17. Lebur

164 16 1
                                    

Kondisi rumah begitu hening setelah kedatangan Nada, wanita yang dicari setelah hilang berminggu-minggu itu datang ke rumah dengan tatapan kosong.

Nada berdiri di sana, kaku, tanpa ekspresi. Wajahnya tampak lelah, rambutnya berantakan. Dia seolah baru saja kembali dari perjalanan jauh dan melelahkan, meskipun hanya menghilang selama beberapa minggu.

Gantari bahkan merasa Nada lebih kurus dari sebelumnya. Apa yang Nada lakukan di luar sana? Ke mana saja dia selama ini? Banyak pertanyaan yang menghinggapi kepala seisi rumah, tapi tak satu pun dari mereka yang berani bersuara lebih dulu.

"Nada, dari mana saja kamu selama ini? Apa yang terjadi? Kami semua khawatir sama kamu!" Devan bersuara, nadanya terdengar marah.

Tari menambahkan dengan suara lembut, penuh rasa cemas. "Kamu baik-baik aja? Apa yang terjadi? Kami sudah mencarimu ke mana-mana."

Namun, Nada hanya diam. Tatapannya kosong, seakan tidak peduli dengan semua kegaduhan di sekitarnya. Dia hanya menatap lurus ke depan, tak mengucapkan sepatah kata pun. Pertanyaan bertubi-tubi dari semua orang hanya mendapat balasan sunyi.

"Sebentar, aku ambilkan minum untuk Nada sekalian panggil mama dulu ke sini. Tolong bawa Nada duduk." Gantari beranjak. "Nada ... kayaknya kamu juga harus bicara sama mama soal kepergianmu selama ini."

Nada mendongak menatapnya, tak ada seulas senyum di sana, Gantari berpamitan untuk pergi mengambil air sekaligus menemui mama mertuanya yang baru bangun karena terkejut saat mendengar teriakan Zakiyah tadi.

Nada terdiam lagi, dia memainkan jari jemarinya. Tak berani menatap satu pun orang di rumah tersebut, bahkan Devan selaku anak tertua sama sekali tak bereaksi, dia menatap Nada dengan nanar.

Sampai satu tarikan tangan dari Devan membuat Nada terperanjat. Dicekalnya tangan wanita itu cukup kencang untuk diseret ke luar, Alwi dan istrinya terkejut dengan tindakan kakak sulungnya tersebut.

"Kita bicara di luar."

"Mas mau ke mana?" tanya Alwi saat Devan tengah menyeret Nada ke luar.

"Aku mau bicara dengannya sebentar. Kalian tetaplah di dalam," kata Devan dingin.

Tak ada yang berani bertanya lebih lanjut, Alwi dan Zakiyah hanya mengangguk, mereka berpikir kalau Devan marah pada Nada yang sudah lama menghilang dan membuat mama sakit, makanya mereka berpikir kalau pria itu ingin memberi Nada pelajaran.

Nada berontak saat cekalan kasar Devan menyakiti tangannya. Dia diseret ke luar secara kasar.

"Lepaskan aku, Dev! Apa yang kamu lakukan? Kamu mau mengusirku?" Nada berusaha melepaskan cengkraman tangan Devan.

Sesampainya di teras depan, pria itu menatap Nada dengan tajam dan menusuk, Nada tak kalah kesal melihatnya. Diempaskannya tangan Devan sampai cekalannya terlepas.

"Kenapa kamu membuat keributan di rumah ini, ha? Ngapain kamu pulang ke sini?!"

Nada tersenyum miring, menatap Devan dengan tajam. "Kenapa aku gak boleh pulang ke sini? Bukankah ini rumahku juga, aku bebas pulang ke sini kapan pun aku mau."

Emosi Devan tak terbendung mendengar jawaban Nada yang kelewat santai. Entah apa yang merasuki wanita itu, setelah hilang cukup lama, Nada tiba-tiba pulang dengan keadaan seperti ini.

"Mama sakit karena kamu, Nad. Kamu mau bikin sakitnya mama makin parah dengan kepulanganmu yang seperti ini?" kata Devan kesal.

"Justru aku pulang karena Mama. Aku juga khawatir mama sakit, kamu pikir aku gak mikirin mama selama ini?" Nada mendengkus, dia menatap Devan dengan kesal.

Ikrar yang Terlepas [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang