5. Tumis Tauge

307 44 0
                                    

"Berantem lagi?"

Lamunan laki-laki itu buyar saat Nada duduk di seberang meja tanpa permisi. Sekarang adalah jam istirahat, Nada sengaja mencari Devan seperti biasa. Dia menemukannya di antara hiruk pikuk para karyawan; tampak duduk sendirian setelah memesan es kopi, wajahnya tak enak dipandang, seperti tengah memikirkan sesuatu yang mengganjal.

Jika Devan sudah menyendiri seperti itu, dia tahu apa penyebabnya. Sudah pasti Devan habis berantem sama Gantari. Nada paham karena Devan sudah sering membahasnya.

"Hobinya istriku kan emang ngajak berantem, Nad." Tatapan Devan amat nelangsa, Nada terkikik geli melihatnya.

"Masalah apa?"

"Biasa." Dia menghela napas panjang. "Cemburu."

Alih-alih kesal, Nada justru tertawa. Bisa Devan lihat mata sipitnya yang tiba-tiba menghilang kala tawa itu menyeruak. Orang sekantor bilang mereka mirip. Bahkan mungkin jodoh, tapi Devan selalu menyangkal hal itu. Dia dan Nada hanyalah sahabat, tidak lebih.

Mereka emang sering dicomblangin oleh teman-teman di kantor, tapi sekarang sudah tidak lagi, mengingat Devan sudah punya istri. Shipper garis keras mereka jelas kecewa, sebab Devan dan Nada memang sedekat itu.

"Cemburu tuh tanda sayang, Van!"

Devan terdiam, tak menyahut kala Nada menjawabnya dengan lugas. Sudah pasti dia tahu bahwa Gantari sayang pada suaminya, tapi haruskah perempuan seperti itu jika sayang pada seseorang? Haruskah mereka ribut setiap waktu hanya karena kecemburuan?

Kadang Devan tak mengerti dengan jalan pikiran istrinya.

"Tari gak pernah cerita emangnya, Nad?" tanya Devan seraya menyeruput es kopi yang tinggal setengah.

Nada mengenyitkan kening, bingung dengan maksud Devan. Gantari cerita soal yang mana. Soalnya Tari belakangan jadi sedikit pendiam, tapi di waktu-waktu tertentu dia akan cerita banyak hal ke Nada.

"Soal apa?"

"Apa aja? Ceritain aku juga misal."

Yaaah, kalau soal Devan. Nada bertaruh kalau Gantari selalu bercerita lebih dari itu. Mulai dari teman kuliahnya yang sering chat Devan, pas kondangan ketemu adek kelas genit, atau pas reuni ketemu mantan. Cerita-cerita Gantari selalu soal kecemburuannya pada sang suami dan perempuan di sekelilingnya.

"Gak ada," jawab Nada. Seolah memang semua itu tak penting.

"Tari marah karena kita deket," kata Devan singkat. "Padahal tahu sendiri sejak awal kita emang deket, kan? Tapi gak ada apa-apa, tuh."

Nada tersenyum getir, "tahu, Van. Gak usah dipikirin. Cewek emang gitu."

Nada bisa melihat rasa sayang Devan pada Gantari, meski kadang sikapnya selalu terlihat dingin, tapi Nada akui Devan adalah suami yang baik. Bisakah ... Nada juga memiliki suami seperti dia?

***

"Masak apa, nih? Harum banget."

Devan bertanya begitu tiba di meja makan. Dia mendekati sang istri yang masih sibuk berkutat dengan bahan-bahan masakan yang lain. Hidangan yang tersaji di meja benar-benar menggugah selera, kalau soal masak Gantari juaranya.

Gantari memasak tumis toge, tempe goreng, sayur sop, tak lupa dengan sambal super pedas, bakwan jagung favorit Devan baru saja matang. Kerupuk ikan masih sepertiga toples besar. Rasanya sudah cukup untuk menu makan malam kali ini.

Gantari menyajikannya di meja makan. Mereka memang sering makan malam usai shalat Isya, sejak tadi dia sudah berkutat di dapur seorang diri sembari menunggu sang suami pulang dari masjid. Gantari baru beranjak mandi saat bedug Magrib dipukul.

Ikrar yang Terlepas [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang