9 | Dilarang Berduaan!

13.7K 1K 18
                                    

"Pak."

Suara lembut Nadhira membuat perhatian Kiran teralih dari layar PC yang sudah dia pelototi sejak setengah jam yang lalu, dia ganti menatap ke arah Nadhira yang sudah berdiri di depan mejanya.

Setelah bekerja hampir 14 jam nonstop tentunya dia nggak bisa se-fokus tadi. Kinerja otaknya sudah mulai melambat, apalagi mendekati jam tidurnya ini seluruh sel-sel otaknya seperti nggak mau diajak bekerja sama. Padahal disini, tiang tumpuan para staff nya hanyalah dia.

Kopi? Kiran sudah nggak tahu dia menghabiskan berapa gelas sejak tadi. Mulai dari coffee latte, americano, sampai espresso shot sekalipun nggak berhasil membuat Kiran meningkatkan fokusnya. Barangkali toleransinya terhadap kafein semakin lama semakin tinggi.

"Ada yang bisa dibantu?" tanya Nadhira yang sudah berdiri dengan kondisi siap di depannya, dengan pulpen bermotif kelinci dan agenda kecil yang selalu dibawa nya kemana-mana.

Perempuan dihadapannya ini juga tampak kelelahan, jilbabnya sudah nggak se-rapih tadi pagi. Tampangnya tampak lusuh, namun tetap dipaksakan tersenyum karena yang namanya budak korporat itu nggak bisa gampang mengeluh. Ada perut yang harus diisi, dan cicilan yang harus dibayarkan seperti kondisi Kiran saat ini.

"Nad, kesini sebentar." pinta Kiran dan meletakkan kursi kosong disebelahnya.

Kiran tahu bahwa dia akan dicap sebagai atasan yang nggak berperasaan kalau sampai staff nya harus berdiri selama berjam-jam mendengarkan ceramah yang akan dia sampaikan pada malam hari ini.

Begitu selesai menyampaikan permasalahan yang ingin diperbaiki, Kiran tidak mendapatkan feedback apapun. Alhasil dia melirik kesamping dan mendapati perempuan disebelahnya ini sudah terkulai lemas disampingnya. Dengan kondisi terlelap dan mulut setengah terbuka yang membuat Kiran mau nggak mau kasihan sekaligus gemas. Rada shock aja, kok bisa ini cewek tidur dimana saja.

'Capek' keluh Kiran.

Dia pengen istirahat, dia juga rindu masa mudanya yang sudah sampai dirumah sebelum matahari tenggelam. Meskipun beberapa tahun lalu dia masih staff remahaan dan sering mengandalkan nasib dari transfer bulanan ibunya karena gaji nya saat itu nggak cukup untuk membayar cicilan dan kebutuhan hidupnya sekaligus, tapi dia cukup bahagia.

Punya lebih banyak waktu untuk istirahat dan merefleksi diri, kalau saat ini rasanya dia bekerja keras tanpa tahu apa yang akan dikejar. Cita-cita nya untuk pensiun dini sebelum usia 40 tahun sepertinya nggak akan kesampaian. Rasanya dia masih kurang dalam banyak hal.

Dia sudah ingin terbebas dari perusahaan ini dan mendirikan start up-nya sendiri, agar waktunya lebih fleksibel. Karena yang namanya jadi kacung, seumur hidup bakalan selalu disuruh-suruh. Dia sudah rada nggak tahan, rasanya seperti sesak.

Kiran paham bahwa bekerja di perusahaan taraf internasional seperti ini tentunya akan stressfull. Turn over yang diharapkan oleh para klient cukup tinggi, perusahaan mengharapkan para staff nya bekerja beyound limit. Bukan push it's own limit lagi.

Karena nggak tegaan akhirnya Kiran menggeser sofa mendekat ke arah meja nya, dia jadi dilema. Nggak mungkin kan dia sembarangan menyentuh anak gadis orang, meskipun tindakannya itu pure hanya ingin memindahkan Nadhira, agar posisi tidurnya lebih nyaman. Tapi tetep aja dia nggak bisa.

Ibaratnya Nadhira adalah porselen yang dijaga oleh kedua orang tuanya, dan dipercayakan kepada Kiran. Untuk sekedar menyentuh pun dia nggak berani, dia nggak sanggup untuk melampaui batas.

Kiran mengguncang pelan bahu Nadhira agar perempuan itu segera terbangun. "Hmmm..." respon Nadhira setengah sadar.

"Pindah ke sebelah Nad, ntar leher kamu sakit." ucap Kiran.

Terlanjur ResepsiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang