#O1. Interview Kerja

36 16 0
                                    

18 tahun berlalu...

"Bunda, Caca pamit. Doa'in interviewnya lancar." pamit seorang gadis dengan balutan kemeja berlapis blazer hitam yang dipadukan dengan celana kulot berwarna senada pada Sang Bunda -Ibu Gayanti, yang terkesan sangat buru-buru pagi ini. Seolah ia sedang dikejar segerombol hal paling menakutkan di dunia.

Yesya Anggraini Setyaningrum, biasa dipanggil Yesy oleh beberapa orang agar lebih mudah. Tapi bagi orang-orang terdekat, lebih sering memanggil dirinya sebagai Caca lantaran sewaktu kecil ia belum fasih dalam melafalkan huruf S dan seolah namanya terdengar Yecha. Yang akhirnya, terbitlah nama Caca sebagai panggilan dari orang terdekatnya. Dan itu berlangsung hingga saat ini.

"Doa Bunda selalu bersama kamu, sayang." balas Ibu Gayanti.

Sekon kemudian, Yesya pun segera meninggalkan area rumahnya menggunakan sepeda motor scoopy miliknya. Menuju sebuah perusahaan ternama di Jakarta untuk melakukan sebuah wawancara kerja, ia berharap hasilnya sesuai dengan ekspektasinya yakni berhasil mendapat pekerjaan hari ini. Mengingat, ini sudah perusahaan ke-3 yang merekrut dirinya dalam kurun waktu tiga hari ini.

Dua perusahaan sebelumnya, menolak lamaran kerja Yesya lantaran statusnya yang masih menjadi mahasiswa aktif S2 di salah satu universitas negeri di Jakarta secara hybrid. Alasan klise bukan? Begitu menurut Yesya, kala mendapati dua lamarannya tertolak dengan alasan tersebut. Padahal, sejauh ini Yesya pikir ia telah memenuhi semua kualifikasi yang ditentukan.

Yesya, gadis itu mengendarai motornya memang dengan sangat cepat layaknya pembalap di sebuah sirkuit karena ia tidak ingin terlambat untuk wawancara hari ini. Hingga, tanpa sengaja motornya menabrak seorang pengendara sepeda yang muncul secara tiba-tiba di hadapannya. Yang membuat dirinya tak sempat mengatur kendali. Dan terjadilah tabrakan antara dirinya dan pengendara sepeda itu.

"Aduh, mas gimana sih? Muncul tiba-tiba kayak setan." Alih-alih menolong si pengendara sepeda itu lebih dulu, Yesya justru melontarkan unek-uneknya.

"Harusnya situ yang lebih hati-hati pas bawa motor, untung ini nggak terlalu parah." balas pengendara sepeda itu tak mau kalah, sembari bangun dari jatuhnya.

"Okei, saya yang salah." ucap Yesya, yang kemudiam berusaha mendirikan kembali motornya dan pergi dari tempat itu sesegera mungkin. Jujur, ia terlalu malas berdebat. Karena itu sangat membuang banyak waktunya. Toh, pengendara sepeda itu juga tidak kenapa-napa.

Meski sedikit rasa nyeri mulai mendera tubuhnya, Yesya tetap teguh pada pendiriannya untuk melakukan wawancara. Ia ingin mendapat pekerjaan itu hari ini, pekerjaan yang juga masuk dalam whislistnya seusai merampungkan pendidikannya jenjang S1.

Walau hanya sebagai karyawan, tapi bisa juga 'kan naik jabatan? Pikirnya.

"Hari ini, nggak boleh gagal. Kalau gagal, gue nangis." batin Yesya, sembari memantapkan hatinya dan kemudian segera melangkah memasuki gedung perusahaan tempatnya melamar pekerjaan itu.

Namun, sebelum memasuki pintu masuk gedung perusahaan tersebut. Yesya dikejutkan dengan pertemuannya kembali dengan sosok pria pengendara sepeda beberapa menit lalu. Dalam hati, ia bertanya apa pria itu juga bekerja di sini?

"Mas, kerja di sini juga? Office boy ya, mas?" tanya Yesya dengan nada penasaran, tapi juga ada sedikit mengejek. Lantaran pria itu juga hanya mengenakan kemeja informal, layaknya bukan seorang pekerja kantoran.

Sementara pria tersebut? Alih-alih menjawab pertanyaan Yesya, ia justru berlalu begitu saja dengan angkuhnya. Melewati Yesya begitu saja, tanpa sedikitpun menatap gadis itu. Kakinya melangkah tegas sembari membenarkan kacamata hitam yang sejak tadi bertengger di hidung mancungnya.

LIKE We Just MeetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang