12. Pesan Misterius

325 38 0
                                    

"Mas Devan? Kamu ngapain hujan-hujanan?"

Gantari terkejut bukan main ketika melihat suaminya pulang dengan tubuh basah kuyup karena hujan. Dia menatap Gantari sembari menghalau rasa dingin, bibirnya bahkan sampai pucat dan membiru.

Dengan sigap Gantari langsung menuntun suaminya untuk masuk ke rumah. Dia mengambil handuk di tempat penyidai khusus dan memberikannya pada Devan yang tengah kedinginan.

Devan menggigil, pria itu seperti habis berlari di tengah hujan yang deras. Gantari heran melihatnya, bukankah Devan pergi ke rumah Nada pakai mobil, lantas kenapa sekarang dia jadi kebasahan?

"Mas, kamu pulang naik mobil, kenapa tiba-tiba jadi basah kuyup gini?" tanya Gantari keheranan. Dia juga cemas karena takut Devan akan sakit esok paginya.

Dengan rasa dingin yang masih mendera tubuh karena seluruh pakaian yang dikenakannya basah, Devan menggeleng berusaha menjelaskan sesuatu pada istrinya.

"Mas nyari Nada itu hampir ke seluruh tempat. Sampai ke rumah temennya yang ada di gang-gang kecil. Pas mau pulang hujan turun deras banget, mas milih berteduh dulu sampai hujan reda karena mobilnya terparkir cukup jauh."

Gantari geleng-geleng kepala mendengar jawaban Devan, pantas saja suaminya pulang dengan tubuh basah kuyup dan menggigil seperti itu.

"Nada belum ketemu juga, Mas?"

Devan menggeleng, hal yang semakin membuat Gantari dirundung kecemasan lagi. Padahal suaminya sudah mencari sampai ke mana-mana, tapi tak kunjung mendapatkan hasil.

"Iya, Dek. Mas gak tahu dia ke mana. Sudah susah payah Mas mencari sampai ke rumah teman, kost, bahkan tempat-tempat dia biasa main. Kata temen-temennya mereka juga gak tahu ke mana Nada pergi."

Jawaban Devan lagi-lagi membuat Gantari cemas. Ke mana perginya gadis itu? Bagaimana kalau Nada diculik? Ah, pikiran Gantari semakin aneh-aneh saja. Dia juga bingung harus mengatakan apa pada mertuanya soal hal ini.

Mungkin sebaiknya Gantari lapor ke polisi saja tentang kehilangan Nada.

Mengesampingkan soal Nada yang masih hilang bak ditelan bumi, Gantari beralih pada suaminya.

"Mas, kamu mandi dulu. Aku siapin teh hangat sama bajunya, ya. Nanti kamu demam. Mandinya pakai air hangat saja. Adek siapin dulu."

"Baik, Dek. Makasih, ya."

"Iya, nanti diminum obatnya!"

Devan hanya mengangguk pasrah ketika Gantari berlalu dari hadapannya untuk menyiapkan air hangat. Sementara Devan yang berada di ruang tengah tampak menggigil kedinginan. Mungkin benar apa yang dikatakan Gantari, nanti malam dia pasti akan sakit flu.

***

Gantari sedang sibuk menyiapkan pakaian Hangat untuk Devan. Tumpukan pakaian kotor bekas Devan tadi dia masukkan ke keranjang khusus untuk kemudian dibawa ke ruang mesin cuci. Pekerjaan Gantari di rumah selalu lebih banyak saat Devan sedang tak bekerja, tapi tak mengapa. Gantari menikmati itu.

Gantari mengambil kaos kaki Devan yang tercecer di lantai, tadi malam sepulang kerja pria itu melepaskan pakaian dan meletakkannya di sembarang tempat sebelum pergi tidur.

Padahal Gantari sudah memperingatkan Devan supaya menyimpan barang-barangnya di tempat khusus, tapi pria itu masih saja melanggarnya dengan dalih lupa.

Sedang sibuk beres-beres, aktivitas Gantari langsung terhenti ketika mendengar ponsel Devan berbunyi. Ada sebuah pesan masuk. Meskipun Gantari tak membukanya, tapi dia bisa membaca pesan itu lewat pop up.

Gantari mengabaikan pesan tersebut, mungkin itu pesan dari orang perusahaan. Akan tetapi, tak lama berselang, terdengar dering telepon masuk. Gantari kembali menoleh dan terkejut melihat nomor tak dikenal tempo hari yang kembali menelepon Devan.

Devan sedang berada di kamar mandi, Gantari kebingungan dengan si penelepon misterius itu. Kalau dia mengangkatnya lagi, Gantari takut akan kembali mendengar suara perempuan lain dari seberang sana.

Lebih dari itu, dia teringat pada sosok Devan yang dia temui tengah bersama dengan wanita lain. Kecurigaannya semakin besar saja, tapi Gantari tidak punya keberanian untuk bertanya.

Dering itu perlahan berhenti karena tak kunjung dijawab, menyisakan beberapa panggilan tidak terjawab di layar ponsel. Merasa tidak ada yang beres dengan suaminya, Gantari mengambil ponsel tersebut untuk mengecek riwayat pesan dan panggilan.

Nihil.

Tak ada pesan apa pun dari nomor itu, bahkan panggilan telepon saja kebanyakan tidak terjawab. Mungkinkah Devan sudah menghapusnya? Jika benar ini adalah nomor penting, kenapa Devan tidak pernah mengangkatnya?

Prasangka Gantari semakin buruk saja. Dia menaruh kecurigaan pada Devan, belum selesai misteri tentang hilangnya Nada. Kini sikap suaminya pun patut dipertanyakan.

"Dek, ngapain?"

Gantari terlonjak saat mendengar suara Devan. Pria itu sudah keluar dari kamar mandi dengan tubuh lebih segar. Devan memergokinya sedang memegang ponsel milik pria itu. Dengan sigap Gantari langsung menyodorkan ponsel tersebut ke arah suaminya.

"Tadi ada telepon, Mas. Gak tahu dari siapa. Gak sempet diangkat."

"Kok gak diangkat?"

Gantari tidak langsung menjawab, dia tidak mungkin mengatakan pada suaminya kalau dia takut mendengar suara perempuan lain di seberang sana. Padahal Kinan bilang, Gantari pasti bisa melabrak pelakor. Kenyataannya, wanita itu dibuat lemas duluan hanya karena mendengar suara wanita lain.

Devan menerima uluran ponsel dari tangan Gantari, dia mengecek riwayat panggilan dan menemukan nomor itu di sana. Dia heran padahal Devan sudah memblokirnya berkali-kali.

Devan beralih ke arah istrinya yang menampakkan raut curiga. Devan paham itu, mungkin istrinya tidak terbiasa melihat sang suami terus menerus mendapat telepon dari nomor asing apalagi dia terus menyembunyikannya tanpa bercerita kepada Gantari.

"Mas, kamu gak mau jujur sama aku? Nomor itu sudah beberapa kali nelepon lho, tapi Mas gak pernah angkat. Itu dari siapa?"

Gantari menuntut jawaban, dia tak mau menduga yang tidak-tidak pada suaminya. Bisa saja itu telepon penting, atau Nada yang menghubunginya memakai nomor lain.

Gantari merasa Devan begitu berbeda dari biasanya. Terlalu banyak hal yang Devan sembunyikan dari Gantari. Sebenarnya sifat pria itu masih sama. Hanya saja, Gantari perlahan merasakan perubahan kecil dari diri suaminya.

Gantari ragu, apakah Devan benar-benar jujur atau tidak.

Devan menggeleng, seolah mematahkan prasangka Gantari terhadapnya. "Itu bukan nomor penting, kayaknya cuma salah sambung aja, Dek. Gak usah dipikirkan."

TBC

Ikrar yang Terlepas [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang