#O7. Sah (?)

9 9 0
                                    

"Saya ingin menikahi putri ibu, lusa nanti."

Nyonya Gayanti, wanita paruh baya itu masih saja tidak percaya dengan kalimat yang ia dengar lusa kemarin dari mulut seorang pemuda asing. Seorang pemuda yang belum pernah ia temui, yang saat ini tengah mengucap ijab kabul dalam akad pernikahan.

Leo.

Pemuda yang saat ini duduk di samping putrinya yang terlihat cantik dengan balutan kebaya putih sederhana namun tetap terlihat elegan.

Tangis haru pertanda kebahagiaan pun tak luput luruh dari kelopak mata Nyonya Gayanti, saat Leo dapat mengucap ijab kabul dengan begitu lancar sembari berjabat tangan dengan penghulu di hadapan para saksi.

"Pemuda itu bahkan menepati ucapannya yang hanya terjadi lusa kemarin, semoga mereka berdua memang ditakdirkan bersama dan kebahagiaan selalu menyelimuti rumah tangga mereka." gumam Nyonya Gayanti, sembari menyeka air mata menggunakan sapu tangannya.

"SAH!"

Kata itulah yang baru saja menggema di seluruh ruangan bernuansa putih, yang baru saja diucapkan oleh dua saksi utama dan beberapa tamu undangan yang hadir.

Pernikahan antara Yesya dan Leo memang digelar secara privat, hanya dihadiri beberapa kenalan Leo dan kerabat dekat Yesya serta beberapa tetangga Yesya pun turut hadir dalam acara pernikahan mereka.

Keluarga atau kerabat Leo? Mereka memang sepertinya sengaja tidak hadir, lantaran mereka masih tak percaya dengan apa yang Leo lakukan. Laki-laki itu memutus kerja sama dengan salah satu kolega orang tuanya secara sepihak, yang mana kolega itu merupakan orang tua dari gadis yang hendak dijodohkan dengannya.

Tak hanya itu, keputusan Leo tentang pernikahan ini pun menimbulkan pro dan kontra di antara keluarga besar Leo. Tapi, apa yang dipikirkan Leo saat ini? Laki-laki itu sama sekali tak memedulikan semua itu, ia bahkan kini terlihat menanggapi beberapa tamu undangan yang hadir dengan senyuman terbaiknya. Seolah tak akan terjadi apa-apa setelah ini.

Berbeda dengan Leo yang memasang tampang tenang dan santai, Yesya justru lebih banyak melamun selama acara berlangsung. Jujur saja, perempuan cantik berbalut kebaya putih sederhana namun tetap terlihat elegan itu masih tak percaya dengan apa yang baru saja ia alami. Hingga, sebuah tangan kekar tiba-tiba melingkar di pinggangnya. Membuatnya sedikit terperanjat kaget.

"Pak Leo?" lirih Yesya, yang hanya dibalas dengan senyuman oleh si empu tanpa menoleh ke arahnya.

Setelah cukup lama bergelut dengan rangkaian acara pernikahan hari ini, mulai pagi hingga malam hari. Akhirnya, kini Leo dan Yesya bisa bernapas lega juga saat semua tamu undangan telah meninggalkan area gedung. Dan hanya menyisakan Nyonya Gayanti di sana.

"Selamat menjalani peran baru ya, Ca? Jadi istri yang baik, semoga hanya kebahagiaan yang menyelimuti rumah tangga kalian."

"Terima kasih, mama." bukan, bukan Yesya yang menjawab. Melainkan Leo, entah apa yang dipikirkan Leo saat ini. Ia bahkan melebarkan senyumannya di hadapan Nyonya Gayanti.

"Nak Leo, tolong jaga putri Ibu ya... kalau ada apa-apa, ibu harus jadi orang pertama yang tahu. Dan kalau kamu memang sudah tidak menginginkan Yesya, tolong kamu antar Yesya pulang ke rumah ibu secara baik-baik. Tolong jangan sakiti dia."

"Saya akan menjaga Yesya, dan saya pastikan Yesya tidak akan mengalami kesulitan seperti yang mama khawatirkan." balas Leo dengan mantap.

"Terima kasih, nak. Ibu pulang dulu, ya."

"Mama, terima kasih sudah memberikan kepercayaan kepada saya untuk menjaga Yesya saat ini." ucap Leo, sembari tersenyum manis.

"Ma, biar di antar Yoga ya... dia anak buah saya." lanjut Leo yang kemudian memberi sebuah isyarat kepada pria berjas hitam di sampingnya.

"Terima kasih." balas Nyonya Gayanti, yang kemudian pergi dengan di antar oleh Yoga.

Sepeninggal Nyonya Gayanti dan Yoga, kini di ruangan itu hanya tersisa Leo dan Yesya. Yesya yang masih sibuk mencerna kejadian hari ini, dan Leo yang kini hanya menatapnya heran.

"Ayo pulang." Hanya itu yang diucapkan Leo, sembari menarik pergelangan Yesya dengan lembut namun terkesan sedikit kasar bagi yang melihatnya.

Tak ada percakapan di antara kedua insan yang baru saja melaksanakan suatu acara sakral bernama pernikahan itu selama perjalanan menuju suatu tempat.

"Pak, ini pasti mimpi kan?" Yesya, perempuan itu akhirnya membuka suara setelah terdiam sejak tadi. Yang membuat Leo langsung menepikan mobilnya di tepi jalan.

"Mimpi?"

Yesya hanya mengangguk sebagai balasan, entahlah otaknya seakan gagal merespon apa yang telah terjadi hari ini. Dan Leo yang kini hanya menatap Yesya yang terlihat masih kebingungan.

Leo, laki-laki itu masih terdiam sembari menatap lekat kedua bola mata Yesya. Itupun yang dilakukan oleh perempuan itu, keduanya saling pandang saat ini. Semakin lama, semakin intens. Bahkan, sampai Leo kini cenderung mencondongkan dirinya ke arah Yesya.

Hingga dalam beberapa menit kemudian, sebuah sentuhan lembut mendarat di bibir Yesya secepat kilat. Membuat Yesya ikut membulatkan matanya sempurna, tak percaya dengan yang baru saja terjadi.

Leo, laki-laki itu baru saja mengecup bibirnya. Meskipun singkat, tetap saja membuat Yesya terkejut.

"Bagaimana dengan sekarang? Kamu masih bilang ini mimpi?"

"Hah?"

Helaan napas berat pun keluar dari bibir Leo, laki-laki itu juga tampak mengusap wajahnya sekilas.

"Dengar, Sya. Ini bukan mimpi, hari ini kita sudah sah sebagai suami dan istri. Tapi ada harus kamu ingat, pernikahan kita mungkin tidak berjalan selamanya. Kamu sudah setuju dengan ini, bahkan sudah menerima bayaran pertama kamu."

Ucapan Leo tersebut, lantas membuat Yesya seakan tersadar akan sebuah mimpi yang baru saja terjadi.

"Oh, iya iya... gue inget kok, terus kan..."

"Apa?"

"Gue tinggal di mana setelah ini? Nggak mungkin juga pul—"

Kalimat Yesya lantas terpotong, kala Leo tiba-tiba melajukan mobilnya dengan kecepatan maksimum layaknya seorang pembalap handal. Bahkan mobil yang mereka tumpangi ini sudah berkali-kali menerjang lampu lalu lintas yang menyalakan warna merah.

Leo, laki-laki itu melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Seakan sedang dikejar oleh sesuati di belakang sana.

Mobil terus melaju, hingga akhirnya mobil itu berhenti di depan sebuah pagar besar nan mewah setelah belasan menit melaju dengan sangat cepat. Gerbang itu pun segera terbuka secara otomatis dalam hitungan detik, membuat Leo segera membawa mobil itu memasuki area sebuah rumah yang terlihat sangat mewah nan elegan. Sebuah rumah bernuansa abu-abu, lengkap dengan halaman hijau nan luas di hadapannya.

Segera setelah memarkirkan mobilnya, Leo menarik pergelangan Yesya untuk mengikuti dirinya.

Tanpa ada sepatah katapun, keduanya memasuki rumah yang didominasi cat abu-abu itu. Bahkan saat keduanya berada di lantas setelah menggunakan lift, masih tak ada percakapan yang berarti.

Hingga akhirnya, langkah Leo berhenti di depan sebuah kamar. Dia membuka kamar itu dan memasukinya, pun dengan diikuti Yesya.

"Kamu bisa tinggal di sini, selama kita menikah."

"Ini di mana?"

"Kamar di rumah saya." ujar Leo sembari melepas dasi yang sejak tadi melingkar di kerah kemejanya.

"La terus, kamu gimana?" tanya Yesya

"Saya?" ujar Leo yang tampak berusaha melepas kancing kemejanya dalam beberapa detik kemudian. Membuat Yesya berusaha menelan salivanya.

[14/6/2024]

LIKE We Just MeetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang