14. Retak

573 53 6
                                    

Usai menerima panggilan telepon dari mama, Gantari lekas pergi ke rumah mertuanya. Ada banyak pikiran berkecamuk dalam kepala. Kenapa mama tiba-tiba menyuruhnya datang, apakah Nada sudah ditemukan, karena itu mama menelepon?

Gantari sudah tiba di depan rumah, dia buru-buru masuk ke dalam untuk menemui mama Hanum. Rumah tampak sepi tanpa penghuni, Gantari melangkahkan kakinya ke kamar beliau. Benar, mama sedang berada di sana; terbaring lemah di atas kasur, ada Zakiyah yang sibuk menenangkannya.

"Ma, ada apa?" tanya Gantari lekas mendekati mertuanya.

Mama Hanum hanya menatap lurus ke depan, wajahnya tampak pucat. Bisa Gantari tebak kalau mama jatuh sakit.

Alih-alih menjawab, justru Zakiyah yang pertama kali membuka mulutnya saat pertanyaan Gantari terlontar.

"Mbak, Mama cemas sama kabar Mbak Nada yang masih sulit dihubungi. Kayaknya Mbak sama Mas Devan harus lapor ke polisi, deh. Mama sampe sakit dan gak mau makan karena kepikiran Mbak Nada terus."

Jawaban Zakiyah membuat Gantari mematung. Ada rasa nyeri di ulu hati, mama sampai segitunya memikirkan Nada. Padahal, Gantari dan Devan sudah berusaha mencari hampir ke setiap tempat. Namun, gadis itu masih tak kunjung ditemukan.

"Ma ...." Gantari mengambil tempat di samping mertuanya, lantas memegang tangan beliau erat. "Tari sama Mas Devan lagi berusaha nyari. Mama yang sabar, Nada pasti ditemukan."

"Tolong cari dia, Tari. Mama kepikiran dia terus. Gimana kalau ada apa-apa nanti. Mama cemas sama dia," kata Mama Hanum dengan mata sayunya. Gantari bisa menebak kalau beliau kurang tidur.

"Iya, Ma. Tari akan mengusahakan supaya Nada pulang lagi."

Gantari berusaha menguatkan hati mertuanya, meski sejujurnya dia cemburu pada Nada yang diperlakukan seistimewa itu oleh keluarga suaminya.

Bukan berarti Gantari tidak diperlakukan dengan baik. Hanya saja, gadis itu seolah sudah menguasai hati mama Hanum. Tak hanya beliau, bahkan yang lainnya juga.

🥀🥀🥀


Malam itu, Gantari sedang menyiapkan makan malam di rumahnya sendiri. Dia menyiapkan makanan sembari menunggu Devan selesai mandi.

Devan pulang ke rumah saat azan Magrib berkumandang. Gantari lekas menyiapkan semua kebutuhan pria itu, mulai dari menyiapkan air hangat, pakaian ganti, dan makan malam.

Dia merasa harus membahas soal Nada lagi pada suaminya. Kondisi mama yang mengkhawatirkan membuat Gantari benar-benar tak bisa hanya duduk diam dan menunggu Nada pulang.

Paling tidak, Gantari harus berdiskusi tentang kapan mereka akan melaporkan berita kehilangan Nada ke polisi. Dengan begitu, mereka juga bisa melacak tempat di mana gadis itu berada. Semoga saja bisa.

Sedang sibuk menata piring di meja, alunan musik terdengar dari ponsel Devan. Pria itu menaruh ponselnya sembarangan di meja sebelum pergi mandi tadi. Alhasil, Gantari bisa melihat chat yang masuk.

083138xxxxxx:

Mas, nanti telepon aku. Kita bicara lagi, ya.

Mata Gantari membulat membaca serangkaian pesan itu. Meski hanya lewat pop up, tapi dia sangat mengenali nomor itu. Itu adalah nomor yang menelepon Devan terakhir kali. Kenapa nomor tersebut intens sekali menghubungi suaminya?

Sibuk menerka-nerka chat dari nomor tak dikenal, tiba-tiba ponsel itu langsung berpindah tangan. Devan merampasnya. Gantari terkejut, Devan muncul dan mengambil ponselnya dari tangan sang istri.

Secara cepat Devan langsung mengetik balasan pesan untuk nomor tersebut. Gantari sangat yakin, sebab Devan langsung menggerakkan jemarinya beberapa saat.

Setelah itu, keduanya saling pandang. Gantari menaruh curiga. Devan paham dengan tatapan istrinya.

"Ini karyawan divisi kantor yang ditugaskan ngatur produksi, Dek."

Devan berujar cepat. Alih-alih membuat Gantari mengerti, wanita itu justru kebingungan dengan reaksi spontan suaminya.

Padahal Gantari tidak meminta penjelasan. Kenapa Devan malah menjelaskannya?

"Kenapa Mas tiba-tiba bilang gitu?" tanya Gantari dengan ekspresi datar.

"Karena kamu baca chatnya tadi, kan? Kalau kamu gak percaya, coba telepon saja ini." Devan menyodorkan ponselnya ke hadapan Gantari.

"Kenapa Mas ngerasa seolah aku gak percaya sama Mas?"

Gantari bertanya dengan tenang, tapi sanggup membuat Devan seolah kehilangan alasan.

"Karena Mas gak mau kamu mikir yang bukan-bukan."

"Aku gak bakal mikir aneh-aneh kalau Mas biasa aja. Dengan Mas bersikap kayak gitu, aku ngerasa kalo Mas lagi nyembunyiin sesuatu. Aku gak nanya apa-apa karena aku percaya sama Mas."

Ucapan Gantari masih terdengar tenang, dia tidak meninggikan suaranya sama sekali.

"Kamu nuduh Mas selingkuh?"

Gantari mengernyit bingung menatap Devan. Di mana konteks yang menuduh Devan selingkuh?

"Aku gak nuduh Mas selingkuh! Apa Mas ngerasa gitu karena memang benar?"

Tatapan Devan berubah menjadi tajam, dia menghela napas kasar. Memilih untuk menyudahi obrolan tak penting ini karena merasa tak akan ada habisnya jika dia membalas perkataan Gantari.

Dia mendudukkan dirinya di kursi meja makan. Menatap hidangan yang sudah siap disantap. Namun, karena perdebatan kecil tadi, suasana di ruangan tersebut mulai terasa berbeda.

Gantari mengalah, mungkin suaminya benar-benar tidak suka ditanya demikian olehnya.

"Mas." Gantari ikut duduk di seberang meja. Mengajak suaminya bicara. Dia harus menjelaskan kondisi mamanya pada Devan.

"Mama lagi sakit. Besok aku mau nganter mama ke dokter, sekalian aku mau ngajak Mas ke kantor polisi buat urus soal Nada itu, mama sakit karena banyak pikiran."

"Iya."

Devan menyendok nasi ke piringnya, dia menjawab tanpa minat. Seolah-olah hal itu tidak lagi penting untuknya.

"Mas--"

"Kenapa hari ini kamu cerewet sekali, Tari?!"

Devan memotong perkataan Gantari, dia menatap istrinya yang terkesiap, nada suara Devan barusan meninggi. Hal yang tidak pernah Gantari dengar seumur hidupnya.

Parahnya, Devan memanggil Gantari dengan namanya. Sekesal apa pun Devan, rasanya dia jarang bahkan tidak pernah memanggil sang istri memakai namanya secara langsung.

Ada rasa nyeri di dada saat sang suami membentaknya dengan kalimat seperti itu, Gantari bicara baik-baik, kenapa Devan harus marah? Namun, Gantari berusaha mengendalikan diri dengan tetap bersikap tenang. Gantari mencoba berpikir positif, mungkin Devan sedang banyak pekerjaan di kantor jadi sedikit emosional.

"Aku cuma mau bilang, rambut Mas masih basah, aku siapkan handuk dulu. Jangan tidur pas rambut Mas belum kering," ujar Gantari tenang. Rambut Devan tampak basah, itu artinya dia keluar dari kamar secara terburu-buru tanpa mengeringkan rambutnya terlebih dahulu.

Usai berkata demikian, Gantari langsung pergi dari dapur meninggalkan Devan yang mengumpat pelan.

TBC.

Devan, kok kamu galak gitu sama istri. :(

Ikrar yang Terlepas [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang