Author POV
Detik demi detik telah berlalu, hingga hari demi hari berganti. Begitu pula dengan minggu-minggu terus berganti hingga dua bulan telah berlalu.
"Kenapa lo mau kerja sama bokap gue?"
Di atas roftof sekolah SMA Panca Darma, dua anak manusia dengan jenis gender yang berbeda, tengah duduk di pembatas roftof sembari menikmati angin sepoi-sepoi yang menerpa wajah keduanya.
Zayn, cowok itu menoleh sejenak ke arah Sheilla yang tengah memandang lurus ke depan. Lalu, ia kembali menatap lurus ke udara lepas.
"Karena gue pengen ada di sisi lo." jawaban singkat itu, mampu menarik wajah Sheilla menatap wajah Zayn.
"Alasannya?"
Zayn ikut menoleh ke arah Sheilla. Hingga kini keduanya saling beradu pandang beberapa saat sebelum Zayn mengeluarkan suara.
"Lo ingat kan waktu pertama kali kita ketemu di gang waktu masih SMP dulu?" Sheilla mengangguk singkat.
"Sejak saat itu gue suka sama lo, Shei. Mungkin ini terdengar klise, tapi nyatanya emang gitu. Gue suka sama lo dalam pandangan pertama." aku Zayn. "Gue awalnya nolak saat bokap lo pertama kali minta gue buat jagain lo. Tapi setelah bokap lo nunjukin foto lo hari itu. Gue langsung setuju buat jagain lo," lanjut cowok itu.
"Tapi, dulu lo bilang lo kerja karena butuh uang. Terus kenapa sekarang lo malah bilang seolah-olah lo jagain gue karena itu emang niat lo dari awal?"
Zayn mengangguk singkat. "Bokap lo yang nawarin, dan gue emang lagi butuh uang dan ga mau membebani kedua orang tua gue. Karena itu gue terima tawaran bokap lo. Tapi soal gue suka dan mau jagain lo, itu emang kemaun gue sendiri. Sekalipun om Bram ga ngasih gue apa-apa, gue tetap mau jagain lo, Shei." tutur Zayn panjang lebar.
Sheilla menatap dalam netra Zayn, berusaha mencari kebohongan di sana. Namun nihil, ia tak menemukan kebohongan pada netra itu. Terpancar jelas di kedua netra cowok itu sebuah keseriusan yang tulus.
Sheilla mengalihkan perhatiannya ke depan. Detak jantungnya berpacu cepat saat di tatap begitu intens. Refleks Sheilla memegang dadanya yang berdegup kencang.
'Gue kenapa sih?' batin Sheilla. Tak biasanya ia gugup seperti ini.
"Lo gugup?"
Pertanyaan yang di lontarkan Zayn barusan, mampu membuat Sheilla tersentak kaget. Gadis itu melirik Zayn sekilas sembari terkekeh konyol untuk menutupi kegugupan.
'Kenapa juga sih Zayn harus nanya kayak gtiu?!' rutuk Sheilla dalam hati.
"Apaan sih, yakali gue gugup." Sheilla mengalihkan pandangannya sembari tertawa garing.
Melihat itu, Zayn tersenyum kecil. "Gpp Shei. Gue orangnya bertanggung jawab kok. Bilang aja kalo lo baper. Gue siap tanggung jawab kapanpun."
Sontak Sheilla menatap Zayn sinis. Lantas melayangkan pukulan pada bahu cowok itu. "Apaan sih! Lo ga perlu tanggung jawab. Gue ga hamil." ketus gadis itu.
Tawa Zayn pecah saat melihat wajah Sheilla memerah. Jelas sekali jika gadis itu sedang menahan salting.
"Ternyata cewek tomboi kayak lo kalau lagi salting lucu juga ya," kekeh Zayn tersenyum geli.
"Diam ga lo, Zayn!" kesal Sheilla. Kedua pipi gadis itu benar-benar merah seperti tomat. Bohong jika Sheilla tidak baper dengan ucapan Zayn.
Ntah kemana Sheilla yang katanya cuek itu pergi. Yang di hadapan Zayn saat ini seperti bukan Sheilla yang terkenal badas.
_oOo_
"Bang?" panggil Shaka.
Kini, Zayn dan Shaka adiknya sedang berada di dalam kamar Zayn. Dengan Shaka yang sedang berbaring di atas ranjang. Lalu ada Zayn yang sedang duduk di meja belajarnya sembari mengerjakan tugas.
"Kenapa?" jawab Zayn tanpa menoleh.
"Kalo seandainya bisa ubah takdir, gue pengen punya ayah kayak lo aja bang," ucapan ngawur Shaka barusan mampu menghentikan tangan Zayn yang sedang menggoreskan tinta di atas kertas.
Cowok itu berbalik menatap Shaka bingung. "Lo ga boleh ngomong gitu, Shak. Harusnya lo bersyukur bisa terlahir ke bumi berkat ayah. Coba kalo ga ada ayah, lo belum tentu bisa melihat dunia." Cowok itu tersenyum menenangkan.
Shaka terdiam, remaja kelas tiga SMP itu merubah posisinya menjadi duduk menghadap Zayn.
"Tapi gue ga suka sama sikap ayah. Gue benci..." lirih Shaka menunduk.
Sakit rasanya saat setiap kali melihat Zayn harus menerima semua amukan Satrio. Setiap kali mendengar hinaan dan cacian yang keluar dari bibir lelaki itu untuk Zayn, kerap kali membuat Shaka menatap sang ayah kecewa.
Tak jarang pukulan sering di dapat Zayn saat cowok itu tak sengaja membuat kesalahan. Bahkan, tanpa cowok itu membuat kesalahan pun, Satrio selalu mencari kesalahan cowok itu. Setiap kali Shaka ingin melawan sang ayah untuk membela Zayn. Dengan senyuman manis cowok itu selalu berucap, 'Lo ga boleh ngelawan ayah, Shak. Bagaimana pun, ayah adalah ayah orang yang udah membuat lo bisa melihat dunia.' Jika Zayn sudah berbicara seperti itu. Shaka hanya bisa pasrah melihat cowok itu di amuk Satrio.
Shaka bingung, terbuat dari apa hati cowok itu?
Zayn beranjak menuju Shaka. Lalu cowok itu duduk di samping Shaka sembari merangkul bahu sang adik. "Lo ga boleh benci sama ayah gara-gara gue. Gue yakin suatu saat nanti ayah bakal sayang sama gue juga." ucapan cowok itu sangat berbanding terbalik dengan batinnya. 'Walaupun gue ga yakin'.
"Kalian sedang apa?" tiba-tiba suara ratu terdengar dengan wanita itu yang melangkah menghampiri kedua anaknya.
Keduanya kompak menggeleng. "Biasa Ma, si Shaka lagi curhat. Katanya baru di putusin pacarnya," ujar Zayn tertawa kecil.
Delikan yang di layangkan Shaka membuat Zayn dan Ratu tertawa.
"Anak bunda yang satu ini udah gede ternyata." Ratu tersenyum menggoda sambil mengelus rambut putra bungsunya, lalu setelah itu mengelus rambut Zayn.
Shaka hanya pasrah mengikuti kebohongan sang Abang.
"Kita makan malam dulu yuk," ajak Ratu dengan senyuman hangat yang selalu terukir di bibirnya.
"Kayaknya Zayn ga bisa Bun. Mau ngerjain tugas." tolak Zayn tak enak.
Sejujurnya ia sangat ingin makan malam bersama keluarganya. Namun, Zayn tak ingin membuat Satrio merasa tak nyaman dengan kehadirannya.
"Tadi kan lo udah ngerjain tugas bang," timpal Shaka.
Zayn terdiam, tak bisa memberikan alasan lagi. Melihat itu Ratu tersenyum tipis. Ia tau bahwa itu hanya alasan semata Zayn.
"Gpp nak. Ada bunda hm."
Akhirnya Zayn mengangguk pasrah.
•
•
•
Yeyy! Update lagi🥳
Jangan lupa vote and komen ya teman-teman:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Hujan Berhenti [ Hiatus ]
Genç Kurgu"Gue lebih baik sering ngerasain cape fisik daripada cape batin." "Kenapa gitu?" "Soalnya cape fisik cuma sebentar, tapi kalo cape batin cape nya lebih lama. Bahkan akan tetap membekas di hati sampai rasanya mau mati." °°° Balapan, baku hantam...