Author POVSheilla, gadis itu merebahkan tubuhnya di atas ranjang setelah membersihkan tubuh selepas pulang dari nongkrong bersama kedua temannya.
Tangannya meraih ponsel di atas nakas. Tak ada yang bisa ia lakukan selain membuka akun sosmed, lalu menggulir benda itu ke bawah.
Hingga tangan Sheilla berhenti di sebuah postingan Instagram yang baru saja di publish 3 jam lalu.
"Buset... Ganteng banget sih bokap gue, tapi sayangnya agak brengsek," gumam Sheilla.
Yap, postingan yang baru saja lewat di branda Instagramnya adalah foto Bram, ayah Sheilla yang sedang berfoto bersama teman-teman kantornya.
Jika dilihat-lihat, ayahnya memang masih sangat sekeren itu untuk usianya yang sudah memasuki kepala empat. Hingga tak jarang banyak kaum wanita ingin mendaftar menjadi ibu tiri Sheilla. Tapi Sheilla menolak keras tawaran para wanita-wanita itu dengan alasan tidak ingin mempunyai ibu tiri.
Tok... tok...
Ketukan pintu kamarnya, membuat Sheilla mengalihkan perhatian dari ponselnya.
Dengan gerakan malas, Sheilla melangkah untuk membuka pintu. "Kenapa bik?"
Terlihat seorang wanita paruh baya yang merupakan art di rumah Sheilla. Bik Monik.
"Di suruh tuan besar makan malam, non," jawab bik Monik sopan.
"Yaudah, bibi duluan aja, nanti aku nyusul."
"Iya, non, jangan lama-lama." Setelah melihat kepergian Bik Monik, Sheilla kembali memasuki kamar untuk meletakkan ponselnya di atas nakas.
Setelah selesai, Sheilla kembali keluar kamar menuju meja makan yang ada di lantai bawah. Dapat Sheilla lihat Ayahnya yang tengah duduk di kursi meja makan sembari memainkan ponselnya.
Tanpa membuka suara, Sheilla langsung mendudukkan bokongnya di hadapan Bram. Lalu menyendokkan nasi ke dalam piring tanpa suara.
"Ga sopan banget kamu," tegur Bram pelan melihat kelakuan anak semata wayangnya ini.
"Kan papa ga pernah ngajarin aku sopan santun," balas Sheilla tanpa rasa takut.
Bram menghela nafas panjang mendengar jawaban Sheilla. Selalu seperti ini, setiap kali berbicara dengan Sheilla, ia harus bersabar agar tidak membuat gadis itu kian membangkang.
"Kamu tau kan Shei, kalo papa kerja juga buat kamu," ujar Bram lembut.
"Iya tau, tapi aku ga butuh uang papa, yang aku butuhkan itu cuma waktu papa aja kok." Sheilla tau jika ia egois. Tapi inilah cara Sheilla untuk mendapatkan perhatian sang ayah.
Kelakuan nakal Sheilla selama ini bukan hanya semata-mata tanpa alasan. Namun, semua itu ia lakukan untuk mendapatkan perhatian dari sang ayah. Yah, walaupun jalan yang ia ambil untuk mendapat perhatian Bram adalah salah. Sheilla tak perduli jika ia sudah merasa nyaman dengan semua kegiatannya. Egois memang.
Bram menghembuskan nafas panjang. Pria setengah baya itu tak lagi membalas ucapan Sheilla yang nantinya akan menjadi pertengkaran. Lebih baik ia diam daripada harus berdebat dengan Sheilla.
Beginilah hubungan antara anak dan ayah satu ini. Tak pernah akur barang semenit, selalu berdebat jika sedang duduk berdua. Sama-sama keras kepala yang berujung pertengkaran seperti sekarang.
Kalian bertanya di mana ibu Sheilla? Wanita itu sudah meninggal sejak Sheilla dilahirkan. Yap, ibu Sheilla meninggal setelah Sheilla di lahirkan ke dunia.
"Lusa papa bakal ke Australia lagi," ujar Bram setelah selesai makan.
Sebelum beranjak, Sheilla menatap Bram datar. "Udah tau."

KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Hujan Berhenti [ Hiatus ]
Teen Fiction"Gue lebih baik sering ngerasain cape fisik daripada cape batin." "Kenapa gitu?" "Soalnya cape fisik cuma sebentar, tapi kalo cape batin cape nya lebih lama. Bahkan akan tetap membekas di hati sampai rasanya mau mati." °°° Balapan, baku hantam...