Cuaca di luar sangat dingin, namun tak sama dengan suasana hati Nanda saat ini. Hari ini hari minggu untunglah hari ini Nanda libur mengajar.
Toktoktok...
"Assalamualaikum Nan? Ini aku Rara. Aku boleh masuk nggak?"
"Iya Ra masuk aja."
"Nan, kamu gapapa kan? Kamu baik-baik aja kan?"
"Aku baik-baik aja Ra. Aku gapapa kok. Aku hanya sedikit lemas saja."
"Nan, kalau kamu butuh temen buat cerita, aku ada disini Nan. Kamu jangan sungkan ya."
"Iya Ra terimakasih ya. Aku cuma butuh istirahat aja kok Ra. Aku gapapa."
"Hmm.. Yasudah Nan. Aku juga masih ada urusan, aku pulang dulu ya Nan. Kalau kamu butuh apa-apa kamu kabarin aku ya Nan. Assalamualaikum."
"Iya Ra wa'alaikumsalam."
.
*
Terlepas dari air mata yang singgah.
Bagaimana dengan bayangannya yang kerap datang di malam-malamku?
Bagaimana dengan jiwaku yang dicekam oleh dinginnya waktu?
Bagaimana dengan rasaku yang kerap tersakiti oleh rindu?
Haruskah aku terus menerus terdiam?*
***
*
Menjauhlah agar ia menjadi nyaman.
Lantas bagaimana dengan rasaku?
Haruskah ku sudahi?
Tidak semudah itu!
Dan..
Aku harus melewati ribuan malam tanpanya?
Aku harus menjaga rinduku meski tanpanya?
Dan aku harus menghadapi sesaknya hati tanpa kehadirannya?
Sungguh aku tak kuasa.
Mohon kasihanilah..*
.
Malam-malam begini adalah waktu yang sangat cocok untuk Nanda menulis puisi. Ia menyuarakan isi hatinya lewat puisi. Terlebih keadaan Nanda yang memang sedang sangat sakit hati dan kecewa.Bagaimana tidak?
Hampir saja ia akan menikah dengan rencana-rencana yang sudah disusun secara rapih. Tidak mudah melepaskan sesuatu yang hampir saja tergenggam, namun sayangnya takdir berkata lain. Memang benar, sebaik apapun kita merencanakan sesuatu. Tapi kita tidak akan bisa melawan garis takdir yang sudah Allah tentukan...
.
.
Ada yang pernah ngalamin?
Heheh:''v
Bismillah
Next
KAMU SEDANG MEMBACA
NAHARA (Nanda Habibah Ramadhani)
Ficção AdolescentePerihal perjalanan kisah cinta seorang gadis yang bernama Nanda Habibah Ramadhani.