan itu."


"Berani-beraninya kau berkata begitu di hadapan Putera Mahkota!" salah satu ajudan berteriak murka, tangannya refleks memegang gagang pedang hingga buku-buku jarinya memutih. "Kau sungguh berani berkhianat tepat di depan wajahnya?!"


"Apa maksudmu?" Shoose menyeringai tipis, sama sekali tak terintimidasi. "Apa aku pernah melakukan perjanjian atau tunduk di hadapan kaisar? Datang saja tak pernah, kan? Ingat, aku pemimpin klan ini sekarang." Setiap kata yang keluar dari mulutnya sarat akan penekanan, terutama di kalimat terakhir yang terasa begitu menusuk.


Sang ajudan mengeraskan rahang, amarah jelas terpancar dari matanya yang berkilat berbahaya di bawah sinar obor. "Alasan macam apa itu?!"

Hitomodoki S2 || SoraMafuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang